cerpen, Curahan

Best Version of Paboge

Aku lahir tepat di hari ulang tahunnya yang ke-62, dengan hari dan Weton yang sama, Rebo Wage. Kata orang 62 tahun itu siklus besar. Konon orang-orang yang memilik weton sama, akan memiliki sifat identik. Tapi bagaimana dengan mereka yang lahir di tanggal Jawa dan Masehi yang sama, 24 Mei?

Tak ada yang bisa menebak. Tapi berdasarkan cerita ibu, aku dan dia seperti tarik menarik nyawa. Ketika aku terlahir prematur, ia mendapatkan kecelakaan dan kami sama-sama bertaruh mempertahankan hidup di 24 Mei, Rebo Wage.

Tak banyak kisah tentang dirinya yang aku dapatkan dari Bapak, meski pria itu ayah kandung Bapak. Kata ibu hubungan mereka, bukan hanya tak harmonis tapi terlalu banyak luka. Hingga bapak memilih memaafkan dalam diam dan pergi. Saat merantau ke Lampung, bapak mengaku sebagai anak yatim, ia ingin mengubur sosok lelaki itu dalam hidupnya.

Tapi sebuah kejadian di malam pekat, membuatku paham bahwa pria itu Mbah Kakung. Pria yang kuwarisi darah dagingnya, dan aku satu-satunya cucu lelaki miliknya.

Malam itu ibu mengamuk hebat di dalam kamar, padahal di ruang tamu banyak orang menumpang menonton televisi. Ibu tak bersuara tapi tangannya menghujam dalam mengoyak pakaian bapak hingga compang-camping.

“Kelakuan Bapakmu benar-benar tak tahu malu.”

Bapak diam berusaha menenangkan ibu, aku yang tadinya akan terlelap dipelukan beliau terbangun.

“Diam Bu. Malu.”

“Krak…”, baju bapak koyak oleh cakaran ibu

“Suruh dia pergi sekarang juga dengan simpanan atau pasiennya itu.”

Lagi-lagi Bapak terdiam.

“Aku mau jadi menantu baik, tapi kelakuannya bikin malu.”

Ibu benar-benar kalap seperti kerasukan. Aku menangis lalu aku pindah ke gendongan ibu, bapak keluar kamar dan berbicara dengan mbah kakung. Keesokan paginya pria tua itu pergi bersama gadis 19 tahun yang ia bawa dari Jawa.

Malam itu kesabaran ibu tuntas, ia yang yang berusaha mengetuk hati bapak untuk membuka pintu maaf. Niatnya agar ayah dan anak rukun, tak ada dendam. Namun kini ia paham, sesungguhnya kelakuakan lelaki yang ia hormati sebagai mertua, sunggguh ajaib. Setelah pintu rumah kami dibuka lebar-lebar bersama kata maaf bapak. Dengan serampangan ia datang membawa perempuan yang bukan muhrimnya untuk menginap.

Budak Cinta

Saat duduk di bangku SMP, ibu berkisah. Malam itu ia marah besar mengetahui gadis yang dibawa kakek, bukanlah pasiennya tapi pacarnya yang akan ia nikahi. Sang gadis berkisah esok pagi akan ke kampungnya meminta ijin ke orang tuanya untuk menikah.

Lelaki itu memang Don Juan tapi sejatinya mbah putri sangat cinta. Entahlah apa yang terjadi dengan rumah tangga mereka. Tapi setelah memiliki anak ke lima, mbah kakung mulai memiliki hobi menikah dan tak menceraikan mbah putri. Hubungan mereka pasang surut bagi hujan di musim panas, tak terduga tapi menyebabkan panas demam. Bapak sebagai anak tertua lebih paham hubungan tak sehat ini, memilih diam dan menjauh.

Mbah kakung dan mbak putri lahir dari dua keluarga latarbelakang berbeda. Keluarga mbah putri memang tak bergelimang harta tapi terpandang karena orang tua memiliki jabatan di jawatan kereta api dan anak-anaknya mengenyam pendidikan tinggi. Bayangkan adik-adik mbah putri waktu itu berkuliah di ITB dan UGM hingga akhirnya ada yang menjadi jendral dan direktur BUMN. Mbah kakung lahir dari keluarga petani yang banyak memiliki tanah dan usaha. Meski statusnya petani dan hidup sederhana, tak pernah kekurangan pangan termasuk di masa paceklik pendudukan Jepang.

Meski sudah menikah sebagai anak tertua, mbah putri tetap membantu ekonomi keluarga besarnya dengan berjualan batik ke Jakarta. Uangnya digunakan untuk membiayai adik-adiknya kuliah. Sebagai perwira menengah angkatan darat mbah kakung mendapat tugas ke luar Jawa. Tapi mbah putri menolah untuk diajak pindah, sehingga mbah kakung akhirnya keluar dari kesatuan.

Sejak saat itu pekerjaan mbah kakung berganti-ganti mulai dari pegawai transmigrasi, pemborong bangunan, tim pengacara, paranormal, pemburu harta karun. Entahal profesi apalagi yang tidak kami ketahui. Seiring kesuksesan berganti profesi, ia akan berganti kelangenan alias istri.

Tingkah polah mbah kung jelas tak mendapat dukungan kedua keluarga besar. Ironis keluarga hanya mencari kesalahan tanpa mempedulikan korban yang sebenarnya adalah anak-anak mbah kung, bapak dan adik-adiknya. Akibat kesulitan ekonomi, bapak sempat dititipkan ke keluarga besar mbah kung. Tapi begitulah kisah anak-anak keluarga broken home. Orang tua yang melakukan kesalahan tapi anak-anak yang merasakan kebencian semua orang.

Meski anak-anak sudah mengabaikan mbah kakung karena sakit hati tapi tetap mbah putri mencintai dengan segenap hati. Walau sering disakiti tapi tetap ketika beliau hadir di rumah akan disambut penuh cinta oleh mbah putri. Inikah yang namanya bucin, budak cinta.

Dengan tinggai 170 cm dan berat badan ideal serta wajah karimastik, perempuan mana yang tidak terpincut. Di usia 70 tahun, beliau mampu mempersunting mahasiswi tingkat dua. Pria Gemini selalu terlihat menarik di mata wanita tua dan muda. Kemampuannya berkomunikasi dan bermain kata merupakan senjata ampuh melumpuhkan hati wanita, contoh nyata Soekarno, presiden RI pertama.

Paham Tak Paham

Sepulang sekolah, aku melihat sosok pria tua duduk di ruang tamu bercengkrama hangat dengan bapak dan ibu. Aku menebak-nebak sosoknya, seperti kenal tapi tak kenal. Ya dia memang datang dan pergi bagai angin, tapi aku paham garis wajahnya yang tegas dan berkarisma.

“Apa kabar Yuk. Wah sudah kelas berapa?”, aku menyambut tangannya untuk dicium.

“Kelas enam, jawabku ringan.” Ibu mengkode agar aku bergegas berganti baju dan makan.

Dari balik bilik meja makan, aku mengintip dan pelan-pelan dari dapur dan mulai paham, itu mbah kakung. Ia berkisah pekerjaannya sebagai pemburu harta karun. Ia mencari harta pusaka di pedalaman Kalimantan dan dijual ke luar negeri.

“Pokoknya kalau proyek RB di Sumatra berhasil, nanti semua cucuku saya belikan motor satu-satu”, celoteh mbah kung. Ibu mengangguk-angguk tapi dari tatapan, ia tak percaya.

Ibu adalah agen perdamaian. Ia tahu hubungan bapak dan keluarga besarnya tak harmonis. Tapi beliau tidak hanya berusaha menjadi menantu yang baik tapi juga kakak yang baik bagi adik-adik bapak. Hingga pada akhirnya bapak bisa dekat kembali dengan keluarganya. Di awal perkenalan hingga pernikahan, bapak mengenalkan diri sebagai anak yatim dan tidak memilik keluarga besar. Sepertinya ia benar-benar ingin melupakan masa lalunya ketika merantau di Sumatra.

Mbah kakung tinggal di rumah kami selama tiga hari. Ia sibuk mengkisahkan petualangannya keliling Indonesia berburu harta karun. Berikutnya ia akan menjelajah Sumatra. Untuk seorang pria berusia 70 tahun, staminanya luar biasa. Bapak menjadi pendengar yang baik. Ibu yang paling aktif menimpali obrolannya.

Saat mbah kung, pergi ibu berkata kepada kami, “ini bukan nggak percaya tapi gantung impian kalian mendapat hadiah motor darinya.”

Kakakku hanya diam tapi aku kepo, “memang kenapa bu?”

“Nanti kalau punya banyak uang untuk kawin lagi”, celoteh ibu ringan.

“Huss… lambe (eh bibir).”, bapak menegur ibu dengan lirikan.

“Yang udah-udah gitu kan?”

Ternyta prediksi ibu benar. Setahun kemudian kami mendengar bahwa mbah kung menikah dengan mahasiswi tingkat dua di Jogja. Jika tak salah hingga memilik dua orang anak. Sebagai cucu, saya semakin paham dengan yang terjadi walau tak terlalu paham dunia orang tua.

Tarik Menarik Jiwa

Pertalian darah adalah hal yang tak bisa diingkari, itulah yang membuat bapak melunak dan kembali ke keluarganya, berkomunikasi dengan mbah kung. Tapi bagiamana dengan pertalian jiwa? Sebagai cucu lelaki satu-satunya yang lahir di weton dan tanggal masehi sama, aku merasa ada pertalian spesial di antara.

Bukanlah sebuah kebetulan jika kami berkali-kali mengalami musibah di saat bersamaan, sepertinya kami berebut jiwa. Puncaknya sebelum mbah kakung mangakat, bertahun-tahun saya melewati pengobatan liver yang berpotensi kanker hati. Waktu itu pilihannya berobat bertahun-tahun atau tak tertolong. Ajaibnya setelah beliau mangkat saya tidak pernah mengalami sakit keras atau musibah besar.

Wanti-wanti ibu berpesan, kelak jika dewasa jangan menjadi seperti dirinya, hobi menikah dan menyakiti hati orang-orang yang mencintainya.

Aku menyakiti hati wanita, ah tentu tidak. Ya ada dibayanganku jika menyakiti mereka seperti menyakiti ibu dan saudari perempuanku. Tapi sejak usia di awal 30, aku sering bermimpi melakukan hal-hal baru. Ingin mencoba pekerjaan baru, pelan-pelan menikmati petualangan itu.

Persona baru itu mengasikan. Di satu perjalanan saya mengaku sebagai seorang penulis, melupakan sejenak pekerjaan. Hingga satu saat berkata kepada ibu, “Bu saya ingin jadi blogger full time.”

“Mengundurkan diri dari pekerjaan?”

“Hmmm..Hmmm…”, bergumam.

“Biarkan pekerjaan menjadi pekerjaan dan hobi menjadi hobi.”

Saya terdiam

“Jangan pekerjaan seni dijadikan pegangan. Logis saja. Kamu sudah pernahkan menjadi grafik designer?”

Saya tetap tak menjawab.

“Itu tak bisa menjamin kehidupan. Jangan aneh-aneh. Anak teknik bikin film, kuliah nyaris DO. Bohong ke orang tua lagi.”

Ibu mulai mengungkit-ungkit kisah lama. Kesal tapi tak mampu menjawab apalagi berargumen.

Dalam diam semua dilakukan beriringan dengan pekerjaan utama. Blogger, travel writter, kontributor televisi, developer app, penyiar radio, penulis skenario, pedagang live di media sosial, tour leader, fotografer, videografer. Lalu apalagi?

“Kamu makin mirip dia ya?”

“Dia?”

“Dia yang darahnya kamu warisi dan mungkin sifatnya. Kode DNA bisa jadi sama, jadi apa yang kamu inginkan sama dengan yang dia inginkan. Hanya beda versi saja.”

“Deg!” Saya memagut diri di cermin.

“Tak ada kemiripan fisik, dia jauh lebih gagah dan tampan. Tapi kalian berdua sangat Gemini. Kalian bisa berubah menjadi apa dan siapa saja.”

Ya mungkin kami mirip tapi saya ingin menjadi versi yang lebih baik, Paboge.

“Paboge?”

“Pria Rebo Wage.”

2 tanggapan untuk “Best Version of Paboge”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s