Hal yang paling menakutkan saat pandemi adalah tidak bisa bertemu lagi dengan orang-orang tercinta. Kampung halaman makin terasa jauh, karena pemerintah tidak mengijinkan warganya mudik untuk memutus penularan virus covid-19.
Tapi tahun ini, Alhamdulilah… Kita bisa mudik lagi!
Awal tahun ini saya tidak terlalu berharap akan bisa melewatkan Idul Fitri di kampung halaman. Karena dua lebaran sebelumnya larangan pemerintah membuat saya merayakan lebaran di kosan (Batam). Tahun pertama terasa menyedihkan tapi tahun ke dua, lebih siap karena pada akhirnya bersama beberapa teman senasib merayakan lebaran bersama di kosan dengan prokes ketat.
Walau pada akhirnya sebuah tamparan keras menyapa, usai lebaran tahun lalu angka penularan varian COVID-19 naik signifikan. Beberapa rekan dan kerabat menjadi korbannya hingga berpulang :(. Dan awal tahun ini saya terserempet omicron yang membuat saya mencoret rencana mudik. Pertimbangannya lelah dengan keribetan traveling dan tidak membawa virus ke rumah.
Angin Segar Menyegarkan
Penarikan syarat traveling, PCR dan tes antigen bagi mereka yang sudah vaksin dua kali seperti sebuah harapan. Sayapun tergoda mudik dan kebijakan ini disambut dengan euphoria bagi pecinta traveling. Bayangkan selama ini naik pesawat harus melalui berbagai tes yang minimal dipersiapkan satu hari sebelumnya. Sekarang tanpa syarat, hanya menunjukan sertifikat vaksin ke 2 lalu melenaggang santai masuk bandara.
Walau beberapa kantor masih melakukan WFH (working from home) tapi nyatanya dinas luar kota langsung di-gas pol. Semua orang rindu jalan-jalan, pegawai kangen dinas luar kota dan bujet traveling harus terserap bukan?
Sepertinya inhered immunity sudah terbentuk, aktivitas traveling tinggi tapi penularan virus covid-19 menurun alias slow down. Semuanya seperti berbanding terbalik ketika Omicron menyerang negara api. Alhamdulilah, booster alias vaksin sudah mulai dilakukan. Pro dan kontra selalu ada bersama rumor satir, bahwa booster berbayar, atau pemerintah kejar tayang menghabiskan stok vaksin yang terlanjur dibeli. Sekontra apapun fitnah nya tetap saja kebijakan pemerintah bisa kita rasakan efeknya sekarang bukan?
Bayangkan kalau mayoritas warga negara kekeh kumekeh tidak mau divaksin. Proses terbentuknya imunitas tidak akan secepat ini dan kita akan gagap menghadapi ketika semua orang mengalami gejala berat dan membutuhkan fasilitas kesehatan.
Beruntung saat omicron menyerang mayoritas kita sudah mendapat vaksin ke dua, jadi gejalanya lebih ringan dan kita dapat mengobati diri sendiri dengan beristirahat di rumah. Bayangkan andai gejala berat dan fasilitas kesehatan tidak memadai, seperti saat delta menyerang.
Tergoda Mudik
Melihat bebasnya orang traveling, keinginan mudik semakin besar. Tapi saya menganalias pasti syarat mudik akan ditingkatkan . Benar saja, orang bisa bebas melakukan traveling tanpa tes ina inu setelah melakukan vaksin ke tiga :D.
Setelah berkonsultasi dengan dokter perusahaan, saya melakukan vaksin ke tiga seminggu sebelum Ramadan. Perhitungan saya, akan sangat berat berpuasa saat efek vaksin menyerang :D.
Mudik tahun ini benar-benar terasa spesial. Saya tim mudik santuy yang tidak pernah membawa oleh-oleh ke kampung. Jadi tim rempong, bawaan mudik dipersiapkan satu bulan sebelumnya. Koper menggelembung berisi hadiah untuk ponakan, orang tua dan keluarga. Saya sendiri hanya membawa beberapa helai baju di ransel. Tiket pesawat sudah dibeli satu bulan sebelumnya yang ternyata harganya memang sudah mahal 😀 dan agak tidak rasional. Tapi apa sih yang rasional di saat pandemi ini?
Euphoria
Semua orang memendam rindu termasuk saya, jadi tidak berlebihan jika jumlah pemudik tahun ini diperkirakan hingga 85 juta. Bayangkan 85 juta orang melakukan perpindahan besar-besaran dalam jangka waktu yang pendek. Sudahlah pasti terjadi keramaian di fasilitas transportasi.
Dua hari sebelum Idul Fitri saya berangkat mudik dan antrean di Bandara Hang Nadim Batam luas biasa panjangnya. Bayangkan untuk masuk bandara kami mengantri dari pukul 5:30 WIB sampai 6:30. Ini masuk lho bukan plus proses check in. Di dalam bandara antrean tak kalah panjang. Bayangkan jika boarding pukul 7:10 tapi pukul 07:00 proses check in dan bagasi belum selesai dan masih berdiri di antrean paling belakang. Semua orang panik ingin cepat-cepat tapi jumlah konter cek in dan petugas bandara terbatas.
Saya tidak pernah menyangka pesawat yang akan membawa ke Jakarta Airbus A 330 dengan dua lorong dan tiga pintu. Panstalah antrean bandara mbludak, kita mudik masal ke Jakarta dan transit. Mudik tahun ini berasa umroh gaes, pesawatnya besar banget :D. Dan semua orang langsung khusuk tidur ketika duduk di kursi. Ngana pikir setelah sahur langsung ke bandara dan drama antre bak ular tangga, tidak lelah?
Lalu apa kabar? Bandara Soekarno Hatta tempat ribuan pemudik transit. Ah ini mah mirip pasar, ramai, meriah tapi bahagia 😀
Kemeriahan Idul Fitri
Kemenhub menyatakan ada penurunan jumlah kendaraan umum dibandingkan tahun 2019 tapi jumlah pemudik naik berkali lipat dibandingkan sebelum pandemi. Tahun ini lebih banyak orang menumpang kendaraan pribadi untuk pulang ke kampung halaman. Meski pandemi melanda tapi pembangunan infrastruktur tidak berhenti terutama jalan tol lintas Sumatra.
Bayangkan dulu dari Lampung ke Palembang membutuhkan waktu 6 jam dengan berkendara, sekarang 3 jam saja. Ini baru ujung selatan pulau Sumatra, belum kota lain di Sumatra dan Jawa.
Kakak saya yang mertuanya ada di Jawa, sepertinya perjalanan dari Lampung-Pekalongan dekat saja, hanya 24 jam jalan darat dan laut. Bandingkan biaya yang bisa dihemat jika menggunakan pesawat terbang.
Karena Kakak sekeluarga mendadak mudik ke Jawa, tahun ini saya melewati idul Fitri hanya dengan orang tua. Setelah dua lebaran tidak mengadakan open house, tahun ini suasana lebaran di rumah sangat ramah. Bayangkan dari hari pertama sampai ke empat , dari pagi sampai sore, selalu ada tamu. Bocil-bocil yang nambang ke rumah pun semakin banyak, kalau di hitung bisa 100 orang lebih. Bocah dua tahun lalu baru lahir, tahun ini sudah ikutan antre THR.
Masih Berjumpa
Di antara salam, sapa dan peluk di hari raya ada kalimat yang selalu terngiang di kepala, “Alhamdulilah idul fitri ini kita masih berjumpa. Saya pikir pandemi tak akan mempertemukan.” Kita semua mungkin pernah merasakan bagaimana pedihnya kehilangan orang terdekat saat pandemi.
Walau tak banyak hari, libur lebaran tahun ini dimaksimalkan bersilaturahmi dan menghabiskan waktu dengan orang-orang tercinta.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah berjuang saat pandemi. Sehingga kita bisa melewati cobaan ini bersama. Mereka yang pada akhirnya mau ikutan vaksin agar kekebalan imunitas cepat terbangun sehingga tahun ini kita dapat mudik lagi. Mereka yang dua tahun tetap bersabar tak abai mudik karena ingin semua orang sehat. Mereka yang percaya pandemi itu ada dan setia menjalankan prokes hingga saat ini.
Terimakasih.
Alhamdulillah bisa lebaran tahun ini, meski sedih tidak bertemu lagi dengan bapak yang meninggal karena sempat covid (negatif 3 hari sebelum wafat) tahun lalu. Setidaknya masih ada ibu tempat berbakti. Apapun kondisinya, harus disyukuri.
SukaDisukai oleh 1 orang
alhmadulilah. pandemi ini jadi pelajaran aku menghargai hal hal kecil yang aku miliki
SukaDisukai oleh 1 orang