Curahan, Hotel, Singapura

Menginap di Moni Gallery Hostel Singapura, Eh Tidur di Gudang

Tulisan ini gua buat tanggal  29 Juli 2018  di kamar Moni Galery Hostel, Singapura. Eh  gudang tepatnya karena tampilan  kamar hostel ini nyatanya lebih mirip gudang ketimbang kamar.

Bayangkan kamar dengan tumpukan kasur dan baju tidak terpakai, belum lagi onggokan AC yang tidak menyala lalu sirkulasi udaranya  mengandalkan kipas angin yang nggak pernah menoleh ke gua. Ya ampun kipas angin aja malas melihat  gua, memalingkan wajahnya apalagi cewek-cewek. Jadilah malam itu gua tidur tergolek pasrah di atas ranjang dengan mengenakan baju tipis menerawang bagai saringan tahu karena kegerahan.

Memesan kamar ranjang hostel di traveloka
Memesan kamar ranjang hostel di traveloka

Malam durjana itu terjadi berawal dari niat mengikuti kompetisi  Canon Photo Marathon XVI Singapore 2018. Karena takut terlambat datang ke arena pertandingan akhirnya Jumat malam usai pulang kerja memutuskan berangkat ke Singapura dari Batam  dengan feri terakhir dan menginap dua malam di negeri tetangga.

Penampakan di situs pemesanan hostelnya sangat instagramable
Penampakan di situs pemesanan hostelnya sangat instagramable

Berbekal kode booking tarveloka dan ransel di punggung gua melangkah mantap memasuki hostel di kawasan Lavender yang cukup instagramable. Dan terakhir gua baru sadar kalau lokasi ini dulu sering gua sambangi ketika awal-awal di Batam dan rajin-rajinnya ngemper ke Singapur. Setidaknya ada 4 hostel yang pernah gua  review di kawasan Little India dan Lavender.

Tampilan luar hostel yang cukup instagramable
Tampilan luar hostel nggak cukup bagus.

Awalnya nggak ada feeling aneh karena rating ulasan  di booking.com atau traveloka cukup bagus, di atas 7 nyaris 8. Dan berdasarkan beberapa pengalaman teman traveler dan blogger, pelayanan Moni Gallery Hostel cukup bagus.

“Receptionist nya baik banget Nan, Orang indonesia”. Begitulah kata  teman saya yang kebetulan wartawan senior di Batam.

Rating 7,9 di Traveloka, bagus kan?
Rating 7,9 di Traveloka, bagus kan?

Dan feeling bagus itu berubah jadi  nggak enak ketika  gua bertemu  receptionist yang ternyata bukan orang Indonesia. Setelah paspor gua difotokopi dan dia memeriksa kode pemesanan,  dia memanggil temannya yang sedang asik bermain komputer dalam bahasa yang nggak gua mengert, sepertinya  sih Mandarin.

Kalau gua baca dari intonasi dan bahas tubuhnya kira-kira percakapannya seperti ini

“Tong anter tamu nih ke kamar…”

“Kamar yang mana Ting kayaknya semua kamar sudah penuh.”

“Ya kamar yang mana aja…”

“Kamar yang itu? Itu kan bukan untuk tamu.”

“Halah kaga ape ape selama tamunya nggak komplen.” Lalu si Oting memandang gua dari ujung kaki rambut sampai ujung kaki.

“Mas kunci kamar gua mana, kok nggak diminta deposit kunci”, tanya gua sok inisiatif biar dibilang traveler tajir.

“Kaga…” Jawab Oting singkat lalu memanggil Otong.

Tetiba Otong sudah di belakang gua sambil membawa sarung bantal dan seprai.

“Yuk Bang ke kamar”. Ajak Otong sopan lalu gua dibawa ke belakang bangunan dan naik ke lantai satu.

Setelah sampai di lantai satu gua diajak naik tangga kecil yang cukup curam dan masuklah kami ke kamar yang awalnya gua pikir gudang.

Tumpukan kasur berbau apek di samping ranjang gua
Tumpukan kasur berbau apek di samping ranjang gua.

Lalu si Otong memasang  seprai putih di atas kasur yang kelihatan buluk dan gua terdiam takjub dengan kondisi kamar yang kaya kapal pecah.

Karena badan gua sudah   lelah dan hati lebih lelah lagi (karena lama menjomblo) akhirnya gua memilih diam daripada compline lalu  ribut dan  dilempar ke jalanan. Lalu malam itu gua terlunta-lunta di Singapura dan ketemu Om-Om nakal, terus dijebak dan diujung kisah gua  masuk  ke lembah hitam seperti kisah film yang diperankan oleh  Inneke Koesherawati, Gadis Metroplolis.

Mas, situ gadis? Lagian siapa yang mampu melempar anak gajah ke jalanan, kalau digelundungin mungkin aja sih.

Malam itu gua cuma bisa pasrah sambil berdoa dan sesekali curhat di media sosial. Namun  begitulah media sosial, ada komentar empati, ada komentar ngkakak ra uwis uwis. Tapi kebanyakan kaget karena beberapa teman gua yang  pernah menginap di sini dan nasibnya jauh lebih baik dari gua.

Percaya nggak sih hostel ini harga per malamnya 160 ribu rupiah
Percaya nggak sih hostel ini harga per malamnya 160 ribu rupiah

Malam itu akhirnya gua terlelap dalam rintihan  anak manusia hanya dengan mengenakan kaos kutang dan boxer tipis nerawang. Berdoa ketika  tidur ada orang yang  menjamah tubuh sintal ini karena kamarnya tidak ada kunci . Emang nggak ada kuncinya Bro!

Buset dah ada kulkas dua biji di kamar ini
Buset dah ada kulkas dua biji di kamar ini

Penghuni Kamar

Selain gua setidaknya ada tiga penghuni tetap kamar ini. Pertama mas – mas di depan gua yang bikin cemburu berat. Bayangin betapa sakit hatinya gua di dalam kamar pengap dan panas, satu satunya kipas angin disentorin ke arah dia doang. Padahal gua udah panas kelojotan kaya orang kerasukan yang di ruqiyah. Ya Allah beratnya cobaaan hidup kali ini.

Penghuni ke dua emak emak tua alias nini-nini yang kelihatannya ramah tapi karena mood gua sudah melorot sampai ke perut, gua sudah malas untuk beremeh temeh.

Seperti kebanyakan perempuan yang hobi mengkoleksi pernak pernik , peralatan lenong nini nini ini lengkap banget Bro. Gua sempat melirik sekilas ada rice cooker, piring, mangkok, gelas, hair dryer sampai catokan rambut. Padahal jelas-jelas di tangga tertulis kalau tamu tidak boleh makan dan minum di kamar. Tapi si nini tetap bisa membuat dan makan instan di kamar.

Penghuni ke  tiga di pojokan, pria yang selalu tidur dalam balutan kaos kutang dan boxer tanpa gerakan hanya suara berderu sesekali dari lubang sempit di belakang.

Malam pertama ada tamu Indonesia tapi nggak lama dia pindah kamar, sepertinya dia minta tukar kamar. Nah penghuni berikutnya adalah anak muda yang pas malam ke dua melakukan aktivitas yang bikin gua kaget hingga lemas.

Penampakan ranjang di kamar hostel
Penampakan ranjang di kamar hostel

Malam ke Dua Epik

Tanpa sarapan pagi (yang konon gratis di hostel ini) gua bergegas  menuju venue Canon Photo Marathon XVI Singapore 2018 di Suntec Convention Center. Karena gua nggak kebagian loker dan kamar tidak ada kunci , semua barang gua bawa. Dan datanglah gua ke lokasi acara dengan tas ransel segede gaban tapi untung  acara lomba berjalan  lancar jaya (tunggu di tulisan berikutnya).  Walau seharian hunting foto untuk tiga tema dengan gaya  marathon aka lari larian keiling kota Singapura gue senang, gue happy!

Sampai di hostel  tanpa ba bi bu masuk ke bangunan di jalan Lavender. Gua masuk tanpa kunci dan kartu beneran kaya penghuni gelap di hostel.  Receptionist menyapa gua sok ramah tapi gua sudah lelah apalagi bertanya kenapa kamar gua kaya gudang terus teriak. ” Kamu jahat, yang kamu lakukan ke aku jahat.” Nangis sesungukan sambil mukul-mukul dada.

Sambil melirik sekilas hati gua berujar, “Tunggu pembalasanku Ting, sekarang loe bisa ketawa-ketiwi sok manis tapi kalau foto kamar hostel loe masuk Trip Advisor loe bakal nangis darah.” Mata gua  melotot lalu kamera maju mundur, zoom in zoom out ala sinetron Indonesia.

Setelah mandi dan online sejenak emosi gua mulai mereda, hingga  akhirnya gua terlelap dalam kantuk yang sangat dalam. Dan alhamdulilah kipas angin di depan akhirnya menoleh ke gua. Malam itu gua mimpi indah banget, gua dikejer kipas angin dia mau jadian sama gua.

Sekitar pukul 5:30 gua kebangun lalu melirik di ranjang sebelah kanan. Ternyata sudah ada penghuni baru, seorang anak muda umur 20-an.  Tapi tunggu, nih bocah tidur apa pura-pura tidur. Matanya merem tapi tapi tangannya aktif banget masuk ke celana, tepatnya ke bagian vital.  Alamak… Celana pendeknya udah melorot ke bawah dan ekpresi mukanya merem melek keenakan.

Anjrit!!!. Pria dewasa pasti sudah tahu ini aktivitas apa. Gua langsung buru buru masuk selimut berharap nggak ada cairan protein tinggi yang salah tembak ke arah gua.

“Ya ampun Gusti, cobaan apalagi ini.” Jerit gua dalam hati yang meringkuk pasrah di atas ranjang, mirip akting Sally Marcelina di film Ranjang Yang Ternoda.

Pukul tujuh pagi gua terbangun dan bocah di sebelah gua sudah nggak ada.  Ah mungkin dia sedang keramas atau dikeramasin. Eh tapi bapak-bapak tua di sebelah tempat tidurnya duduk bersila di atas ranjang seperti meditasi. Mungkin si bapak juga melihat aktivitas pagi ini dan untuk menenangkan diri biar nggak ikut-ikutan  maenin burung dia bermeditasi.

Lalu apa kabar nini-nini,  satu satunya penghuni perempuan di kamar ini? Andai dia melihat kejadian subuh ini mungkin akan menjerit histeris.

Dengan anggunnya dia jongkok di pinggir kasur sambil makan semangkuk mie yang baunya enak banget. Sumpah gua jadi lapar tapi teringat kejadian si anak muda rasa eneg yang muncul lalu gua pengen ke kamar mandi… Hoeks!

Tumpukan cucian jadi pemandangan indah di kamar ini
Tumpukan cucian jadi pemandangan indah di kamar ini

Ini pengalaman terburuk  menginap di Singapura, sudah tidur di kamar yang lebih mirip gudang lalu mendapat bonus melihat kejadian tidak senonoh.  Memang sih nggak ada perjalanan yang sempurna tapi kalau cobaan bertubi-tubi seperti ini siapa yang sanggup. Ciee sok nggak sanggup, itu hati kosong bertahun-tahun kuat. :p

Tapi begitulang traveling seharusnya memberikan pengalaman luar biasa yang tidak dijumpai di kehidupan sehari-hari. Lagian kalau tidak ada kejadian ini kamu mengira semua ulasan di blog ini endorsement. Padahal gue tuh  anaknya jujur banget kalau review penginapan,  kalau bagus ya ditulis bagus, kalau jelek ya ditulis  jelek.

34 tanggapan untuk “Menginap di Moni Gallery Hostel Singapura, Eh Tidur di Gudang”

  1. Hahaha
    Antara mau ketawa dan miris
    ceritanya sedih, lucu dan bikin gemes
    Ntar lg bakal nangis darah tu orang karena kasi kamar jelek banget.

    Tp kak ices tanguh ya dan sabar bin tabah
    Klu saya mungkin udah merepet meraban tu
    Udah monyong monyong mulut tu

    Suka

  2. yaolooooo kak Danan, untung kamu gak tergoda sama pemandangan di sebelah wkwkwk .. baca status di fb aja dah ngakak
    koq bisa tuh kamar isinya perabotan begitu disewain yak?

    Disukai oleh 1 orang

  3. Wkwkwkwk..ceritanya ngenes banget kak. Antara kasihan, ngangak guling-guling ama ter-protein ya. Etapi, bagus tu, masukin ke trip advisor aja, biar tau rasa, kalau mas-mas berbadan yahud, diam dan gak banyak komplen, punya cara pembalasan yang lebih fenomenal.

    Suka

  4. zuperrr sekali pengalamannya kak..

    itu kayaknya barang-barang galeri yang dah gak terpakai tapi sayang dibuang. kan semakin berumur suatu barang, semakin mahal harganya. biar jadi antik gitu.

    semoga pemiliknya tahu ada ulasan yang buruk buat tempatnya jadi lekas dibenahi.

    Suka

  5. Hahahhaa kali ini gw bisa tertawa diatas penderitaan lu ya, tapi lu nerimaan ya orangnya,dikasi digudang jg masih mau,lah gw wkt nginap di aceh liat hotel reviewnya instagramable banget ditraveloka dan hasilnya langit2 hotelnya banyak peta,kamar mandi bau, gw lgsg cari hotel lain, eh kira2 waktu lu g sadar pake kaos nerawang digrepe nini sadar ga?

    Suka

  6. Hahaha…ngakak parah. Selama baca tulisan ini tuh aku bener2 ngebayangin kayak lagi nonton sinetron trus ada iringan musik yang kadang bikin kaget. Wkwkwk… Ya ampun, harap bersabar ini ujian… Kalau dishare ke medsos kayaknya bakal viral nih…

    Suka

  7. Ini ceritanya sedih tapi aku banyakan ngakaknya wkwkwkwk. Untung ga ikut ternoda yah kak, padahal aku pernah nginap di sini (kamar depan sih) dan bagus aja. Ternyata hostel ini punya sisi gelap :))

    Suka

  8. Anjaaay…abis dapet kerjaan dari Pak Boss, malah melipir dimari, kerjaan rasanya jadi ringan bhahahaha…sungguhlah tulisanmu ini menceriakan pagiku hari ini *dilemparwajan

    Kuterhibur dengan perbincangan Otong dan Oting hahahaha

    Suka

  9. Waduh, jadi mas danan pesen dah terlanjur 2 malam ya. Hahaha tapi ya begitulah ya mas Negara Singapore ini, hostel dengan fasilitas dan keadaan begini aja mahal juga, kalo di Batam dah dapat kamar deh haha

    Suka

  10. Ya ampun maaaas, sabarnya dirimu :p. Aku bisa komplain berat itu. Duuuh ngelia kasurnya aja aku lgs bayangin kutu kasur tau ga sih.. Malesin bgt pulang dr sana badan bentol semua.

    Yg onani itu, kasianlah tamu berikutnya yg dpt kasur dia.. :p semoga setelah dia pulang, eneran dicuci bersih seprenya. Tp agak ragu kalo melihat dormnya aja seperti itu :p

    Udh bener ini harus ditulis di tripadvisor sih :p

    Suka

  11. Ya ampun maaaas, sabarnya dirimu :p. Aku bisa komplain berat itu. Duuuh ngelia kasurnya aja aku lgs bayangin kutu kasur tau ga sih.. Malesin bgt pulang dr sana badan bentol semua.

    Yg onani itu, kasianlah tamu berikutnya yg dpt kasur dia.. :p semoga setelah dia pulang, eneran dicuci bersih seprenya. Tp agak ragu kalo melihat dormnya aja seperti itu :p

    Udh bener ini harus ditulis di tripadvisor sih :p

    Suka

  12. Ya ampun, Mas… Tragis banget sumpah! Syukurnya semua sudah terlewati dan semua baik2 aja… Hehehe. Nggak nyangka, ya.. Tapi kejadian gini jd cerita buat traveller kece kayak Mas Danan, kalau ternyata ga semua perjalanan traveller itu seru dan menyenangkan, ya… Thanks udah berbagi cerita, Mas..

    Suka

  13. mau iba tapi kok ngakak ya baca ulasannya hihihi.. makasii mas atas ulasan jujurnya.. semoga kedepannya dapat mimpi yang lebih baik dari sekedar jadian sama kipas angin 🤣

    Suka

  14. Mampus gimana nasib gue yg tanggal 28 ini kesana aihh sama 2 malam juga lagi.. Kak tolong kasih tau dong dari changi menuju hostel nya naik mrt apa aja gue udah deg degan ini gara’ cowkk colin ituu hikss

    Suka

  15. Lah, kok gini amat yak. Saya waktu menginap di sini bagus2 aja, ya meskipun gk bagus2 amat sih. Petugas kebersihannya orang indo dan merangkap tukang pijet juga. Orangnya baik pula.

    Mending klo galer doang itu orang yak, ini naik turun tangannya. Ahahaha

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s