
Kemarin semalaman boating di laut lepas 12 jam plus sampai mabuk laut, hari ini menjejakan kaki di bumi trekking menuju air terjun Wulu Kubuk di desa Madobak.
Secara geografis pulau Siberut tidak memiliki kontur ekstrim, peta menunjukan dataran tertinggi tidak sampai 300 di atas permukaan laut. Berarti trekking-nya ga pake hikking alias nanjak. Pak Mas berkata butuh waktu satu jam jalan dari desa Madani Marugot. Sedangkan dari desa Rorogot ke Madani Marugot menggunakan speed boat selama satu.
Mendengar Madani Marugot mungkin akan bertanya, kok namanya islami sekali. Sikerei Amabona , saudara Sikeri Amanggaresik menjelaskan dahulu desa ini bernama Marugot, tapi setelah masuknya agama Islam kata Madani disematkan di depannya.
Pengaruh budaya memang masih melekat di masyarakat . Meskipun sebagian besar warga memeluk agama islam tapi mereka masih percaya kepada roh-roh sesuai ajaran Arat Sabulungan. Wah sepertinya obrolan bersama Sikerei Amabona semakin menarik. Baiklah bagaimana kalau kita lanjutkan sepanjang perjalanan menuju air terjun Wulu Kubuk.
Usai beramah tamah dan bermain dengan anak-anak di Uma Sikerei Amabona kami melanjutkan perjalanan. Dan Pak Mas memilih tinggal di desa Madani Marugot menunggu perahu.
Agama merupakan pembahasan sensitif . Tanpa saya bertanya , Sikerei bercerita bahwa di KTPnya tercantum agama Islam karena kepercayaan bukanlah agama. Jaman pemerintahan orde baru melarang segala praktek animisme dan mewajibkan masyarakat Mentawai memiliki agama. Sejak orde baru masyarakat bebas menjalankan kepercayaan animisme , bagian dari budaya . Namun mereka tetap memeluk agama tertentu.
Jika memeluk agama Islam mengapa masih memelihara babi tanya saya. Sikerei tersenyum lalu menjawab. Babi merupakan harta orang Mentawa selain kebun dan ladang. Hampir semua upacara adat menggunakan babi. Bagaimana mau menikah kalau tidak punya babi, Sikerei terkekeh ringan. Pada prinsipnya kami mau memilhara sapi atau kerbau. Tapi siapa yang mau menukar sapi dengan babi-babi kami.
Tidak terasa satu setengah jam lebih kami sudah berjalan. Sikerei berkata sebentar lagi akan sampai. Beberapa bagian jalan sudah di semen atau konkrit, jadi tidak begitu melelahkan. Konturnya sangat landai tanpa tanjakan atau turunan curam. Jadi curiga. Bukankah biasanya lokasi air terjun berada di pegunungan atau bukit.
Dua jam sudah berlalu, tanda-tanda air terjun belum terlihat apalagi terdengar gemericik air. Tiap orang di jalan yang kami temui selalu mengatakan tidak jauh. Oke kita istirahat sejenak di kedai sederhana Kampung Madobak. Melihat dari kejauhan sebuah sekolah dasar, SDN 06 Madobak. Anak-anak kecil berlarian mengenakan baju merah putih. Beberapa dari mereka mencoba menyapa kami malu-malu. Tapi sepertinya satu wajah sangat kami kenal. Ya, itu kan Tae Besi putra Sikerei Amanggaresik Obai Rorogot.
Sekolah terdekat dari Rorogot hanya ada di desa Madobak. Untuk sampai ke sekolah ini mereka berjalan kaki , menyusuri pinggir sungai selama 3 jam penuh. Mendengar uraian Sikerei Amabona kami tertegun. Mengapa kami harus mengeluh baru jalan kaki dua jam dan itu juga sesekali, tidak setiap hari.
Rumah-rumah di desa Madobak lebih banyak dibandingkan Madani Marugot. Hampir sepanjang jalan sapaan analoita kami dijawab ramah oleh warga. Ah , indahnya kearifan lokal. Sebuah petunjuk jalan bertulisakan “Wisata Air Terjun” bagai oase di gurun pasir. Tapi sabar kawan masih ada rintangan yang harus dillalui, menerabas derasnya sungai dan meniti sebilah kayu. Ini yang paling saya benci, diskriminasi orang gendut. Ya.. ya.. ya.. orang Mentawai hidupnya sehat, pasti tidak ada yang obesitas.
Air terjun Kulu Kubuk terbentang di depan mata dengan sendang berwarna kehijauan. Kami langsung berhamburan menceburkan diri ke dalam sendang menikmati sensasi dingin. Maklum setelah berjalan kaki 3 jam keringat mengucur deras di bawah teriknya matahari. Pancuran deras meluncur bebas dari ketinggian 50 meter, wah segarnya. Tak lama berselang datang rombongan anak-anak. Satu persatu mereka loncat dari tebing. Byur.
Teman, pesta air telah usai. Tapi bagaimana kita kembali ke desa Madani Marugot. Apakah harus berjalan kaki selama 3 jam lagi. Duh rasanya lutut ini bergetar hebat…
Digoyang Ombak 12 Jam
Menghargai Alam
Kisah Panjang Menuju Air Terjun
Penangkap Ikan Paling Cantik
Panah Beracun Lelaki
Kabit , Celana Lelaki
Turuk Laggai, Gerak Tari Alam
Menikmati Blue Sky Holiday di Masilok
Kayaknya Madina Marogot deh…. Tapi tanya Ms Konjen ajah utk pastinya…. Die hapal….
ps. Pulangnya enakan ngojek… Walau jd cuma bisa sekilas papasan ama Sikerei dr daerah yg lebih dalam yg so pasti lebih eksotis pakaian n tatonya…
pslg. Penduduk ramah2 bangeeeeetttttt !!!!!
SukaSuka
madina marogot ya bukan marugot.. googling , jangan dibilang bisa ngojek biar kalo ada yg kesini bisa merasakan kenikmatan jalan kaki wkakkakakak
SukaSuka
tadinya mau moto dengan kalabai yg papasan pulang dari acara adat, tapi takut die marah… padahal ramah ajak ngerokok kayaknya bisa .. ga kepikiran
SukaSuka
Ikut lompat di aer terjunnya kah….?
Byuuur langsung kering semua :p
SukaSuka
wah itu bahaya bisa menyebabkan ari bah lalu kekeringan sekampung
SukaSuka
tsunami…..lokal…. :p
SukaSuka
semoga kolom agama segera dihapuskan ya, jadi indegenous people nggak dipaksa memeluk agama tertentu.
SukaSuka
sensi ngomong agama ya…. kenyataannya yg ngakunya beragama , prilaku ga lbh baik dari yg tidak beragama
SukaSuka
Agama emang Gak menjamin kualitas.
SukaSuka
Kalau sudah ada jawaban-jawan “dekat” itu artinya jauh 😀
SukaSuka
hahahhaha… iya kalo deket pasti ga dijawab dan langsung nyampe… 😀
SukaSuka
baca postingan ini kenapa malah yg kebayang babi panggang? #salahfokus
SukaSuka
kaki sayah mirip babi panggang… sendal rusah masuk lumpur, walhasil jalan tiga jam ( 6 jam pp) nyeker 😦
SukaSuka
Kak … Berarti meskipun muslim, masih mengkonsumsi daging babi yaaa ???
SukaSuka
Kalau mengkonsumsi ada yg iya atau tidak tapi memelihara pasti karena babi seperti harta bagai orang mentawai
SukaSuka
makasih buat info nya
SukaSuka