
Suara musik tari-tarian Festival Danau Sentani menggema dari ujung dermaga danau, perahu yang kami tumpangi menembus riak gelombang menuju pulau Assei Besar.
Salib besar biru berdiri megah di atas gapura dermaga Assei Besar. Tepat di sebelah kiri berdiri bangunan beratap rumbia kerucut tiga susun.
Memasuki perkampungan pedagang kerajinan kulit kayu Khombouw Assei berjajar di mengitari tugu salib bertuliskan tahun 1928, penanda masuknya agama Kristen di sini.
Berawal pendaratan dua misionaris Jerman, W.Ottow Carl dan Johann G.Geissler di Manokwari tahun 1855. Mereka mewartakan injil di pesisir utara Papua sampai teluk Youtefa, terus ke pedalaman sampai belakang gunung Cycloop. Meskipun keduanya telah wafat , Ottow (9 November 1862) dan Geissler (1870). Namun misi penyebaran injil dilanjutkan oleh JL van Hasselt dari Utrecht Missionary Society .
Awal 1900 gereja pertama didirikan di Assei dari dengan bangunan sederhana. Dindingnya menggunakan gaba-gaba atau pelepah sagu sedangkan atapnya rumbia. Jemaat gereja datang dari beberapa pulau danau Sentani seperti : pulau Harapan dan Assei Besar.
Pada perang dunia kedua , gereja Assei dibom oleh pasukan sekutu di bawah pimpinan Jendral Douglas MacArthur. Karena termasuk dalam wilayah pergerakan tentara Jepang atau lintasan merah. Penduduk pulau menyingkir ke tepi danau , pulau Assei Besar benar-benar luluh lantak.
Setelah tujuh tahun pembangunan akhirnya gereja kembali berdiri dan diresmikan 1 Januari 1955. Pembangunan dipercayakan kepada Wolfram Wodong . Berbekalkan desain dari Sekolah Teknik Jerman , tukang kayu asal Waina yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal mewujudukan arsitektur gereja. Sebelum dibawa ke atas bukit, kontruksi gereja disusun di bawah pulau. Kekuatan bangunan hanya mengandalkan pasak-pasak kayu.
Gereja berukukan 12 x 24 meter mengingatkan saya gereja Sika di Flores. Jendela besar dengan detail kotak-kotak kecil mengelilingi bangunan. Atap teras bagian depan berbentuk segiempat berundak mirip masjid demak. “Dahulu di sana tergantung lonceng perunggu, tapi dijatuhkan oleh teman saya dan suaranya tidak nyaring lagi”, kisah Pak Corlius Kohe (54). Sekarang penanda waktu misa digunakan tabung gas bekas tergantung di halaman.
Gereja yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya dengan undang-undang nomor 5 tahun 1992, ramai dikunjungi jemaat seluruh Sentani tiap 1 Juli sebagai hari pewartaan injil.
Dari atas bukit terlihat megahnya gunung Cylcloop dan keindahan danau Sentani. Menjelang senja kami – Tim Jelajah Bumi Papua @AdiraFOI – menuju dermaga kecil di ujung desa. Menikmati keindahan matahari terbenam . Perahu kecil hilir mudik melewati dermaga, mata penumpang memandang salib biru berpendar di atas gapura. Mereka selalu ingat sepengal kisah gereja tua Assei…
Catatan
- Tansportasi : Jakarta – Jayapura 5 Jam, bandara Sentani, Jayapura – danau Sentani 15 menit, menyebrang danau 15 menit
- Tarif menyebrang pulau 10 ribu menggunakan perahu penduduk, pada saat Festival Danau Sentani menggunakan boat pemda 50 ribu
- Saat cuaca panas, gunakan sun block
- Selain terdapat gereja tua, Pulau Assei Besar merupakan sentra kerajinan kulit kayu.
- Dari pulau ini dapat menyaksikan keindahan sunset dan sunrise.
RELATED STORIES
Selamat Pagi Wamena
Kurima, Jalur Trekking Terbaik
Kehangatan Kilise
Teatrikal Lembah Baliem
Dari Gunung Tujuh ke Habema
Candid Distrik Kurulu
Euphoria Danau Sentani 2013
Napak Tilas Gereja Tua Assei
Ifar Gunung – Napak Tilas Sang Jendral Amerika
Kuliner Papua, Ekstrim Sampai Lezat
wadoooh.. ciamik soro cak…
SukaSuka
sayang sebentar di sini , coba bisa seharian ya mas
SukaSuka
maunya..lama-lama ya edan kok
SukaSuka
mustinya kmrn jelajah nya dua minggu 😀
SukaSuka
2 bulan…. hahaha
SukaSuka
kereeeeen! di pinggir danau lokasinya 😀 Jakarta – jaya puranya mahal tapii~
SukaSuka
kalau biaya hidup ga mahal hampir sama dengan kota besar lainnya, tapi tiket pesawat… solusinya naik kapal laut seminggu tiap senen dan jumat dari periuk. saaya pengen coba naik kapal laut kesana pasti sensasinya beda
SukaSuka