Tanggal 1 Januari 2025, tubuh saya yang sintal ini jatuh lepas ke dalam lautan di Selat Malaka, antara Indonesia dan Singapura. Pengen ngakak kejadiannya begitu cepat dan dramatis, sampai menghebohkan kapal kerja asing berbendera Perancis.
“Oh ini Bapak yang masuk grup kapal, jatuh ke laut?”, seorang ABK menyapa gua diperjumpaan pertama saat makan malam.

Jujurly sebagai Mas-Mas yang sudah lama menghamba pada pesta malam pergantian tahun, sesungguhnya tanggal 31 Desember atau 1 Januari tak ada bedanya dengan tanggal yang lain. Mungkin perbedaan paling signifikan warnanya saja. Jadi ketika ditawarkan untuk on boat awal tahun, aku mah hayuh aja.
“Beneran kerja tanggal 1 Januari?”, seorang sahabat berkomentar di malam tahun baru.
“Bener lah, makanya gua mau tidur sore malam ini.”

Tanpa Firasat
Pukul delapan malam gua dah tidur cantik dan melewatkan malam pergantian tahun dalam mimpi, jam dua dinihari sempat terbangun karena suara kembang api :d . Tapi sudahlah tidur lagi aja karena besok pagi harus bekerja.
Tanggal merah tetap bekerja Mas?
Iyalah demi segenggam emas dan berlian ha ha ha. Jadi ceritanya sejak tanggal 30 Desember 2024 akan ada pekerjaan di laut tapi ternyata kapalnya siap tanggal 1 Januari 2025. Detail pekerjaannya nggak usah aku jelaskan, tapi yang jelas aku hanya witness saja. Ini pekerjaan orang lain kebetulan melewati fasilitas tempat gua kerja.

Setelah komunikasi dengan agen kapal maka berjanjilah mereka akan mengantar kami ke kapal kerja Perancis yang sedang berada di Selat Malaka (tapi mepet Indonesia). Kami janjian di pelabuhan rakyat Sekupang Batam. Pukul 10.15 kapal melesat ke tengah laut tanpa firasat apa apa.
Saat itu cuaca cerah, gelombang air laut juga bersahabat tidak seperti awal tahun. Butuh berlayar sekitar 30 menit untuk sampai di kapal yang luasnya 6 kali lapangan bola. Kami sempat mengontak kru kapal untuk dapat merapat dengan radio. Dan disambutlah dengan tangga monyet dan tambang. Iya kami disuruh naik dengan tangga yang terdiri dari batang kayu dan tambang. Oke baiklah.

Dengan percaya diri gua menggemblok ransel berdiri ke belakang kapal lalu meraih tambang yang ternyata lumayan tinggi untuk sampai ke tangga monyet. Belum lah tangan siap menggenggam sempurna speed bergoyang, pijakan gua pun lepas. Gua mencoba buat mencengkram tambang tapi ternyata ia tak mampu menahan body tiga digit gua. Dan Byur, sukses nyemplung ke laut dengan pakaian lengkap dan gemblok ransel.
“Aman… Selamatkan dulu ransel saya. Kalau orangnya basah nggak apa apa tapi tasnya jangan.” Teriak saya kepada ABK Speed boat.

Tas langsung diangkat saya, berenang santai mengumpulkan energi naik ke atas speed. Ternyata telapak tangan agak terluka karena tambang. Aslinya nyemplung di laut begini sudah biasa tapi ABK di atas kapal besar panik.
Setelah naik kapal speed, akhirnya saya dinaikan ke kapal besar dengan menggunakan sekoci yang digerakan dengan motor.
Hidup Tak Bisa Ditebak
Rencana awal kami datang pagi ke kapal kerja, lalu menyaksikan pekerjaan (witness) dan sore harinya dikembalikan ke Batam. Tapi…. Ternyata pekerjaan ngaret sampai seminggu. Kendala cuaca , arus bawah dan gelombang laut di bulan Januari memang tidak terduga.

Beberapa spot di area ini memang memiliki karakter arus bawah yang sulit untuk penggelaran kabel fiber optik. Karena pekerjaan tidak bisa dilakukan apabila arus bawah terlalu kuat belum lagi jika konfigurasi penggelaran tidak lurus, harus memutar atau belok.
Tapi paling gong dari gangguan cuaca adalah peralatan yang rusak yang ternyata perbaikannya lebih ribet dari memperbaiki keretakan rumah tangga. Setelah spare part diganti maka harus di-trial 24 jam terlebih dahulu baru bisa kembali dioperasikan.

Lalu apa yang dilakukan di kapal. Ya selain stand by, memantau kondisi lapangan, sesekali online karena masih mendapat sinyal GSM Indonesia walau tipis banget, salah posisi sinyal menghilang dan internet padam.
Entahlah ini firasat atau apa. Di dalam ransel saya yang mungil ternyata ada peralatan mandi sederhana, dan satu setel pakaian . Jadi masih bisa bertahan dengan cuci, tanpa setrika dan langsung dipakai. Jadi selama 8 hari di atas kapal, pakaian yang dikenakan hanya itu-itu saja.

Di Atas Kapal Pesiar
Bagi saya yang berjiwa air , hobi snorkeling dan island hopping. Sebetulnya berada di atas kapal seperti ini tidak ada masalah selagi bisa melakukan hobi seperti : membuat konten, membaca dan menulis.

Berada di kapal dan melihat orang orang yang bekerja di atasnya selama berbulan bulan memberikan prespektif baru tentang hidup. Bagaimana manusia mahluk sosial yang idealnya berhubungan dengan banyak orang tapi tiba tiba ruang gerak dan pergaulan dibatasi karena pekerjaan.

Bekerja , makan, tidur, makan , istirahat di kabin masing masing menjadi rutinitas keseharian. Hiburan yang bisa dilakukan duduk santai di geladak sambil merokok dan ngopi sambil memandang laut lepas. Rasanya kalau saya sebulan saja di kapal seperti ini , sudah bisa menulis puisi satu buku karena banyak melamun dan ide yang berterbangan di kepala.
Plot twist dari beberapa aktivitas keseharian di kapal yang saya bagikan di media sosial adalah beberapa teman mengira saya sedang liburan di kapal pesiar. Maklumlah jalur kapal kerja ini dekat dengan kapal pesiar Genting yang rutenya Singapura – Melaka.

Tepat hari ke tujuh pekerjaan selesai di pukul 20:00 WIB dan keesokan harinya dikembalikan ke Batam dengan perasaan fresh seperti pulang liburan. Ya secara fasilitas kapal kerja asing fasilitasnya cukup lengkap dari pilihan makanan western atau asia, ruang rekreasi , fasilitas olaraga serta fitnes . Tapi paling membuat fresh lebih banyak waktu buat merenung dan berdialog dengan diri 😀

Yakinlah kadang kita butuh menyepi sejenak untuk bisa berkomunikasi dangan diri sendiri, berbicara apa yang sudah dilakukan tahun 2024 kemarin. Apa yang akan dihadapi tahun ini?
