Aku lahir tepat di hari ulang tahunnya yang ke-62, dengan hari dan Weton yang sama, Rebo Wage. Kata orang 62 tahun itu siklus besar. Konon orang-orang yang memilik weton sama, akan memiliki sifat identik. Tapi bagaimana dengan mereka yang lahir di tanggal Jawa dan Masehi yang sama, 24 Mei?
Lanjutkan membaca “Best Version of Paboge”Kategori: cerpen
Alarm Hati
Ibu selalu berkata tak pantas wanita mengungkapkan rasa cinta lebih dahulu kepada pria. Meski hati wanita buncah melihat kaum adam, ia hanya patut memberi sinyal bukan meminta cinta apalagi mengemis.
“Nanti harga dirimu turun Nduk… Kalau kamu meminta lelaki mencintamu.” Petuah almarhum si Mbok begitu jelas terdengar di telinga. Tiga bulan kepergiannya menyisakan keiklasan. Setengah tahun penuh mendampinginya di rumah sakit berjuang melawan kanker payudara mambuatku meninggalkan bangku sekolah dan ujian akhir. Lanjutkan membaca “Alarm Hati”
Pondok Kopi Apak
“Diminum Pak kopinya.” Secangkir kopi panas kuhaturkan di atas meja sebagai upeti negosiasi.
“Iya… Terimakasih.”
“Hmmm… Bagaimana Pak dengan tawaran kami untuk tinggal bersama di Jakarta? ” Mas Beno membuka percakapan dengan kikuk.
Apak diam. Pria paruh baya itu asik membuat catatan di buku besar. Aku dan mas Beno saling berpandangan. Suasana pun makin aneh ketika Apak tekun berdiam. Kami bagai dua penunggu kedai kopi . Setia menanti pelanggan terakhir yang tak mau pulang tapi juga tak memulai seruput pertama. Lanjutkan membaca “Pondok Kopi Apak”
Kasir Nomor Tiga
Saya tak pernah segemulai ini, melentikan jari di atas keyboard berangka , hingga pixel bermunculan membentuk angka dilayar. Tersenyum ramah kepada setiap orang lalu melontarkan kata terimakasih di akhir pertemuan. Dengan cekatan memilah barang lalu memasukan ke dalam kantong plastik. Lanjutkan membaca “Kasir Nomor Tiga”