Jambi, Travelling

Farewell Trip – Perjalanan Sederhana Alam Sakti

pergi tampak muka, pulang tampak punggung
Atap Sumatra – Gunung Kerinci
  • Datang tampak muka, pulang tampak punggung. Saatnya berpamitan kepada ranah Jambi yang telah memberikan banyak inspirasi  selama 4 tahun.
  • Berbekal keyakinan hati dan rasa sepi memulai perjalanan  menyambangi nagari tak dikenal. Setapak demi setapak perjalanan melahirkan kisah , mengenalkan pada sahabat yang kini menjadi kerabat.
  • Garisan takdir menuntun kisah  baru di tempat lain.  Selamat tinggal  Jambi…

***

Jalan-jalan kali ini farewell-trip. Perpisahan dengan propinsi Jambi dan  bisa jadi menjadi akhir cerita travelling.  Mulai bulan depan pindah ke Batam dengan pola kerja office hour 5-2. Jadi tidak ada lagi libur seminggu setelah dua minggu kerja atau long trip dua minggu penuh (off duty+cuti). Berat banget…

Tapi sudahlah kita lupakan, sekarang saatnya bersenang-senang.

Mumpung long weekend gue ngajakin Isna sohib asal Bangko (tanpa “k”) ke Kerinci. Itinerary-nya sih masih blank, kita ga ada rencana detail, hanya Kincai.  Ternyata Isna punya misi lain , dia ingin memperkenalkan travelling (baca ngeracun) empat juniornya , Alan , Ega , Jerry dan Mahdi.

Berangkatlah 6 cowok keren mirip boyband ke Alam Sakti Kerinci. Karena hanya berkapastitas 7 orang mobil kita carter, bayar lebih ga apa-apa deh asal nyaman. Tapi  kenyataannya di tengah jalan supir naikin penumpang dengan alasan kasihan. Dalam guyuran gerimis mengundang sepi (tsahhh) mobil melaju kencang dengan dentuman musik ajeb-ajeb dangdut koplo.

Isna berinisiatif minta ganti  lagu Kerinci yang lebih soft dan melow, namun pada kenyataannya speaker  bersuara sember bikin kita ga bisa tidur, ditambah lagi jalan berliku kombinasi ajrot-ajrotan , bikin mules :D.

Setelah 6 jam , akhirnya 6 cowok keceh  sampai di Kerinci. Kita ngemper di kantor KPP Sungai Penuh 6 jam saja sebelum hikking ke bukit Sentiong.

Bukit Sentiong , Sungai Penuh - Jambi
Bukit Sentiong , Sungai Penuh – Jambi

Tak  butuh waktu lama sampai ke Bukit Sentiong, ada juga yang menyebutnya Arga Selebar Daun. Meski hanya dikenal oleh wisatawan lokal, destinasi ini cukup indah. Tanah lapang di bukit tinggi berhiaskan pohon-pohon pinus raksasa. Dari sini terlihat panorama kota sungai penuh, areal persawahan sampai bukit dan gunung Kerinci.

dari bukit Sentiong terlihat bukit digerus habis
dari bukit Sentiong terlihat bukit digerus habis

Di sisi lain bukit Sentiong terlihat bukit-bukit terbelah, tanah dan batunya dikeruk tanpa henti. Hari ini separuh bukit terpancung, esok atau lusa benar-benar akan menghilang. Ah manusia , kamu terlalu serakah…

Masjid Tua Pondok Tinggi Sungai Penuh
Masjid Agung  Pondok Tinggi Sungai Penuh

Berhubung hari Jum’at rencana menuju Danau Kerinci ditunda. Kita sholat dulu di masjid tertua kota Sungai Penuh. Masjid Agung Pondok Tinggi yang dibangun tahun 1874. Menilik arsitektur limas bertingkat  mirip masjid  Demak tapi ornamen hiasan dan warnanya dipengaruhi unsur Melayu.

interior masjid Agung Pondok Tinggi
interior masjid Agung Pondok Tinggi

Interiornya  unik membuat saya terkagum , maklum masjid ini tidak dibuka 24 jam, hanya saat tertentu. Tiang-tiang besar berwarna kuning ornamen sulur dan bunga menjulang tinggi menopang atap saling bertautan. Dinding bangunan dipenuhi hiasan kotak warna-warni. Seandainya boleh pasti saya sudah bermalam di sini 😀 . Ngemper…

Manusia boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan. Usai sholat jumat hujan deras mengguyur Sungai Penuh, rencana makan di siang pinggir danau berganti dengan delivery Sate Amir yang tak kalah maknyus. Akhirnya destinasi berikutnya berubah menjadi  Air Terjun Telun Berasap di Letter W.

Satu setengah jam kemudian… Berteduh  di warung dekat gang Air Terjun Telun Berasap, terjebak hujan deras.

Satu Jam kemudian… Makan gorengan dan minum di tempat yang sama, masih terjebak hujan deras.

Satu Jam kemudian… Bengong, gorengan dan minuman sudah habis.

Sore mulai menyambangi… Hujan bikin galau.

makan gorengan sambil nunggu hujan reda
makan gorengan sambil menunggu hujan reda

“Bro malam ini kita ngemper di surau,  semua penginapan di Kayu Aro penuh dan Pelompek penuh. Gegara long weekend banyak rombongan pendaki.”

Beruntung penduduk di dusun Telun Berasap mengijinkan, malah ada warga yang menawarkan tumpangan di rumahnya. Tapi kita pilih masjid , maklum anak Saleh.

surau tempat bermalam
surau tempat bermalam

“Bro di sini orangnya tajir ya… wudhu aja pake air es, mandi juga dan nyuci juga. Cuma minum teh panas yang ga pake air es.”  Menghibur diri dan teman-teman. Tapi tetap semua hening, kebayang dinginnya tidur berlapiskan selembar karpet.

 gunung Kerinci panorama di belakang surau
gunung Kerinci panorama di belakang surau

 

Pertolongan Tuhan datang, beberapa warga meminjamkan selimut, ember , gayung dan lilin. Eh kalo lilin dikasih dink, kalo dipinjemin gimana balikinnya.

“Aneh ga sih kita dipinjemin ember dengan lilin. Bukan berarti disuruh ngepet kan malam ini?.” Anak-anak tetap hening.

Tetiba. “Brakkkk.” Disambit sendal dan gantian gue yang hening alias ngiyem.

***

air Terjun Telun Berasap
air Terjun Telun Berasap

Pagi ini berlarian menuju air terjun, meski kabut samar menaungi puncak Gunung Tujuh dan Kerinci. Keindahan Alam Sakti Kerinci tak perlu disangsikan lagi.

“Sarapan dulu atau ke Kayu Aro dulu?”

“Sarapan donk….” Oke abaikan mobil ngetem di depan.

perbatasan Kerinci dan Solok Selatan , ngesot dikit sampe Sumbar nih
perbatasan Kerinci dan Solok Selatan , ngesot dikit sampe Sumbar nih

Tiga puluh menit kemudian… Selesai sarapan dan angkutan umum belum lewat lagi.

Tiga puluh menit kemudian… Tetep belum lewat. Jalan kaki ke perbatasan Kerinci dan Solok Selatan berjarak 100 meter dari warung.

Tiga puluh menit kemudian… “Woy kalo ga ada angkot ke Kayu Aro kita lanjut ke Padang aja yuk!”.

“Brakkk” Tetiba sendal melayang  tanda tak setuju.

Tiga puluh menit kemudian… Isna godain supir mobil penjual tahu dan  dapat tumpangan ke Kayu Aro. Horeee…

 

wajah-wajah ceria numpang mobil tahu
wajah-wajah ceria numpang mobil penjual  tahu

Di persimpangan desa Jernih Jaya mobil tahu berganti mobil pengangkut kentang dan bonusnya perjalanan panjang. Ternyata si Mas supir ke rumah temannya dulu sebelum ke Kayu Aro . Diajak blusukan Kerinci anak-anak senang banget apalagi ini pengalaman mereka numpang.

untung dapat tumpangan lagi :D, foto dulu di Simpang Jernih Jaya
untung dapat tumpangan lagi :D, foto dulu di Simpang Jernih Jaya

Simpang macan, ikon Kayo Aro yang tak terlupakan, terutama pendaki gunung Kerinci. Untuk sampai ke atap Sumatra harus melewati titik  ini. So… berfoto dulu  di sini biar disangka pendaki :D.  Padahal pendaki hatimu…

mejeng di tugu macan
mejeng di tugu macan
berpose ala boyband dengan panorama kebun teh dan gunung Kerinci
berpose ala boyband dengan panorama kebun teh dan gunung Kerinci

Maunya sih kembali ke Sungai Penuh ngompreng mobil sayur lagi tapi karena mengejar waktu menuju Danau Kerinci naik angkutan umum. Jujur enakan naik mobil bak terbuka dibandingkan angkutan umum berjejalan.

pilih numpang bak terbuka atau naik angkot kaya gini?
pilih numpang bak terbuka atau naik angkot kaya gini?

Sesampai di Sungai Penuh ternyata tidak mudah mencari angkutan umum menuju danau. Kalau carter ada sih tapi kitakan maunya angkot atau omprengan :D. Oke sembari menunggu angkot bagaimana kalau makan siang dulu di rumah makan Tuah Sepakat menikmati dendeng batokok yang menohok indra pengecap.

“Daripada carter ke danau kenapa ga sekalian aja pulang ke Bangko. Nanti travelnya kita minta singgah sejenak di danau.” Ide brilian Isna muncul setelah menghabiskan sepiring nasi lauk dendeng batokok dan segelas teh telur.

asyik mejeng juga di tepi danau Kerinci
danau Kerinci menjadi destinasi terakhir

Misi terkahirpun sukses, berfoto  ceria di tepi danau. Meski selesai rasanya perjalanan ini belum tuntas. Ah itu mungkin rasa takut kehilangan dan berpisah. Berjam-jam saya menikmati perjalanan pulang . Kabut tipis menerawang di gunung Raya dan rimba Taman Nasional Kerinci Seblat.

Mobil berhenti sejenak di rumah makan Unchu Hamid, samar terdengar arus deras sungai Batang Merangin. Saya melongok ke belakang bangunan dari jendela kecil. Terlihat pemandangan yang membuat galau.

“Ingin rafting di sana…”  Batin menjerit lalu diredakan oleh segelas kopi panas. “Slurppppp…”

 

Selesai

***

 

 foto panorama diambil dengan kamera SONY DSC-TX10

 

 

 

29 tanggapan untuk “Farewell Trip – Perjalanan Sederhana Alam Sakti”

      1. Kalau ke Jayapura main aja deh maunya.. Jangan mutasi. Mahal soalnya kalau mau mudik. Andai murah mah siap2 aja mutasi ke sana. Batam gak ada langsung ke Aceh. Transit Medan.

        Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar