
Dua pria muncul dari balik bukit masing-masing membawa tombak dan panah. Keduanya berteriak mengabarkan musuh telah datang.
Para pria Kilise siap siaga, tombak dihunus ke depan , anak panah siap diluncurkan dari busurnya. Sang kepala suku berdiri di depan barisan dengan taring babi mengahadap ke bawah, simbol kemurkaan mendalam. Tak berselang lama musuh mucul dari balik bukit. Pertempuran tidak dapat dielakan. Jerit kesakitan dan semangat berpadu di medan perang. Para wanita dan anak-anak berlarian menyelamatkan diri. Inilah simulasi perang Suku Lani. Panorama lembah Baliem membuat aksi teatrikal mirip aksi film Hollywood.
Pada masa lalu perang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suku-suku di Papua tengah , merupakan tradisi turun temurun. Bukan sekedar ajang mengadu kekuatan tapi lambang kesuburan dan kesejahteraan. Kemasyuran suku akan didapat jika sering memenangkan peperangan. Bagi pemuda ajang mencari jati diri dan eksistensi, menaikan harga diri dan martabat karena telah membela wilayahnya. Umumnya perang wilayah disebabkan oleh beberapa hal yang kebanyakan karena masalah sengketa batas wilayah, wanita, atau karena wim (hewan piaraan).
Usai perang semua warga berkumpul menyanyikan lagu kemenangan dan suka cita. Kidung dikumandangkan sambail menggerak-gerakan kaki dan tangan. Tujuan lainnya untuk menghalau roh-roh jahat.Rok rajutan pandan para wanita berjumbai-jumbai mengikuti irama , anak-anak bersorak gembira. Apakah ini akhir cerita? Pasti tidak , biasanya setelah memenangkan perang mereka berpesta , membakar batu. Cara masak paling sehat, tanpa minyak yang dapat memicu kolesterol dan tanpa karbon sisa pembakaran yang konon dapat memicu kanker usus.
Atraksi perang kolosal dapat disaksikan pada Festival Budaya Lembah Baliem. Festival yang pertama kali digelar tahun 1991 menempatkan Baliem menjadi salah satu tujuan wisata budaya dunia. Tema yang diusung dalam tari ini bukan tentang dendam atau permusuhan melainkan sesuatu yang bersifat positif yang populer dengan sebutan Yogotak Hubuluk Motog Hanorogo (harapan akan hari esok yang harus lebih baik dari hari ini).
Festival Lembah Baliem diselenggarakan tiap bualn Agustus dan diikuti oleh 26 lebih suku yang mendiami Lembah Baliem. Masing-masing peserta terdiri dari 30 – 50 kelompok dantiap kelompoknya berjumlah 50 – 100 orang. Para peserta masing-masing bersenjata tombak, panah dan parang,lengkap dengan pakaian tradisional dan lukisan di wajah serta pernak pernik perang. Festival ini tidak hanya menghadirkan seni perang tapi pertunjukan musik tradisional.
RELATED STORIES
Selamat Pagi Wamena
Kurima, Jalur Trekking Terbaik
Kehangatan Kilise
Teatrikal Lembah Baliem
Dari Gunung Tujuh ke Habema
Candid Distrik Kurulu
Euphoria Danau Sentani 2013
Napak Tilas Gereja Tua Assei
Ifar Gunung – Napak Tilas Sang Jendral Amerika
Kuliner Papua, Ekstrim Sampai Lezat
kereeeeeeen …. itu perang2annnya lempar tombak beneran yah?
SukaSuka
iya tancep2an, sampe berdarah2 :p
SukaSuka
wow …ciyus
SukaSuka
ciyus tapi yg dipanah babi, buat dimakan 😀
SukaSuka
kirain orangnya :p
SukaSuka
Destinasi impian…tapi biayanya gak bersahabat di kantong 🙂 Kalau gak sedang festival bisa lihat atraksi kayak gini gak mas?
SukaSuka
iya kalo festival Baliem lebih rame
SukaSuka
gak ikutan perang sekalian itu? 😀
SukaSuka
kalo ikutan perang berarti ikutan pake koteka 😀
SukaSuka