Curahan

Aku Ingin Menghajikan Pria Itu

Kami tak ada pertalian darah, satu satunya yang menghubungkan kami adalah budi yang tak akan pernah terbalas. Pria sederhana itu bernama Rukimin, ia tak piawai membaca apalagi menulis.

Hampir seluruh hidupnya digunakan untuk bekerja keras menghidupi keluarga. Pekerjaan terakhirnya sebagai pemasang pemasang tandu, tapi aku menyayangi dan menghormatinya lebih dari Kakekku sendiri.

Penjaga Lampu Petromak

Kalau itu umurku baru satu minggu. Ibu memutuskan membawa ku pulang dengan alasan kepraktisan. Ibu tak sanggup sehari tiga kali mondar mandir ke rumah sakitt untuk menyusui bayi prematur.

Aku yang sudah seminggu tinggal di inkubator rumah sakit dikeluarkan lalu dibawa ke petak kontrakan tanpa listrik. Agar tetap hangat aku ditidurkan di samping dua lampu petromak yang hidup bergantian setiap 12 jam. Jika lampu petromak mati sejenak maka tubuh bayi prematur ini langsung membiru kedinginan.

Pak Rukimin dan istrinya sudah seperti orang tua bagi bapak dan ibu. Sejak ibu mengandung dan melahirkan Mbak Dian, keluarga mereka selalu membantu. Ibu didiagnosa oleh dokte kandungan memiliki kandungan lemah yang menyebabkan bayi tak bisa bertahan di kandungannya.

Dokter menyarankan ibu bed rest agar tidak terjadi keguguran seperti kehamilan pertama hingga ke empat. Saat mengandung Mbak Dian dan saya ibu nyaris tak mengerjakan apa-apa dan hanya baringan di tempat tidur dan semua pekerjaan rumah tangga di lakukan oleh anak-anak Pak Rukimin.

Pak Rukimin menjadi penjaga petromak saat saya dibawa ke kontrakan. Bergantian dengan bapak menjaga lampu petromak, memastikan lampu tetap menyala. Setiap 12 jam lampu diperiksa, dipastikan kaos lampunya bagus dan diisi dengan spirtus. Kedua petromak itu bergantian menyala hingga usia saya 30 hari.

Pindah Rumah

Tepat 40 hari saya dilahirkan, bapak dan ibu pindah ke rumah dinas yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Pak Rukimin. Butuh waktu satu jam perjalanan dengan mobil untuk sampai ke rumah beliau tapi kami masih tinggal satu kota.

Hubungan kami dengan keluarga Pak Rukimin sudah seperti kerabat karena ibu kerap berpesan bagi perantu seperti kami, siapapun bisa menjadi saudara. Kerabat bukan hanya pertalian darat tapi orang-orangnya selalu menjadi bagian hidup kita termasuk tetangga atau teman.

Saya dan Mbak Dian sangat dekat dengan keluarga Pak Rukimin. Sejak kecil kami menganggap mereka adalah kakek dan nenek kandung kami, karena kakek nenek dari pihak bapak jauh di Jogja sedangkan dari ibu sudah meninggal. Layaknya seorang cucu kami tidak hanya sering menginap di rumahnya tapi juga dimanja dan banggakan seperti cucunya sendiri. Saat liburan sekolah tiba kami sering menghabiskan liburan di rumah mereka. Bu Rukimin yang sering kami panggi Mamak, kerap menyelipkan uang jajan ke saku , saya dan Mbak Dian.

Jalan – Jalan Kaki

Pak Rukimin itu bukan tipe kakek-kakek yang banyak bicara tapi kami sangat paham, ia mencintai kami. Ada satu kejadian yang membuat saya benar-benar merasa berhutang budi. Hingga saya berjanji dalam hati, kelak saat dewasa dan memiliki uang, orang pertama yang akan saya hajikan adalah beliau.

Drama kehidupan saya berlanjut hingga kelas 3 SD, saat itu saya baru disunat dan setelah tiga hari baru diketahui ternyata ada goresan pisau di ujung kepala “burung”, membuat luka sunat tak kunjung sembuh. Harusnya seminggu sudah luka sunat mengering tapi hingga dua minggu barulah mengempis dan bisa memakai celana.

Semua cara sudah dilakukan agar “gendelan” mengempis termasuk memberikan obat luka bakar, bio plasenton. Saat itu bapak sedang dinas luar kota dan tentu saja ibu yang menghadapi drama perburungan ini sendirian. Dengan setia Pak Rukimin menjenguk saya setiap hari selama dua minggu penuh. Ia memastikan kondisi saya baik-baik saja.

Belakangan kami baru tahu, untuk sampai ke rumah, ia berjalan kaki sejauh 20 km setiap hari. Jika ibu bertanya naik apa, ia selalu bilang naik angkot. Padahal ia tak punya uang untuk naik angkot tapi tak mau mengeluh. Saya semakin yakin beliau kakek terbaik yang dikirimkan oleh Tuhan meski kami tak bertalian darah.

Hidayah

Saat saya kuliah tingkat akhir pak Rukimin tak lagi bekerja sebagai pemasang tenda (tarub), fisiknya tak kuat lagi untuk memanggul besi dan memanjat tiang. Hidupnya berubah drastis, ia menghabiskan waktu di rumah dengan membuat kerajinan alumunium seperti dandang, wajan dan lainnya.

Ia yang seumur hidup tak pernah belajar agama tiba-tiba rajin ke masjid. Keterbatasannya yang tak paham membaca dan menulis latin tak menyurutkan niatnya untuk muslim yang lebih baik. Usianya sudha kepala 6 tapi tak malu ke masjid belajar iqro bersama anak-anak.

Pak Rukimin itu orang baik, Tuhan paham apa yang terbaik untuknya. Fisiknya tak sekuat dulu tapi tiba-tiba hidayah itu menggerakan hati dan pikirannya untuk untuk belajar agama. Meski kemampuan telinga sebelah kanannya mulai memudar, ia setia datang ke pengajian. Tak sungkan bertanya kepada yang muda jika ada keraguan tata cara beribadah. Ya Allah berikan kesempatan beliau untuk ke Baitullah.

Terbaik Untuk Pak Min

Ketika menerima gaji pertama, saya membelikan beliau alat bantu dengar. Ia makin semangat mengaji dan belajar iqro, katanya suaranya makin jelas. Tak perlu memalingkan telinga dan wajah ketika kajian atau berbicara dengan orang di masjid. Kehidupan Pak Rukimin lebih banyak di masjid yang kebetulan tak jauh dari rumahnya.

Tapi sayang sebelum tabungan saya cukup untuk memberangkatkannya ke tanah suci, ia berpulang. Mendadak ia didiagnosa kanker paru, tak sampai satu bulan, saya kehilangan kakek terbaik. Waktu itu saya hanya bisa menangis di pojok ruang rumah sakit, andai saja diberikan sedikit waktu untuk bisa membalas budinya. Saya ingin melihat senyumnya merekah saat mengenakan kain ihrom dan berjalan tawaf keliling kabah. Ia memang tidak pernah bermimpi sebesar itu tapi dengan semua kebaikan ia layak mendapatkannya.

Setahun kemudian saya membadalkan haji beliau, bertepatan dengan bapak naik haji. Terimakasih Pak Min kamu kakek terbaik yang pernah saya miliki. Sekarang saya hanya bisa mendoakannya dengan membacakan Al Fatihah agar ia mendapat tempat terbaik di sisi Allah.

2 tanggapan untuk “Aku Ingin Menghajikan Pria Itu”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar