
Langit dan bumi memang jauh, tapi makam-makam itu di buat tinggi lebih mendekat ke langit. Jasad-jasad yang bersemayam di pesarean telah ditinggalkan rohnya terbang membumbung ke langit bersemayam di alam fana. Untuk mengenangnya kita berdiri di puncak tinggi sambil mendongak ke atas dan berdoa.
***

Menapaki komplek pemakaman raja-raja di Asta Tinggi alam menjadi sendu, matahari terik terutup gulungan awan abu-abu . Meski tak ada upacara suasana mengharu biru dan syahdu. Makam memang identik dengan kematian dan perpisahan. Ketika jiwa harus bercerai dari raga selalu menghadirkan kegundahan , sepertinya pernyataan tak ada cinta abadi, itu benar. Keabadiaan bukan di sini -menunjuk tanah- tapi di sana – menunjuk langit-.

DIMOHON SEPATU DAN SANDAL DILEPAS. Refleks saya mencopot sepatu dan kaos kaki melihat tulisan di kanan pintu gerbang berwarna kuning tua.
“Mas kalau tidak ke pendopo , silakan alas kakinya dipakai.” Anak muda berujar.
“Benar tidak apa-apa.”
“Silakan.” Sambil tersenyum, tangannya menunjuk pengunjung bersandal melintas lantai keramik areal pemakaman.

Pendopo Bendoro Saod begitulah orang biasa menyebut bangunan bercungkup limas segiempat. Wanita-wanita duduk di lantai memanjatkan doa bersama , suaranya rendah berdengung dan hikmad. Saya berjalan lambat-lambat tak ingin menggangu mereka . Lantunan ayat suci Al Quran di tengah pesarean seperti saat ini mengingatkan kematian, kehidupan akhir tiap manusia.

Pak Arifien dan rombongan terlebih dahulu masuk ke blok utara makam tempat cungkup Tumenggung Wirasekar, Pangeran Jimat dan Bindara Saod. Gapura putih ornamen kotak-kotak kuning berbingkai hijau menyambut langkah peziarah. Wangi bunga menghambur begitu kuat menebarkan aroma mistis. Rombongan peziarah terlihat memadati area pemakaman mengantri masuk ke dalam cungkup.

Sekilas saya mengintip cungkup Pangeran Jimat tempat bersemayam Ratu Ani, Pangeran Jimat dan R Aria Wiranegara. Tampak pria duduk bersila di depan tiga makam yang ditutupi kain kafan dan kelambu.
“Mas ndak masuk. Monggo mas berdoa di dalam ngalap berkah.” Penjaga makam mempersilakan masuk. Jujur ini pertama kali saya berwisata ziarah mengunjungi makam orang besar. Saya tidak tahu bagaimana ritualnya. Apakah seperti mengunjungi makam kerabat di kampung.
“Kalau ada permintaan jodoh, rejeki atau pangkat bisa berdoa di dalam”.
Masa berdoa untuk meminta sesuatu kepada mereka yang sudah mati, bukannya kepada Tuhan. Seharusnya kita mendoakan meraka yang sudah wafat agar arwahanya terntram di sisiNya.

Antrian semakin memanjang saya bergeser ke cungkup Bindara Saod, mencari celah tempat lalu beristrahat bersandar pada tembok.
“Mari”. Pak Muzeki mempersilakan masuk.
“Nanti saja, masih ramai.”
“Iya ini rombongan dari Probolinggo banyak sekali.” Antrian kali ini benar-benar panjang, orangtua , anak-anak , pria dan wanita tumpah ruah berhamburan, berjejal. Saya memilih minggir berdiri dekat Pak Muzeki , pria berusia 84 tahun, generasi ke duabelas penjaga makam Asta Tinggi.
Beliau berujar ini belum seberapa, biasanya menjelang bulan puasa , suro dan sepen jauh lebih ramai. Dirinya sudah 30 tahun menjadi kuncen dan jika mangkat akan mewariskan tugas ini kepada putranya Rasidi (40).
Sebelum berpisah Pak Muzeki menawarkan buku berjudul Asta Tinggi seharga 10 ribu rupiah. Semoga buku ini menjawab penasaran akan makam raja di Sumenep. Maklum pengetahuan sejarah saya tidak terlalu bagus, semasa SMP dan SMA agak alergi dengan pelajaran ini. Kata ramalan di majalah remaja kalau suka sejarah orangnya susah “Move On”, selalu terkenang masa lalu. Saya kan tipe lelaki yang selalu memandang optimis ke depan walau penuh kenangan pahit masa lalu. *edisi curhat*

Lupakan Move On. Kita Go On ke kisah selanjutnya.
Sedari awal masuk komplek pemakaman bangunan di sebelah timur mencuri perhatian dengan cungkup kubahnya. Arsitekturnya mirip bangunan Eropa dengan detail jendela kecil sekeliling kubah. Memasuki kompleks pemakaman cungkup kubah berdiri prasasti dalam bahasa Arab dan Jawa.
Inilah cungkup kubah tempat pesarean Asiruddin Raden Atmajangera Panembahan Sumolo Sultan Natakusumo I, Raden Abdurrahman Aryo Tirtodiningrat Pakunataningrat Sultan Natakusuma II, Raden Mohhamad Saleh Pangeran Notokusumo III, Raden Aryo Mangkudiningrat Pangeran Pakunataningrat II, Raden Aryo Pratamingkusumo dan Raden Aryo Prabuwinoto.

Kemegahan bangunan makam Asta Tinggi mengingatkan banyak orang bahwa mereka yang dimakamkan di sini orang-orang besar di jamannya, memiliki harta , jabatan serta kemasyuran. Namun semuanya tak ada yang abadi . Semuanya tertinggal dalam kenangan waktu dan nisan tua di pesarean Asta Tinggi.
***
- foto diambil dengan kamera Samsung NX2000
- foto panorama diambil dengan teknik sweep fotografi
Madura Cultural Trip #2 – Momen Monumental
Madura Cultural Trip #3 – Gentongan, Membatik Dengan Hati
Madura Cultural Trip #4 – Memangku Warisan Wayang Topeng Madura
Madura Cultural Trip #5 – Sumenep , Keraton di Timur Madura
Madura Cultural Trip #6 – Masjid Jamik, Sanepan Dalam Arsitektural
Madura Cultural Trip #7 – Pesarean Raja di Asta Tinggi
Madura Cultural Trip #8 – Semangat Membesi Aeng Tong Tong
Madura Cultural Trip #9 – Sejenak Petik Laut
Wisata budaya, wisata hati, dan wisata rohani. Hmmm kultur budaya di Madura masih kental ya mas? 🙂
SukaSuka
iya, perjalanan singkat di Madura bikin makin bangga jadi org Indonesia
SukaSuka
yang lain ngalap berkah, mas danan ngalap hadiah….
SukaSuka
wakakkakakka… om dhanang , saya kalo dibilang ngalap hadiah jadi tersapu2
SukaSuka
dan pengin nyapu semuanya hahahahha
SukaSuka
Foto-Fotonya keren,
Belum pernah ke Madura, tapi terlihat nuasa rohaninya masih kental.
mari melipir
http://www.indonesianholic.com
SukaSuka
termikasih sudah mampir , lgsg melipir ke blog tetangga
SukaSuka
Hahaha suka sejarah susah move on dari masa lalu, itu curcol banget kak 😛
Nggak nyangka komplek pemakaman raja-raja Madura sekeren ini…bener-bener bukti bahwa mereka pernah berjaya di masa lalu.
Oh iya…nisan Ratu Ari dkk yang bertumpuk tiga itu ada maknanya nggak?
SukaSuka
ooo iya aku baru merhatiin kalo tumpuk tiga, pasti ada maknanya….cari ah ,nanya si mbah google
SukaSuka
Aku gak paham dengan ngalap berkah di Makam dan minta jodoh di Makam.
SukaSuka
Sama mbak, makanya bingung pas disuruh berdoa ngalap berkah
SukaSuka
Belom pernah ke madura euy, padahal deket dari rumah -,- kayaknya banyak wisata budaya dan wisata sejarah yang seru ya disitu 😀
SukaSuka
Iya aku juga baru tahu nih… Sumpah makin penasaran dg madura
SukaSuka
aihhhhh… aku gak bisa move on juga -_-
SukaSuka
Move on dari sapa om
SukaSuka
hehehheehehehe
SukaSuka
Warna kuning nya ini lho kinclong dan jadi ciri khas madura banget 🙂
SukaSuka
warna2 primer… selalu hadir dalam ornamen dan batik madura…
SukaSuka
belum pernah ke Madura, padahal tinggal manjat Suramadu aja, deket bgt dari Surabaya… 😦 kayanya harus segera di jadwalkan kesana segera nih.
SukaSuka
ayoo kak, aku aja pengen balik lagi kesana….
SukaSuka
seneng banget baca postingan serial cultural trip nya kak danan ttg madura, udah lama banget pengen ke sumenep & kangean tapi belum kesampaian mulu. gara2 baca ini, sekarang jadi semakin pengen kesana!! tanggung jawab kak!! tanggung jawab pokoknya!!
#setress
SukaSuka
nah aku yg pengen ke kangean tapi katanya butuh waktu lama kalo kesana krn kapal ga ada tiap hari…
SukaSuka
Iyo mas, at least 1 minggu buat sumenep-kangean, menyesuaikan jadwal kapal. kalau nggak salah seminggu 2x tok
SukaSuka
waduh butuh persiapan kalo dari jambi, musti tambah cuti… tapi biasanya destinasi itu sesuasi dengan perjuangan , makin susah makin cantik..
SukaSuka