Sumatra Selatan, Travelling

Lomba Bidar dan Perahu Hias – Famtrip Palembang 2022

Pesta Kemerdekaan RI tahun ini sangat meriah, setelah kita dua tahun menahan diri dan menjaga jarak. Akhirnya di ulang tahun RI ke 77 kita bisa berkumpul dan mengadakan pesta rakyat.

Semua orang rindu kemeriahan dan lomba khas 17an, begitu juga dengan penduduk kota Palembang. Lomba perahu Bidar yang menjadi agenda rutin di sungai Musi, hiatus dua tahun.

Ketika semua orang lebih percaya diri untuk berkumpul karena telah divaksin, maka perlombaan digagas. Semua pihak menyambut dengan baik, sponsor pun berdatangan tanpa diundang. Ya kita semua rindu kemeriahan di sungai Musi.

Saya yang sejak empat tahun lalu ngidam melihat Bidar, langsung menjawab oke ketika diajak menonton perahu panjang yang dikayuh 50 orang lebih oleh Dinas Pariwsata Kota Palembang. Jujurly aku tuh kepo setelah menonton pertandingan perahu naga di Jaka Baring saat Asian Games 2018.

Gagal Makan Martabak HAR

Rencana 19 Agustus 2022 sudah sampai di kota Palembang lebih awal agar bisa bersilaturahmi dengan blogger Palembang dan rekan kerja yang sedang dipindahtugaskan ke kota Palembang. Tapi begitulah Lion Air, yang selalu telat dan delay tanpa ada solusi. Beruntung maskapai itu bukan perempuan, andai dia gadis pastilah sudah hamil tanpa suami *eeh mulai julid.

Saya masih berusaha berpikir positif, ketika jam keberangkatan diubah dari jam 10 pagi menjadi jam 5 sore, artinya nggak perlu cuti.

Eh tapi nyatanya jadwal keberangkatan menjadi jam 19:30. Fix saya tidak bisa ikutan makan martabak HAR di tanah Palembang, asal muasal kuliner alkutrasi India dan Indonesia. Saya mencoba istiqomah meski melewati cobaan turbulensi dan pesawat gagal landing.

Perahu Hias Catwalk di Atas Air

Bagi saya sungai Musi seperti sebuah fragmen masa lalu dan kini yang saling bertautan. Menjelajah sungai yang membelah kota Palembang seperti melintasi sebuah sejarah, selalu ada cerita. Samar-sama menara pagoda Vihara Hok Tjing Rio terlihat menjulang di pulau aslinya sebuah Delta. Ah kalau ke sana pastilah baper dengan kisah cinta Tan Bun An dan Siti Fatimah.

Meski lahir dan besar di propinsi Lampung yang kini 3 jam saja ke kota Palembang, saya tidak terlalu sering menjelajah kota ini. Kebanyakan ke Palembang hanya untuk makan pempek atau singgah istirahat saat bekerja di Jambi.

Saat bertandang ke pulau Kemaro tak lupa singgah ke Kampung Air yang hanya sepelemparan pinggan saja. Istilah anak sekarang salto dua kali sampai. Kampung menawarkan wisata keunikan kampung di atas air. Rumah warga warna-warni diubah menjadi tempat swafoto estetik.

Jelang makan siang saya langsung jatuh cinta dengan rumah limas Jalan Demang. Ditambah dengan jamuan makan hidang nasi minyak ala tempo dulu. Tak menunggu lama sayapun langsung terdedah (gegoleran kekenyangan tak bisa bangun).

Buat yang cari tempat foto prewed, ijab kobul dan resepsi pernikahan langsung saja ke rumah limas di jalan Demang. Cari inspirasi baju pernikahan khas ada Palembang bisa.

Walau hati resah menunggu hujan tak kunjung reda, nyatanya alam bersahabat. Setelah kota Palembang diguyur hujan angin, sore harinya langit gemilang mengantarkan puluhan perahu hias berlaga. Berlenggak lenggok di atas riak sungai Musi, pengemudi dan penumpang melambai ramah ala putri sejagad, “Hai Palembang… Siap digoyang?” Manja Kakak berambut pirang berteriak.

Dua tahun absen Palembang gelaran seru ini dan semua orang tumpah ruah membanjiri segala sisi sungai. Paling epik banyak warga berdiri di jembatan Musi. Saat seperti ini jumlah kunjungan pelancong dari luar kota membludak, mobil berplat luar kota Palembang memenuhi segala penjuru kota.

Destinasi tak masuk itineraryini rumah Baba Boentjit. Sebuah rumah berusia 300 tahun lebih bentuk alkuturasi budaya nusantara dan Tionghoa. Jika menilik bagian luarnya sangat Palembang dengan bentuk atap langit dan rabat luas. Dua pintu besar siap terbuka jika diketuk, seperti folisofi keterbukaan budaya dan kebaikan hati penduduk Indonesia.

Mengulik bagian interior dalamnya, sejenak kita akan terbawa kenangan tempo dulu. Rumah orang peranakan di Indonesia atau Melayu, ada nuansa Melayu tapi ornamen Tionghoanya kental. Ukiran cantik burung merak dan burung phonix berwarna emas menggambarkan kemasyuran dan kemakmuran. Sang empunya berkisah ini salah satu signature rumah milik saudagar berdarah peranakan yang tersohor di Palembang , Ong Boentjit.

Meski anak keturunan banyak beragama muslim, altar tetap dipertahankan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur.

Setelah jelajah Palembang ditutup dengan nongkrong di Dapur Cinta Musi IV. Suasana sore di sini cantik banget, tenang tapi sangking tenang sampai males buat foto-foto dan hanya ngemil jajanan tradisional .

Kita istirahat dulu Besti sambil ngedit konten, sebelum jam 12 konten harus sudah naik 😀

Perahu Bidar Bagai Perang di Atas Air

Pagi ini jangan kasih kendor Bestie sore hari akan ada pertandingan final perahu bidar. Eh tapi kita nggak sarapan di hotel ya, jam 7 pagi Kak Atiek sudah mengkomando kita berkumpul di parkiran hotel karena kita akan sarapan di luar. Ye!!!

Gerai pempek Beringin Rajawali insgramable.

Mobil bergerak sat set sat set membelah kota Palembang, jalanan masih lengang tapi semangat makan di luar tetap menggelora . Maklum aura Agustus masih menyala. Begitu sampai di gerai pempek Beringin Rajawali, semua peserta trip langsung bubar.

Secara ini gerai yang baru direnovasi estetik banget Bestie, terus bukanya dari jam 6 pagi. Mau sarapan apa? Lenjer, Lenggang, kapal selam, burgo, mie celor, rujak tahu atau mpek mpek telor asin varian terbaru.

Kalau dijajanin mpek mpek frozen yang bisa buat serumah boleh?

Perut kenyang kita melipir ke Gandus Bestie, destinaswi wisata religi Bayt Al Quran Al Akbar yang tercatat di Muri sebagai Al Quran terbesar di dunia dengan media di atas kayu. Banyak yang berubah dengan destinasi wisata ini dibandingkan 5 tahun lalu, terakhir kali bertandang.

Makan siang kali ini spesial kita ke Pondok Pindang Umak Jalan Kolonel H Burlian KM 10. Ini salah satu tempat makan pindang tersohor kota Palembang, tempatnya luas banget. Menu sarapan bukan dari jam 5 pagi Bestie.

Pindah khas Komering ini memang kaya bumbu dan rempah. Pilihannya pun beragam, ikan patin, tulang sapi, tempoyak dengan aneka lauk penyanding yang bikin makin ketagihan: petai, jengkol, aneka sambal dan ikan bilis.

Berhubung nanti sore akan menonton lomba final perahu Bidar kita geser ke daerah jalan Merdeka. Cari camilan kue bingen atau kue tempo dulu Palembang di kedai Harum. Ternyata di salah satu lorong roda berlangsung Festival Bingen, wuih banyak jajanan tapi kita sudah kenyang. Tenang kita bungkus buat bekal menonton di BKB sore ini.

Palembang identik dengan wisata kuliner, wajar jika hari ini lambung terasa penuh tapi tetap ingin mencoba semua makanan di sini. Tips bagi yang ingin berwisata kuliner ke kota Palembang, lupakan apa itu diet sejenak.

Pukul 16:00 kami bergerak ke BKB (Benteng Kuto Besak) untuk menyaksikan partai final perahu bidar. Ketika menuju panggung utama, ribuan orang sudah memadati kawasan BKB. Tuhan bagaimana aku sampai di tepi sungai untuk menyaksikan bidar, harusnya aku datang lebih awal.

Tiba-tiba suara Bang Irwan guide kita berkumandang, “Bestie peserta famtrip ke restoran river side ya…”

Dengan kesaktian panitia Famtrip kita masuk area river side dan mendapat tempat hunting video perlombaan perahu bidar. Aku lupa membawa lensa tele, tapi lumayan momen pertandingan final yang terasa sangat singkat masih bisa terekam dengan baik.

Berharap tahun depan bisa kembali menyaksikan lomba bidar dengan gear yang lebih lengkap. Tidak pernah menyangkan jika lomba bidar lebih seru dibandingkan perahu naga. Bayangkan 50 orang kompak mengayuh perahu panjang, salah perhitungan perahu tenggelam.

Walau gelaran lomba berakhir tapi acara famtrip belum usai Bestie, malamnya kita dijamu barbeque di resto Hotel Aston Palembang. Rasanya berat harus berpisah dengan semua peserta famtrip dan panitia.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah mensukseskan gelaran famtrip Palembang 2022. Berharap industri pariwisata Indonesia bangkit dan pandemi berakhir.

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s