Imaji saya tergoda tak kala menyaksikan film Everest karya Baltasar Kormakur. Impian masa lalu yang sempat terkubur, kini bagai tersulut api, menggelora kembali . Bukan, ini bukan impian besar saya , tapi impian besar seorang wanita.
Dua tahun silan saya ke Nepal bersama Herlina, mantan pendaki yang harus menggantung ransel karena cedera tulang belakang. Di masa mudanya wanita berusia setengah abad, pernah mendaki hampir semua gunung di nusantara , termasuk Primida Carstenzs. Impian terbesarnya, jelas menjajakan kaki di puncak Everest. Tapi kini fisiknya sudah tidak memungkinkan lagi, menggendong ransel berkeliling kota tidak mampu, apalagi mendaki gunung.
Ketika menjelajah kota Kathmandu, matanya tak pernah lepas dari iklan paket tour EBC, Everest Base Camp. Menjawab penasarannya, kami keluar masuk agen perjalanan mencari info menuju EBC. Harga paket perjalanan dari Kathmandu ke perbatasan Tibet lumayan mahal. Menilik waktu kami terbatas, rasanya tidak mungkin ke sana sekarang.
Ada juga paket ke puncak Everest dengan helikopter , seharga 5 ribu dollar US. Berkomitmen dengan gaya jalan backpacker , kita bersepakat mengambil mountain flight seharga 150 US dollar. Saya yakin, jika Herlina travelling dengan suaminya, pasti akan mengambil tour dengan helikopter.
Sebagai orang awam yang tidak memiliki hobi mendaki gunung. Everest bukanlah hal yang luar biasa. Namun ketika pesawat yang saya tumpangi berputar di atas atap dunia, saya merinding luar biasa. Punggung bukit bergelombang berselimut salju bagai bukan di bumi. Ya di sana , memang tidak ada kehidupan, tapi pendaki sangat mengingikan berada di sana.
Terkagum dengan Everest , shutter kamera tak pernah berhenti , saya tekan sepanjang penerbangan. Satu jam berlalu sudah, dan saya masih terkagum dengan perjalanan mountain flight.
Sekarang saya mengerti mengapa pendaki selalu memimpikan berada di puncak Everest. Manusia memang tidak ditakdirkan hidup di ketinggian 8000 meter . Tapi manusia memiliki akal untuk melampai batas. Dan pada akhirnya hanya ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menjawabnya. Kita tidak akan pernah tahu sekeras apa usaha kita jika tidak pernah bermimpi melampaui batas, cross over. Saya sangat memimpikan untuk melihat puncak itu dari dekat, meski hanya di EBC.
Tiga bulan kemudian sebuah pesan singkat dari Herlina datang, ia mengajak ke EBC melalui Tibet. Jalurnya lebih panjang tapi konon lebih murah dibandingkan paket perjalanan dari Nepal. Namun harus melintasi dua negara. Sebelum masuk Tibet harus mengurus visa di Chengdu dan tinggal di sana selama tiga hari. Artinya ada dua visa yang harus diurus. Herlina berpesan, jangan menulis tujuan perjalanan ke Tibet , jika mengurus visa Cina. Karena hubungan politik kedua negara ini tidak harmonis.
Perjalanan dari Chengdu ke Lhasa membutuhkan waktu tiga hari dengan menggunakan kereta api. Apakah tidak ada pesawat terbang? Chengdu dan Lhasa memiliki perbedaan ketinggian yang ekstrim , kereta api cara paling aman untuk adaptasi tubuh. Beberapa orang langsung terjangkit hipoksia atau mountain sickness ketika mendarat di Lhasa dan berujung pada kematian.
Butuh 20 hari untuk meuwujdukan impianke di EBC. Dengan berat hati , tawaran Herlina saya tolak, karena waktu cuti yang tidak cukup. Tapi Herlina tetap berangkat menuju Tibet. Cukup baginya menjejakan kaki di EBC, melihat pendaki merayapi atap dunia, sambil membayangkan gemilang masa muda. Sedangkan saya mengubur impian itu dalam-dalam.
Status facebook Herlina tentang film Everest , membangkitkan impian saya tentang EBC. Ternyata badai di Tibet memupuskan impiannya bermalam di EBC. Ia tidak sampai ke sana , hanya bermalam di Lhasa. Mungkinkah ia akan kembali ke sana menuwujudkan impiannya. Saya berharap , satu saat akan ke EBC bersamanya.
Menilik pengalamannya selama di Tibet , butuh persiapan fisik. Tidak semua orang memiliki adaptasi yang baik dengan ketinggian dan oksigen tipis. Meski sampai di Lhasa dengan selamat, beberapa orang langsung sakit. Ada juga karena terlalu bersemangat kehabisan napas, harus berhenti sejenak setelah tiga empat langkah.
Intinya persiapan fisik diperlukan sebelum melakukan perjalanan ke Tibet. Kardio merupakan olahraga yang paling tepat karena memaksimalkan fungsi kerja otot jantung. Mereka yang terbiasa berolahraga tubuhnya akan mudah beradaptasi dengan kondisi minim oksigen. Lihat bagaimana seorang pelari mampu memulihkan nafasnya setelah berlari puluhan kilometer. Ketika otot jantung kuat , maka tidak akan terkejut ketika dipompa maksimal untuk memenuhi kebutuhan oksigen lebih banyak.
Jika saya berniat ke EBC tahun depan maka sejak saat ini harus rajin berolahraga. Cross|over, bukanlah mewujudkan impian tanpa persiapan. Mungkin stamina saya tidak sebaik dan tidak selincah pendaki berbadan langsing . Tidak ada yang tak mungkin dengan ketekunan. Herlina , wanita berusia setengah abad lebih , masih ingin merwujudkan impiannya. Mengapa kamu tidak?
Nevar Say May Be Danan untuk sebuah impian ke EBC tahun depan!
Video amatir saat mengikuti Mountain Flight Tour
Tulisan ini diikutsertakan lomba blog Cross|Over , How Far You Will Go? You Decide! Untuk informasi lomba silakan mengunjungi situs http://www.neversaymaybe.co.id.
Wohooooo keren banget everest yaaa. Kalau denger cerita temen deket yg salah satu summiter yg udah ke 7 gunubg tinggi dunia suka merinding dengernya.
SukaSuka
bagus filmnya… gua pas nonton langsung inget mountain flight… itu gunung bikin merinding dangdut, jadi inget kita mahluk kcil di hadapan Tuhan.
o iya pendaki cewek jepang tuh , dia udah summit 7 gunung tinggi dunia dan tragisnya meninggal di gunung ke 7 :((
SukaSuka
Aku bukan pendaki, tapi suka nonton film-film seperti ini.
Liat foto gunungnya serem. Kebayang betapa ekstremnya kalau ke sana nanjak langsung 😀
SukaSuka
hahaha kalo nanjak aku enggalah mbak tapi kalau dibayarin naik helikopter ngga nolak 😀
SukaSuka
emang keren banget si Everest ini bok…
SukaSuka
salah satu bukti kebersaran Tuhan
SukaSuka
Dan aku makin mupeng pengen ke sana hiksss…
SukaSuka
Aku juga… Gpp deh ngga puncak , ebc 1 cukup…
SukaSuka
Ini Herlina yang diceritain kemaren itu ya? Yang temennya Sieling Go? Kapan ya bis abeneran ke Everest? Sampe EBC aja gpp, pastinya udah hepi banget..
SukaSuka
Iya kakak, ini bu herlina yang aku ceritain kemarin… Banyak kok artikel aku yg menceritakan dia. Aghahahahaha…
SukaSuka