Curahan

Haji Kocokan Dari Kantor

Saat ulang tahun 78. Mbak Dian bertanya kepada bapak, kapan Bapak mulai konsisten rajin beribadah, shalat tahajud.

Bapak berkisah, saat usia 40 tahun mendapatkan surat dari Mbah Putri di Jogja yang isinya, “Ada apa dengan dirimu, aku mendapat firasat kamu sedang tidak baik baik saja le.”

Bapak terdiam, seolah sang bunda paham apa yang terjadi. Waktu itu bapak sedang ada beberapa masalah di kantor, fitnah tapi tak kuasa membela diri.

“Jika hidupmu berat, bangunlah di sepertiga malam. Sholat lah dua rakaat, minta ampun kepada Allah dan minta tolong hidupmu dipermudah.”

Bapak terdiam, batinnya merasa tersentil . Sejak saat itu berlahan namun pasti memperbaiki hubungannya dengan Allah melalui ibadah tepat waktu dan sholat tahajud. Hingga saat ini beliau sangat rajin dan tekun beribadah, puasa senin kamis dan abi Daud tak pernah terlewat.

Sekarang aku yang menunduk malu, di usianya lebih tua darinya mulai merapikan ibadah, sholatku masih compang camping bukan hanya bolong bolong. Bapak itu tidak seperti ibu yang akan mengomel bahkan menghardik jika aku lupa sholat. Tapi memilih diam, tapi tiba tiba berkata, “Dik doakan bapak dan ibu ya nanti kalau sudah tidak ada”.

Rukun Islam Ke Lima

Meski rajin beribadah , bapak tak pernah bermimpi ke tanah suci . Baginya memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak , prioritas utama . Beliau sadar diri, gajinya belum tersisa untuk tabungan haji. Tapi apa yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak.

Yang beliau ingat, saat hari terakhir pengumpulan foto untuk pengundian naik haji, ia nyaris tak ikut. Karena tak memilik foto berwarna sebagai persyaratan . Setelah seorang rekan mengingatkan dan membantu mencetakkan, bapak ikut undian haji. Setiap tahunnya akan diberangkatkan ke tanah suci tanpa mengantri.

Takut Salah

Bapak itu pekerja keras dan jujur. Saat muda ia bisa pergi berbulan bulan ke hutan atau perkebunan dengan menjadi tim survei, pembuat peta. Karirnya tak moncer karena tak pernah mau diajak “bermain-main” oleh siapapun, bahkan atasan. Pilihan memegang prinsip kejujuran dan melawan arus terkadang tak mudah. Tapi semuanya memang berawal dari rumah. Ibu yang selalu bertanya jika diberi uang lebih oleh bapak,” ini duit apa, halal atau tidak?”

“Rejeki itu tak perlu besar tapi berkah , insyaAllah buat apa saja cukup”, ibu menuturkan prinsip hidupnya yang sederhana.

Siang itu bapak dipanggil atasannya langsung, lalu ia berkata, “pak Imam ditunggu direktur di ruang meeting utama.”

“Ada apa pak?”

“Entahlah, saya juga baru tahu.”

Bapak berjalan menyusuri lorong panjang, pikirannya berkecamuk. Untuk apa direktur memanggil karyawan kecil seperti dirinya . Apakah ini berkaitan dengan penolakan bertahun tahun lalu untuk berkolusi yang membuatnya dibenci oleh atasan dan fakta diputarbalikkan. Ya salahnya bapak memang tak pernah memberikan pembelaan hingga berganti atasan.

Bapak mengetuk pintu ruang meeting.

“Silakan masuk Pak Imam”, suara wanita menyambut . Bapak berjalan berlahan ke dalam dan ia tak pernah menyangka bahwa di dalam ruangan hadir seluruh direktur dan dewan komisaris.

“Saya salah apa?”, bapak terdiam tiba tiba satu per satu yang hadir menyalami.

“Selamat pak…” Bapak masih kebingungan.

“Pak Imam. Tahun ini bapak berangkat haji. Bapak dapat undian haji”.

Bapak terdiam tak percaya, tak kuasa air mata menetes. Rasanya seperti mimpi tapi ini kenyataan.

“Masya Allah… “ ucap bapak lirih. Ternyata inilah firasat mimpinya beberapa minggu yang lalu. Beberapa malam bapak memimpikan tubuhnya diangkat ribuan burung menaiki anak tangga. Beliau sempat berpikir apakah ini firasat akan naik pangkat ? Ternyata Allah memberikan hadiah jauh lebih besar, mengundang bapak ke rumahNya.

Tua Tak Memberi Contoh

Bukan bapak namanya kalau mengutamakan pekerjaan di atas segalanya. Usai mendapatkan kabar “durian runtuh”, beliau memilih bekerja ketimbang mengabarkan ke rumah.

“Pak Imam pulang. Kabarkan berita gembira ini ke keluarga sekarang”, atasan bapak berkata sembari menutup laptop bapak.

“Sekarang?”

“Iya. Jangan sampai orang rumah tahu kabar ini dari orang lain.”

Bapak bergegas pulang, hatinya buncah tak karuan. Memang jarak rumah dan kantor tak jauh, bisa ditempuh berjalan kaki.

Melihat bapak yang muncul di rumah saat jam kerja , ibu langsung berkomentar, “sudah tua kok nggak kasih contoh yang muda, jam segini kabur pulang.”

Bapak tak berkata banyak , ia langsung memeluk ibu lalu air matanya tumpah, “bu alhamdulilah . Tahun ini aku ke tanah suci.”

Ibu terdiam mencoba memahami yang terjadi.

“Iya , aku dapat undian haji.”

Bapak dan Ibu bersujud di lantai dapur. Keduanya tak pernah menyangka hadiah dari Allah .

2 tanggapan untuk “Haji Kocokan Dari Kantor”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar