Curahan, ibu

Ketika Ibu…

Saya selalu bermimpi tentang perpisahan. Ketika takdir manggaris takdir untuk memutus waktu. Tak ada cinta, tak ada hasrat, hanya rasa rindu yang membuat dada sesak. Cepat atau lambat kita semua akan mengalaminya. Entah itu aku dulu, atau kamu dulu. Bersiap adalah usaha terbaik sebelum iklas.

Shibuya, 20 Mei 2023

Di antara gemerlap billboard dan lampu, saya hanya bisa menarawang jauh, memikirkan kata yang diucapkan Mbak Dian, “Dik pulang dari Jepang, kamu harus pulang ke Lampung. Aku nggak bisa ngomongnya sendiri ke ibu, apalagi bapak.”

Aku dan Mbak Dian tak menyangka akan menghadapi kenyataan seberat ini. Ibu divonis kanker paru stadium 4. Tak ada sedikit pun gejala yang merujuk penyakit paru. Awalnya dokter mendiagnosa infeksi kemih lalu ditemukan miom di rahim ibu. Agak tak lazim untuk perempuan yang sudah berpuluh tahun menopause. Operasi pengangkatan miom tak mungkin bagi ibu penderita diabetes yang sudah sepuh. Pilihannya dengan pengobatan atau kimia, tapi konon sel ini terlalu “nakal” untuk ukuran tumor. Setelah dihantam berkali-kali dengan obat, ia tak surut, membuat fisik ibu sudah drop berkali-kali hingga bobot badannya turun 16 kg.

Akihabara, 21 Mei 2023

Akhir musim semi di Jepang mengantarkan saya pemandangan gemilang negeri matahari terbit. Jalan lengang Akihabara dengan langit kebiruan membuat senyum saya mengembang, apalagai sempat keluar masuk toko “mainan nakal”. Meski tak membeli “sesuatu” apalagi mengambil foto paling tidak menuntaskan rasa penasaran. Saya memilih duduk di sisi trotoar yang sibuk berbelanja menjelajah toko di sepanjang jalan.

Tiba-tiba telepon berdering, hati saya langsung ringan mendengar suaranya yang renyah. ” Lagi dimana Dek”, ibu menyapa penuh riang.

“Akihabara tempat gundam”, jawab saya gugup. Mendengar suaranya yang renyah bagai gadis remaja (padahal ini nenek nenek lho) tak pernah menyangka beliau sakit keras. Hampir tujuh bulan tak keluar kamar, ibu memang tak seenergik dulu. Waktunya dihabiskan untuk mengurus hewan peliharaan dan tanaman di kebun samping. Sesekali duduk di teras rumah untuk mengobrol dengan kucing-kucingnya

“Gimana Jepang”, tanya ibu seru.

“Hmmm. Seru!”, jawabku tak kalah dengan ibu.

“Sudah kemana aja”, tanya ibu antusias. Percakapan seru pun berlanjut hingga dua jam lebih. Suaranya tak seperti orang sakit, tak ada tarikan napas sesak atau batuk. Mengobrol dengan beliau adalah yang menyenangkan, tak ada roaming atau gagal paham. Nenek yang satu ini mainannya google dan youtube, ada istilah yang tak paham akan diulik habis. Saat menutup telepon, ada perasaan lega apalagi mendengar suaranya yang renyah.

Natar, 3 Juni 2023

Aku, Mbak Dian duduk di hadapan ibu, sengaja kami menunggu bapak pergi membeli dedak ayam. Aku menarik napas dalam lalu Mbak Dian melirikku.
“Bu, ada yang harus kami bicarakan”, suaraku bergetar.
“Apa tanya ibu.”
“Bu ternyata ada yang lebih berat dari diagnosa sebelumnya”, Mbak Dian membuka pembicaraan.
“Itu ternyata kanker paru”, aku meneruskan.
“Tapi belum pasti… harus di CT Scan dulu untuk pasti”, Mbak Dian menimpali menunggu reaksi ibu.
Raut muka ibu tetap tenang.”Oh ya pantes kemarin sinseh bilang , ini selnya nakal banget. Dihantam dua kali nggak rontok”. Aku dan Mbak saling berpandangan.
“Terus bapak…”
“Nggak usah kasih tahu… Nanti kepikiran”, ibu berkata.
“Tapi janji ya bu kita ikhtiar. CT Scan dulu”, rayuku.
Ibu mengangguk pelan. “Tapi nanti-nanti ya, aku capek. Ini pulang dari rumah sakit langsung drop.”
” Ya udah fisik dipulihin nanti kita ke dokter lagi”, jawabku.
“Ini mau CT Scan, katanya aku harus berhenti insulin. Kira-kira dokter kasih nggak ya?”
“Konsul aja dulu”, mbak Dian menguatkan.

“Iklasnya beda lho bu kalau ada ikhtiar”, kami bertiga kompak diam ketika bapak masuk kamar.

Natar, 4 Juni 2023

Ibu tak banyak kata ketika aku berpamitan mengejar travel Palembang. Dia hanya minta dipeluk lalu berkata, ” Dik sholat ya…” Seumur hidup aku tak pernah melihat ibu selemah ini. Setelah 4 hari mendampinginya tiba-tiba fisiknya drop lagi. Ada perasaan sesal tak bisa mendampinginya saat sakit.

Natar, 9 Juni 2023

Untuk kesekian kalinya ibu masuk rumah sakit. Kali ini bukan karena kondisi fisiknya yang drop tapi serangan sesak nafas datang. Beliau harus dibantu oksigen agar bisa bernafas. Setelah berkonsultasi dengan dokter, hari itu ibu menjalani CT Scan. Bapak belum tahu apa yang sebetulnya terjadi, ia tetap setia menemani ibu. Tapi sejujurnya Mbak Dian was was, dokter bertemu dengan bapak dan menceritakan semuanya. Hari itu perasaanku buram, rasanya ingin pulang ke Lampung.

Natar , 10 Juni 2023

Pukul 9 malam Mbak Dian bertemu dokter penyakit dalam, usianya masih belia sekitar 30-an. Ia menjelaskan hasi CT Scan, positif kanker paru stadium 4B. Kedua paru ibu dipenuhi sel kanker. Bijak sang dokter mengatakan kemungkinan sembuh dam mujikzat selalu ada. Tapi langkah pertama yang harus diambil adalah biopsi untuk mengetahui sel kanker lebih seksama untuk menentukan pengobatan. Ia juga menguatkan jika dalam beberapa bulan ke depan ada perubahan kondisi drastis dan fase yang lebih parah.

Lampung – Batam, 10 Juni 2023

Tak kuat menahan rasa sedih, dini hari Mbak Dian menelepon, ia tumpahkan semua rasa dan kisah yang ia pendam berjam-jam. Ya tangis itu sudah dituntaskan sebelum menelepon karena ia yakin tak ada waktu menangis. Kami harus kuat dan berpikir logis.

“Dek aku cerita ya dengan Ibu” Mbak Dian membuka percakapan
“Pagi ini aku mau ke rumah sakit dan menuntunnya sholat taubat”
“Ikhtiar tetap tapi ibu harus belajar melepaskan segalanya. Belajar iklas, memohon ampun dan meminta maaf “. Aku masih terdiam, tidak tahu mau berkata apa.
“Bapak gimana”, tanyaku.
“Nanti pelan-pelan berit tahu bapak.”

Batam, 11 Juni 2023

Saya langsung pergi ke bandara ketika mendapat kabar ibu mendapat serangan dan kehilangan kesadaran. Mbak Dianberkata bahawa 4 fase serangan yang dikatakan dokter datang sekaligus, padahal harusnya dalam hitungan bulan. Pagi itu ibu minta sarapan ditemani Bapak, mereka sempat makan bersama dan saling menyuapi. Tapi siang harinya semua berubah 180 derajat. Bapak tak bertanya tapi dari tatapannya ia bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Pelan-pelan Mbak Dian bercerita tentang kondisi ibu kepada bapak. Beliau terdiam lalu memangis. Aku tahu hatinya pasti sedih dan mungkin saja marah.

“Aku iklas…”, ujar Bapak. Ia tak banyak berkata, hanya memohon yang terbaik kepada Allah.

Hatiku makin berkecamuk melewati perjalanan Batam-Palembang-Lampung. Mbak Dian berkisah bahwa bapak sudah iklas apapun akhir kisahnya. Kita hanya bisa saling menguatkan menunggu kondisi kritis ibu usai.

Natar, 12 Juni 2023

Ibu berpulang di pukul 00:55. Air mata sudah mengering, hanya menyisakan ketegaran. Mas Gunawan, kakak iparku menjemput di lobi rumah sakit. Ia memeluku.

Tubuh ibu kupelu erat lalu berbisik, “Bu Adek datang, kita nggak bisa ngobrol lagi. Pulang ya Bu.”


Kubopong ibu ke mobil jenazah. Kurapihkan rambutnya yang memutih. Pelan kugenggam tangannya yang masih menghangat. “Bu Adek di sini. Kita pulang ya. Ibu nggak usah khawatir nanti Adek yang jaga Bapak.”

Rumah sudah ramai, kulihat bapak di pintu garasi dengan raut sendu. Saat mobil jenazah masuk ke halaman rumah dan kami menangkat ibu, bapak ambruk.


“Aku nggak bisa berdiri, aku lemas”, bapak menangis. Tangannya kugenggam kuat bahunya kupeluk erat.
“Aku harus kuat… Aku harus kuat”, batinku menjerit menahan air mata.

Berkali kali bapak ambruk tak mampu berdiri melihat jenazah ibu terbaring di ruang depan. Saat proses pemakaman tiba, bapak lebih baik. Ia bisa berjalan dan tetap berkeinginan hadir di pemakaman. Berkali-kali saya mencubit diri, rasanya seperti mimpi. Tapi ini kenyataan hidup yang akan dialami semua orang

Natar, 14 Juni 2023

Terimakasih kepada sanak saudara, tetangga dan teman-teman yang menguatkan kami sekeluarga. Bapak semakin tegar. Pria pendiam itu memang tak banyak berkata tapi beberapa malam ini sebelum tidur ia banyak berkisah tentang belahan jiwanya. Ya mungkin itu caranya untuk meredakan duka.

Pelan kubuka ponsel ibu yang sudah mati beberapa hari karena kehilangan daya. Penasaran kubuka aplikasi mesenger, siapa orang terakhir yang ia hubungi. Penasaran kubuka browser dan aplikasi youtube. Meski usianya sudah kepala tujuh, ibu tak kehilangan kemampuan literasi. Dulu surat kabar, majalah dan buku temannya sebelum tidur, kini gawai menjadi senjata pamungkasnya mencari informasi.

Dari halaman google terlihat beberapa kata kunci yang membuat mataku basah. Ternyata ia sudah tahu penyakitnya. Beberapa halaman browser menyisakan informasi pengobatan kanker, rumah sakit dan dokter nama dokter paru terbai di Lampung.

Paling membuat air mata tertahan, ia menanyakan kepada google berapa estimasi biaya nya. Beberapa hari sebelum mangkat ibu mencari suplemen untuk bapak dan memintaku untuk membelinya. Sepertinya ia sudah menyiapkan semuanya, karena seminggu sebelum berpulang, beliau memesan kasur kapuk untuk semua kamar di rumah.

Aku menangis sesungukan di kamar ibu tapi kutahan agar tak ada yang mendengar.

Batam, 10 Juli 2023

Hatiku buncah baru saja pulang dari luar kota, melewati perjalanan seru. Nanti aku mau cerita dengan ibu. Kucari ponsel di saku lalu mencari nomor kontak Mamake. Kutunggu panggilan pertama tak ada yang menjawabm berikutnya juga tak diangkat. Aku teringat sesuatu. “Bu… Adek kangen ngobrol dengan ibu.”

11 tanggapan untuk “Ketika Ibu…”

  1. Turut berdukacita yang sedalam-dalamnya om Danan. Semoga ibu husnul khatimah dan diterima di sisi-Nya Amien.

    Dan hati perempuan adalah lautan paling dalam, mampu menyembunyikan apapun dari anak-anaknya. Menyembunyikan kegundahan dari anak-anaknya agar terlihat tegar. Al fatihah.

    Suka

  2. innalilahi wa innailaihi rojiun, turut berdukacita yang sedalam-dalamnya mas Danan, tak terasa menetes air mata baca tulisan nya, kalo urusan orang tua apalagi ibu hati ini selalu rapuh.
    semoga Khusnul khatimah dan di hapuskan segala dosanya AMIN

    Suka

  3. Turur berduka dengan kepergian ibunda mas danan dan ikut merasakan kesedihannya. Pasti sulit melepas orang yang paling dicintai. semoga kita bisa mengikhlaskannya. [meri seniberjalan]

    Suka

  4. Innaliahi wa innailaji rojiun, Mas Danan,
    Turut berduka cita ya mas, saya baru saja membuat postingan tentang Ibu saya, dan setelah memposting, postingan Mas Danan menjadi suggest related post di postingan saya, maka saya pun mampir dan membaca sampai habis, air mata menetes di tiap kalimatnya, Mas.

    Sungguh Demi Allah, beruntung sekali Ibu Mas Danan, mempunyai anak yang shaleh seperti Mas Danan dan sholehah seperti Mba nya Mas Danan, doa ku semoga Almarhumah ditempatkan di tempat terbaikNya agar nanti Mas Danan sekeluarga dapat berkumpul kembali.

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar