Ada yang bilang kopi itu sahabat penulis. Bersama seduhan air panas menghamburkan kafein ke tengorokan , darah , syaraf lalu otak. Mencairkan ide membeku dan membuat karya mengalir lancar . Itulah mengapa saya mencintai kopi, meski bukan penulis (hanya blogger). Namun saya tak ingin terlarut dalam filosofi (kopi) yang kadang sulit dipahami. Ya… saya memang orang awam yang tidak terlalu mengerti kopi. Hanya penikmat rasa manis kopi instant.
***
Perjalanan ke Takengon kali ini kembali mendekatkan diri pada emas hitam yang mampu membuat bangsa Eropa berlayar jutaan kilometer menuju tanah Gayo. Rasanya jarak saya dan kopi hanya sejengkal, aroma bunga dan buahnya terasa begitu dekat. Bagai hati dan cinta. Apakah benar-benar jiwa ini mencintai kopi, bukan sekedar romantisme sesaat.
Yuni , rekan asal Takengon memberikan kejutan kecil hari ini. Tanpa rencana, wanita berdarah Gayo-Jawa mengajak kami mengunjungi pabrik kopi di kampung Mongal , Bebesen. Idenya muncul begitu saja sepulang dari Ceruk Ujung Karang.

Sesampi di kampung Mongal , memasuki pabrik Oro Coffe Gayo. Menilik bangunannya lebih mirip gudang dengan tanah lapang. Biji kopi dihamparkan di lantai semen bermandikan sinar matahari . Beberapa pria terlihat sibuk meratakan lalu membalik gundukan biji berwarna hijau terang.
Biji Kelas Tiga
Ada tiga bangunan utama. Bangunan besar di sisi kanan merupakan gudang penyimpanan. Tempat karung-karung besar berjajar . Satu per satu kopi dalam karung dimasukan ke ayakan mesin yang digerakan oleh motor. Kisi-kisinya memisahkan bulir tak sempurna. Biji kopi pecah dan kulit ari kering secara otomatis terkumpul masuk ke saluran khusus. Ini bukan limbah tak terpakai karena nantinya akan diolah menjadi kopi instant untuk pasar lokal.
“Jadi … kopi yang biasa saya minum selama ini bukan biji kopi terbaik tapi sisa sortir .” Rasanya tak percaya kopi yang biasa dinikmati sebagian besar orang Indonesia , biji kelas tiga. Padahal negeri kita penghasil kopi terbsesar ketiga setelah Brazil dan Kolombia.
“Ya begitulah kira-kira.” Seorang operator mesin menjawab sambil tesenyum masam membuat hati ini makin kecut.
“Apakah rasa biji kopi bulat sempurna lebih enak dibandingkan remah-remah ini?”
“Silakan saja dibandingkan di dalam…” Tangan lelaki menunjuk bangunan dua lantai di luar, kantor Oro Gayo Coffe.
Rasa semakin penasaran menikmati biji-biji kopi terbaik Gayo yang konon hanya dinikmati oleh pecinta kopi mancanegara. Kalaupun kita ingin menikmatinya harus ke luar negeri atau duduk di kafe berlabel asing. Ironis ya?

Pemilah Biji Kopi
Jika bangunan pertama didominasi kaum pria, bangunan kedua hampir semuanya wanita. Mereka duduk mengelilingi meja panjang.
Biji kopi yang tidak memenuhi standar kembali disortir secara manual. Jari jemari lincah bergerak memilah kopi berdasarkan bentuknya. Sedikit saja ada cacat , biji kopi langsung dipisahkan. Dan lagi-lagi hanya dijual untuk pasar lokal bukan untuk ekspor.

Gericik biji kopi menggelinding terdengar di antara obrolan santai para wanita dan tawa anak kecil. Meski bekerja para wanita tetap bisa mengawasi anak-anak mereka , bermain di sekitar pabrik . Anak-anak pun tak kalah sibuk , sambil bermain mereka belajar menghitung jumlah biji kopi yang berhamburan di atas meja.
Buaian sarung tergantung di teralis jendela , ujungnya terkait pegas bergerak pelan mengantar batita ke dalam mimpi . Suara gaduh tak mengganggu tidurnya. Saya mengintip ke dalamnya.
“Wah nyenyak sekali tidurnya kakak. Apakah ini aman…?”
“Tidak apa-apa … sudah biasa.” Wanita berambut panjang menjawab tangannya tetap sibuk bergulat dengan biji kopi
Pemandangan ini mengingatkan saya akan jutaan pekerjaan wanita di negeri ini. Alangkah beruntungya wanita-wanita ini. Mereka tetap bisa bekerja menghasilkan pendapatan keluarga sekaligus mengawasi sang buah hati. Tak banyak pekerjaan yang memberikan keleluasaan ini.
Seorang wanita berujar , pekerjaan ini salah satu cara untuk bersantai dan meredakan ketegangan. Usai mengerjakan tugas rumah tangga , mereka berkumpul saling berbagi cerita dan informasi di pabrik. Aih dasar ibu-ibu selalu ada alasan bergosip.
Aneka Kopi
Mata Lisa – rekan asal Medan – tak berkedip menyaksikan deretan toples besar berisi biji-biji kopi. Bukan jumlahnya yang membuatnya terkagum tapi nama-nama yang tertulis di toples. Salah satu tertulis Syauta Bland , dengan keterangan “campuran berbagai tipe kopi , menghasilkan rasa yang komplek, woody & floral”.

Ada juga kopi luwak dengan keterangan : “sweet caramel, fruity orange, fine apple like”. Seorang petugas menjelaskan kopi di dalam toples ini merupakan contoh. Untuk meyakinkan pembeli biasanya biji kopi luwak yang diperdagangkan masih dalam bentuk gumpalan kotoran luwak. Ah saya jadi kehilangan selera setelah melihat “bentuk asli” kopi luwak.
Yang membuat saya makin terkagum tertulis juga kopi dari seluruh nusantara seperti Toraja, Flores dan Lampung. Duh bangganya kopi tanah kelahiran saya ada di sini *narsis mode on*.
“Jadi mau dibikinin kopi apa Mas”.
Tanpa ragu saya menunjuk kopi Longberry. Pada bagian toples tertulis “chocolate, bakers, smoky. Kopi exclusive untuk para roaster Jepang”. Beberapa genggam biji kopi dimasukan ke dalam roaster. Suara desingan motor berpendar bersama aroma kopi. Tanpa menunggu lama biji kopi pilihan menjadi minuman nikmat memikat.
Cara Terbaik Menikmati Kopi Terbaik
Ritual minum kopi pun dimulai. Kami duduk mengelilingi meja segi empat. Kopi panas baru saja dituang, uapnya mengepul dari cangkir-cangkir kecil berwarna putih. Sebelum meminumnya dengan hikmad cecap aromanya dalam-dalam memenuhi rongga mulut dan hidung. Tanpa meminumnya rasa kopi menari-nari di imajinasi begitu menggoda. Pelan-pelan nikmati sruput kopi sambil memejamkan mata. Sensasi kedua ini jelas menuntaskan imajinasi. Tanpa gula , rasa pahit mengantar ke cita rasa tertinggi. Biarkan rasa dan aroma kembali mengalir…. Terakhir, tuntaskan dengan sejumput gula kelapa.

Konon inilah cara menikmati kopi terbaik. Sungguh berbeda dengan cara saya. Masuk ke dalam kafe , memilih tempat paling strategis, membuka gadget lalu menikmati kopi sedikit demi sedikit. Sayang kalau terlalu cepat, download-an belum kelar 😀 . Tidak ketinggalan foto selfie lalu diunggah ke instagram sebagai bukti minum kopi mahal di s*******s.
Bagaimana dengan cara ngopi kamu?
Saya pikir harga kopi kualitas ekspor ini mahal, ternyata cukup terjangkau. Harga kopi bubuk arabika kualitas nomor satu berat 250 gram setara dengan tiga cangkir kopi di kafe waralaba asal Paman Sam. Memang sih ini tanpa wifi dan gengsi nongkrong di kafe. Tapi paling tidak bisa merasakan cinta yang tulus dari secangkir kopi. *peluk cangkir*
Untuk melengkapi ilustrasi cerita, silakan nikmati video amatir di bawah.
#KopiIndonesiaKeren
Mendukung Pencanangan Hari Kopi Internasional di Indonesia, sebagai negara penghasil kopi terbaik. Kami Travel Blogger Indonesia, menghadirkan kopi nusantara dalam beragam kisah. Simak aroma dan pahitnya kopi melalui jejak kata di sini:
- Danan | Kisah Kopi Gayo , Bukan Filosofi
- Sutikno | Nikmatnya Kopi Kong Djie di Belitung
- Shabrina | Fill your weekend by learning coffee cupping at Kopikina, Jakarta
- Adlien | Kisah segelas kopi susu di kedai kopi | http://www.adlienerz.com/2015/02/kisah-segelas-kopi-susu-di-kedai-kopi.html
- Efenerr | Secangkir Kopi Latief Yusuf
- Liza Fathia | Dari Kopi Tangse Sampai Kopi Sulthan
- Olyvia Bendon | Dapur Kopi Santa
- Vika | Cerita Secangkir Kopi Dalam Sepotong Rindu
Wah saya aja yang orang Takengon belum pernah kemari mas, hehehe…
Terima kasih sudah sudi mampir ke kota kami 😀
SukaSuka
salam kenal chici…. iya nih ga sengaja blusukan ke pabrik kopi yg ternyata keren…. Takengon itu salah satu kota paling keren di Indonesia, selalu pengen bisa kesana tiap tahun…
SukaSuka
Mas Danan ini banyak nulis objek berbagai daerah dan berbagai topik ya, komplit pula infonya $uka baca apalagi posting an kulinernya banyak sekali
SukaSuka
terimakasih siti , sudah mampir di blog aku… iya nih ketahuan hobi makan ya 😀
SukaSuka
terimakasih siti , sudah mampir di blog aku… iya nih ketahuan hobi makan ya 😀
SukaSuka
itu yang di toples, kotoran luwak?
SukaSuka
iya kotoran luwak tapi isinya biji kopi… makanya pas ditawarin kopi luwak nolak 😀
SukaSuka
Ewww. Tapi harganya selangit yak. Hihi
SukaSuka
kalo luwak iya mahal tapi kalo kopi biasa terjangkaulah
SukaSuka
Danan, kantor si matt punya program kopi tour sampe ke takengon juga. Kayaknya ide wisata ke kebun2 kopi n pabriknya lg trend ya skr
SukaSuka
Aku juga baru tahu kalau ada jalan jalan kopi kaya gini, jadi paket wisata keren juga ya…
SukaSuka
Keren banget Nan. Yg dr ktr si matt sih mostly org2 yg bisniss kopi jd bayarannya juga gede hehe dan mrk cuman mau ke yg organic aja
SukaSuka
aku juga baru tahu ternyata ada kopi organic, ga pake pupuk buatan… jelas lebih sehat
SukaSuka
Kakak … aku bukan penulis dan bukan blogger jadi mmg pantas tak suka kopi. Apapun kopi nya gw kurang bisa menikmati rasa nya hehehe
SukaSuka
Kamu itu pelancong kk yg dibutuhkan kasih sayang dan susu eaaaa
SukaSuka
komplit ih ceritanya.. jadi iriii tingkat dewa!
suamiku, diaksi kopi jenis apa aja, harga berapa aja, jawabannya 1, enak! hahaha…
SukaSuka
hayuh blusukan ke pabrik kopi…..
SukaSuka
Bukan penikmat kopi, paling minum kopi cuma tiga kali setahun. cara ngopinya biasa sih mas, gak pake peluk cangkir 🙂
SukaSuka
dulu aku kecanduan kopi krn bapak ngopi , ya udah semua minum kopi dan kopinya sempet digiling sendiri, tapi belakangan mngurangi soalnya susah m ga ngopi suka pusing
SukaSuka
Kok nggak ada tukang kopi khas Acehnya Mas?
SukaSuka
ngga ada , eh ga ke foto .. soalnya bikin kopinya kaya di lab bukan dapur
SukaSuka
Ironis yah…kita penghasil kopi sendiri cuma disuapi biji kelas tiga…
Takengon masuk list *noted* 🙂
SukaSuka
takengon rekomen banget…
SukaSuka
Assallamualaikum…. mas Danan, terima kasih udah cobain kopi daerah aku ya,,,, kalau ada wktu maen lagi ke daerah aku, kita bs cerita banyak lho soal kopi,,,, salam hangat pemuda gayo,,,,
chayo,,,, mas Danan
SukaSuka
Wah terimakasih sekali, aku ga bakal bosan maen ke gayo… Alam dan budayanya luar biasa. Doakan ada waktu dan rejeki kita bisa betemu di gayo
SukaSuka
Yuuukk ke Takengon lagiiii ^_^
SukaSuka
Kapannnnnnn…. Nias aja sih xixixi nawar
SukaSuka
Tulisanmu selalu komplit dan menarik! 🙂
SukaSuka
makasih kakak, sebetylnya ini stok lama, udah lama banget jalan2nya (bisik2
SukaSuka
wooow… kopi!
brb bikin kopi dukun 😀
SukaSuka
Mari kakak minum kopi gayo
SukaSuka
wihh mas, saya juga orang takengon (gayo) tapi skarang lagi di bontang (kaltim). sukses teruss deh travelnya, kapan2 ke takengon lagi ya.. 🙂
SukaSuka
terimakasih sudah mampir, salam kenal :D. duh senengnya ditawarin mampir ke takengon lagi 😀
SukaSuka
Jadi ngidam kopi flores , om.
tanggung jawab!! bawa aku ke bumi flores :p
SukaSuka
Saya bukan pecinta kopi, tapi pernah merasakan memanen kopi langsung dari pohonnya dan mengolah sendiri sampai jadi biji kopi, lalu dijual. Harga perkilonya lumayanlah hehehe *jadicurhat
SukaSuka
Aku juga pernah beli biji kopi terus disahgrai dan digiling sendiri, alhamdulilah lumyan juga. Eeh
SukaSuka
inilah dia bang, klo minum kopi sachet-an yudi malah suka asam lambung. tapi klo minum kopi gayo asli.. aman 😀
se-aman duit yang di keluarkan hahaha
SukaSuka
kangen takengon lho sayah
SukaSuka