Sumatra Barat, Travelling

Mentawai Cultural Trip #5: Panah Beracun Lelaki

 Sikerei Amanggaresik membuat panah beracun
Sikerei Amanggaresik membuat panah beracun

Masyarakat Mentawai mengenal  pembagian kerja berdasarkan jenis kelamin. Ada beberapa pekerjaan yang hanya dilakukan oleh kaum pria, salah satunya berburu. Sejak usia 5 tahun mereka belajar memanah dari batang bambu . Setelah mencapai usia 10 tahun diperkenalkan  panah beracun untuk berburu di hutan. Sebelum memulai perburuan pertama , keluarga melaksanakan pesta adat agar anak lelaki terhindar dari musibah. Keterampilan membuat dan menggunakan panah beracun wajib bagi pria Mentawai.

Setelah wanita mendapat les private mencari ikan di sungai lengkap dengan rok daun pisang berjumbai-jumbai. Giliran  pria membuat panah beracun. Dan ini hanya dilakukan oleh kaum adam. Wanita hanya boleh melihat dari jauh. Konon panah beracun lelaki berbahaya, apalagi rayuannya. Hush…  Mari kita fokus melihat Sikerei membuat panah beracun

Sikeri Amanggaresik membawa sekotak perkakas kayu, terdiri dari kayu pemukul beragam ukuran. Kotak kayu berukuran 30×20 cm dikosongkan dijadikan tempat meramu racun. Kulit kayu laingik diserut harus menggunakan parang, bentuknya mirip sisa rautan pensil. Setelah terkumpul banyak lalu dihaluskan bersama doro (cabai rawit) ,  baklau sejenis lengkuas dan ragi, tumbuhan khas Mentawai yang mengandung racun. Tanpa menyentuh tangan ramuan dimasukan ke dalam penjepit lalu diambil sarinya berwarna keputihan.

Saripati ramuan racun ditampung  dalam belahan bambu lalu dimantrai. Agar racun yang dihasilkan ampuh ada beberapa pantangan . Pembuat panah tidak boleh tidur dengan istri,  tidak boleh minum air mentah, tidak boleh makan yang asam-asam. Ternyata membuat panah beracun susah-susah gampang. Pakai acara puasa “begonoan” segala.

Anak panah dikeluarkan dari buk-buk – wadah bambu panjang – dan siap diolesi racun.  Sikerei mengambil serumpun anak panah  dengan hati-hati mengoles racun ke ujung mata anak panah terbuat dari batang arirubuk , sejenis aren berduri. Dengan ketelitian tinggi kuas bulu kera melambai-lambai , melumuri ujung panah sepanjang 12 cm. Sejenak kemudian anak panah dikeringkan di atas tungku. Seharusnya  di bawah sinar matahari, tapi cuaca  sedang mendung jadi menggunakan panas tungku. Sekali lagi ujung anak panak diolesi racun dan kembali dikeringkan , begitu seterusnya hingga ketebalan racun sesuai keinginan.

“Apakah ada penawarnya jika terkena racun”, tanya Elyudien. Sambil memasukan anak panah ke buk-buk Sikerei menjawab , tidak ada. Bagian yang terkena racun harus dipotong alias diamputasi untuk menghindari kematian. Kami terdiam sesaat. Lalu bagaimana dengan hewan buruan yang terkena racun, apakah aman dimakan. Aman, ujarnya singkat.

Belum mendapat jawaban memuaskan yang  logis tentang racun yang masuk ke hewan buruan, Sikerei sudah mengangkat busur, bersiap  berburu. Lebar busur  serentang tangan orang dewasa dan  terbuat dari batang aren atau paula.  Sikerei bertutur untuk mendapatkan bentuk busur sempurna, batang aren digosok dengan kulit ikan pari lalu kulit durian hutan berwarna kemerahan. Agar anak panah dapat melesat diberi  dari kulit kayu baiko yang dipilin.

Tali busur sudah direntangkan,  anak panah ditarik kebelakang siap melesat. Sikerei mengarahkan  ke pohon di depan Uma, sekali sentak anak panah meluncur bebas menerobos ranting dan daun. Seketika suara burung mencicit panik , lalu berterbangan. Tak ada ampun bagi hewan yang terkena anak panah.  Inilah cara pria Mentawai berburu. Dan hanya pria yang diijinkan untuk membuatnya. Karena ini panah beracun lelaki… eh, panah beracun milik lelaki maksudnya.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

 
RELATED POSTS

Digoyang Ombak 12 Jam
Menghargai Alam
Kisah Panjang Menuju Air Terjun
Penangkap Ikan Paling Cantik
Panah Beracun Lelaki
Kabit , Celana Lelaki
Turuk Laggai, Gerak Tari Alam
Menikmati Blue Sky Holiday di Masilok

 

19 tanggapan untuk “Mentawai Cultural Trip #5: Panah Beracun Lelaki”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s