Pandemi menjadi ujian masal manusia di muka bumi, bagi yang terdampak ini pukulan berat. Apalagi yang sudah berada di zone nyaman, ketidakpastian itu menyakitkan seperti digantung pacar. Dijanjikan akan dilamar tapi lima tahun pacaran, pinangan tak datang. Paling perih, pacarnya sama siapa, eh nikahnya sama siapa.
Pekerjaan utama saya memang tidak terdampak saat pandemi, masih mendapat gaji penuh walau pola kerja berubah . Tapi hobi sebagai travel blogger sangat terdampak, bayangkan saya tidak bisa jalan jalan dan ngonten karena berpergian sempat menjadi sesuatu yang tercela, apalagi kalau pulangnya membawa virus. Bisa dijulidin netizen satu Indonesia Raya.
Travel blogger yang tadinya bertabur undangan jalan jalan gratis dan review kamar hotel, kini harus berdiam di rumah. Dunia memang kejam. Mereka yang tak mampu menghadapi diam diam undur diri atau membiarkan blog dipenuhi sarang laba-laba. Saya sempat hiatus tak menulis blog berbulan bulan karena ada kegiatan lain.
Harga upah review dan blog posting terjun bebas, entah karena terlalu banyak broker atau blogger yang terjadi banting bantingan harga. Blogger yang mempertahankan harga dan kualitas jelas terlibas, belum lagi tren dunia peblogeran, gank-gank dan circle – circle an. Jadi sudah hal yang jamak jika mau bertahan gabung gank siapa dan dan menyembah siapa (berhala banget).
Saat pandemi orang butuh hiburan instan yang mampu mengatrol mood secara instan. Wong saya yang tadinya menganggap tik tok alay, sekarang sebelum tidur selalu asik menswap sambil menikmati video pendek.


Instagram Goyah
Blogger jaman now memang harus adaptif dan mampu multitasking karena tuntutan pasar. Blogger wajib aktif di media sosial dan mampu membut video/foto bagus, tak mengherankan sekarang saya lebih suka disebut konten kreator. Karena semua (menulis, membuat video, mengambil foto) membuat konten toh?
Serbuan blogger di dunia media sosial membuat dunia konten mengkonten makin ramai. Meski tak serupawan selebgram dan memiliki follower banyak. Kemampuan literasi blogger mengolah kata jelas nilai lebih. Caption tak hanya kata mutiara yang kadang tak nyambung dengan foto.
Pemilik produk lebih banyak pilihan influencer, konon lebih berfaedah menghire banyak mikro influencer dibanding mega influencer yang followernya beli.
Bagi beberapa influencer, instagram tak semanis dulu. Teman saya seorang influencer yang hidupnya mengandalkan foto indah, sempat berbulan bulan tak dapat endorse, akhirnya harus bekerja di kafe untuk menyambung hidup.
Berbeda lagi dengan influencer yang baru naik daun. Namanya meroket karena feed ignya rapih dan cantik dipenuhi foto cantik eksotis berbagai tempat di Indonesia. Setelah sebelumnya bekerja di perusahaan elektronik, ia pun bulat resign untuk fokus menata karir sebegai selebgram. Tapi siapa yang bisa menebak pandemi datang.


Karena tak mampu memberi asupan bergizi foto terbaru di laman ig, ia pun undur diri. Menuliskan salam perpisahan kepada penggemar bahwa ia menutup akun ig-nya karena tak mampu lagi. Sungguhlah sayang dengan bakatnya, rasanya tak ada salahnnya jika kita meninggalkan dunia maya sejenak lalu melanjutkan hidup di dunia nyata. Jika esok dunia nyata lebih baik, kita kembali bermain di dunia maya.
Blogger Undur Diri
Beberapa hari lalu saya membaca pengunduran diri tertulis dari blogger yang katanya telah banyak mendapat “sesuatu” dari ngeblog.
Ya saya tahu dunia blog tidak semanis dulu tapi apakah harus benar benar berhenti ngeblog. Banyak lho yang bisa dibagikan dari blog kamu yang mungkin hanya curhatan.
Ada yang bilang lebih enak bikin portal berita ala ala daripada ngeblog. Soal berita di portal berita bisa ambil dari media lain atau menggunakan software auto sedot tulisan orang. Lumayan adsense.
Saya juga mengalami kejenuhan ngeblog tapi tidak dengan menulis. Karena sesungguhnya kemampuan literasi dan menulis tetap dibutuhkan, apalagi jika ingin menjadi konten kreator. Waktu itu saya hiatus sejenak dan mencoba mencari bentuk keseruan lain menulis, belajar menulis fiksi dan skenario film.
Saya sadar mengapa saya lelah menulis. Akhir akhir ini saya menulis untuk memenuhi kebutuhan orang lain seperti job blog dan lainnya. Padahal awalnya menulis untuk healing , setelah bekerja seharian menulis menjadi sesuatu yang menyenangkan. Begitu juga dengan membuat konten video atau foto. Saya akan stres jika menulis menjadi sebuah pekerjaan, tidak ada kesenangan.

Tapi apapun keputusannya, jangan menyia nyiakan bakat yang dimiliki. Kemampuan menulis, mengambil foto atau mengedit video itu anugerah. Cara terbaik menghargai bakat adalah mengembangkan dan memanfaatkannya. Jika tak ada yang menghargai karyamu jangan berkecil hati. Karena kita tak pernah tahu kapan rejeki datang. Jika kamu berhenti artinya menutup kesempatan.
Abaikan saja kata kata netizen, karena mereka tak paham proses. Mereka akan menyanjung dan memuja ketika melihat hasil akhir.
Ujian memang selalu ada tapi jangan sampai mengendurkan semangat untuk belajar dan berkarya. Ini bukan tentang ambisi tapi hidup harusnya terus menerus bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Ketika tak mampu mengejar dunia maya, mengapa harus undur diri. Dunia maya tak senyata itu, kadang ia tak peduli kamu ada. Jadi tetaplah berkarya.
siapa yg pamit dari kancah blogging Kak?
😦
SukaSuka
ada tiga bulan lalu pamitan di fb
SukaSuka