Curahan, Sulawesi Selatan, Travelling

Mendadak Makassar!

Judul tulisan ini memang sangat sederhana, sesederhana kisah pergantian tahun 2018. Sejak tinggal di  Batam nyaris setiap  malam pergantian tahun  saya habiskan di hotel.  Plis jangan anggap saya tapir, anoa atau babi rusa karena saya di hotel untuk membuat liputan. Sebagai blogger yang hobi dengan dunia kuliner, event dan seni pertunjukan rasanya sayang melewatkan momen ini. Apalagi jika pestanya memiliki tema yang unik dengan senang hati saya akan datang tapi harus diundang dan  nggak maksa minta diundang juga.

Seharusnya malam pergantian tahun 2018 saya kembali hadir di sebuah resor yang mengusung tema pesta  1001 malam. Konsep video sudah dipersiapkan  tapi sayang saya harus ke Makassar. Tugas negara sudah menanti dan terpaksa celana Ali Baba yang sudah dipesan digantung kaya nasib hati ini *curcol mode on*.

Selamat datang di bandara Sultan Hasanuddin
Selamat datang di bandara Sultan Hasanuddin

Kesasar di Makassar

Saya beneran hampir kesasar di Makassar bagaimana tidak tanpa rencana tiba-tiba harus ke ibukota  propinsi Sulawesi Selatan. Antara senang dan deg-degan saya berangkat juga melalui penerbangan singgah Batam-Surabaya-Makassar. Alhamdulilah penerbangan lancar jaya, kalau delay satu jam sih bisa diabaikan. Beruntung ada Daeng Ipul, rekan blogger yang menjadi tempat bertanya.

Malam hari saya dan Daeng Ipul makan bersama tapi sayang kita tak banyak berfoto. Harusnya  ngevlog bareng  secara kita makan pallu basa makanan khas Makassar. Tapi sudahlah kita ini dua lelaki dewasa yang nggak narsis. Jika kadang kamu melihat saya foto norak dan Daeng Ipul ngevlog itu lebih dari tuntututan hobi sebagai blogger. Dan dari percakapan malam itu kita sadar bahwa tiap blogger punya rejekinya masing-masing. Untuk apa menjadi orang lain  demi mengejar “sesuatu”  tapi membuat pembaca setia blogmu kecewa. Karena akhir-akhir ini kamu lebih sering melakukan hal lain dibandingkan menulis.

Terus kalau aku jadi vlogger atau selebgram salah? Nggak salah juga sih tapi  setelah mencoba semuanya kamu akan menemukan  yang paling  tepat untuk dirimu. Karena untuk jadi apapun sesungguhnya kita butuh proses. Banyak yang menikmati proses tapi lebih banyak yang tidak sabar lalu  memilih jalan pintas. Lalu kalau salah jalan salah siapa, salah teman-teman kamu. Salah klien yang merasa ditipu karena karya tidak sesuai standar industri kreatif.

Duh bahasan dengan Kakak ini berat banget tapi sumpah setelah melewati tahun 2017 yang penuh drama. Akhirnya ada orang yang mampu memberikan pencerahan. Semoga tahun 2018 lebih bisa tawakal dan nggak kesasar melihat keajaiban dunia blogger yang kata Daeng Ipul memang berubah dan  kita harus siap dengan perubahannya.

Anteng di Benteng Fort Rotterdam

Hari ke dua  di Makassar saya tidak punya banyak rencana. Setelah menyelesaikan pekerjaan bergegas menyambangi benteng Fort Rotterdam. Bangunan pertahanan yang dibuat pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.

Benteng Fort Rotterdam Makassar menjadi persinggahan pertama
Benteng Fort Rotterdam Makassar menjadi persinggahan pertama

Melihat peninggalan sejarah yang masih bertahan di tengah kota seperti ini saya jadi terkenang kampung halaman di selatan pulau Sumatra. Kira-kira apa ya bangunan bersejarah masih bertahan di tengah kota Bandar Lampung. Apakah rumah Daswati yang konon menjadi saksi bisu pembentukan propinsi Lampung dan sempat terancam menjadi ruko. Bagaimana kabar taman asri dengan jangkar kapal yang juga saksi letusan gunung Krakatau yang mahadasyat dan  kini menjadi tempat parkir.

Bangunan bersejarah ini memiliki taman yang luas
Bangunan bersejarah ini memiliki taman yang luas

Pelancong jaman now tidak membutuhkan wisata sejarah tapi tempat wisata kekinian yang instgramable. Kalau perlu  pasar dibuat menjadi tempat foto yang sangat fotogenik walau aslinya nggak indah-indah banget. Yang penting ngetren kalau bisa jadi trending topic walau hanya satu menit dan berikutnya hilang ditelan trending lain. Itulah kehidupan jaman sekarang dimana orang lebih mengejar sesuatu yang up to date dibanding sesuatu yang bisa dikenang. Mantan kali dikenang.

Jadi tidak mengherankan tempat wisata sejarah semakin sepi pengunjung.

Ada juga perpustakaan di benteng Fort Rotterdam
Ada juga perpustakaan di benteng Fort Rotterdam

Di dalam komplek Museum terdapat Museum La Galigo yang koleksinya merupakan referensi sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Tiket masuk museum ini cukup murah hanya lima ribu rupiah sedangkan masuk ke area benteng gratis. Jadi tidak mengherankan taman benteng selalu ramai jelang akhir pekan.

Di kawasan benteng Fort Roterdam terdapat Museum La Galigo
Di kawasan benteng Fort Roterdam terdapat Museum La Galigo

Setengah hari lebih saya menghabiskan waktu  di Benteng yang pernah digunakan  Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Aslinya ini benteng fotogenik tapi tak ada satupun foto saya di sini. Agar semua pengalaman ini menjadi kenangan kadang kita harus menahan ego untuk tak banyak berfoto. Agar otak ini bekerja maksimal untuk mengingat semua pengalaman. Karena sesungguhnya traveling yang berharga tidak hanya membuat foto diri tapi mengenal tempat baru agar kekuatan memori otak terlatih. Tapi yang paling penting kita mampu beradaptasi dimanapun kita berada termasuk berkomunikasi dengan penduduk setempat.

Melayang ke Pulau Kayangan

Kota Makassar memang tak memiliki pantai pasir putih. Terus kalau mau lihat pantai pasir putih kemana. Keluar kota? Nggak usah jauh-jauh, dari depan benteng Fort Roterdam menyebrang jalan raya lalu akan menemukan pelabuhan ke Pulau Kayangan.

“Mas langsung saja beli tiketnya di loket nggak usah lewat “, bisik Ibu penjual ayam bakar tempat saya makan siang.

“Memang harga calo berapa?”, bisik saya tak kalah pelan.

“Dua ratus ribu”, si Ibu sambil menunjukan  jari tengah dan telunjuk.

Dan akhirnya siang itu saya menyebrang ke pulau yang tidak masuk ke dalam itinerary dengan biaya 75 ribu rupiah.

Sejak pagi hinggak pukul 20:00 WITA tersedia speed boat kecil yang akan mengantarkan penumpang setiap setengah jam. Dari pulau berpasir putih terlihat pelayaran dan aktivitas bongkar muat kapal pelabuhan Soekarno Hatta.

Aktivitas perkapalan di dekat pelabuhan kota Makassar
Aktivitas perkapalan di dekat pelabuhan kota Makassar

Meski terumbu karangnya tidak seindah di Selayar tapi cukup mengobati kerinduan akan pulau cantik di Indonesia timur. Beberapa pengunjung berenang dan melakukan aktivitas snorkeling. Memang ada ikannya? Pasti ada, karena salah satu tujuan orang ke sini untuk memancing.

Dari pelantar pulau Kayangan terlihat pelabuhan dengan kapal besar.
Dari pelantar pulau Kayangan terlihat pelabuhan dengan kapal besar.

Beberapa fasilitas permainan juga tersedia bagi mereka yang tidak hanya ingin berenang atau leyeh-leyeh di pantai. Mau menginap juga bisa karena ada pondokan yang harganya cukup terjangkau bagi wisatawan domestik. Dan saya pilih leyeh-leyeh karena biasanya di Batam pantai dengan pemandangan pelabuhan nggak ada yang pasirnya putih kaya gini.

Dari aktivits nelayan ini sepertinya di bawah sana banyak ikan
Dari aktivits nelayan ini sepertinya di bawah sana banyak ikan

Jelang sore sayapun menjadi galau mau melewatkan senja di pulau Kayangan atau di pantai Losari. Kalau melewatkan senja di sini maka harus membayar ongkos tambahan kapal sebesar 25 ribu rupiah jika kembali ke pelabuhan di atas pukul 8 malam. Rasanya suasana senja akan terasa lebih seru di pantai Loasari. Dan pilihan jatuh di pantai Losari, sesampai di pelabuhan saya langsung menumpang ojek online untuk mempercepat langkah.

Pantai Losari yang selalu ramai jelang senja
Pantai Losari yang selalu ramai jelang senja

Kemeriahan pantai Losari tak pernah berubah dibandingkan 7 tahun lalu. Saya menikmati menanti senja bersama keriuhan warga dan aneka jajanan khas Makassar. Puncak kemeriahan semakin terasa tak kala sebuah perahu pinisi merapat dan berlahan malam merayapi kota Makassar yang semakin gemerlap.

Kapal besar berlabuh di Losari
Kapal besar berlabuh di Losari

Merayapi Ramang-Ramang

Semua hari memang sama tapi kalau ini hari terakhir di tahun 2017, kira-kira apa keinginanmu yang belum terwujud. Wah masih  banyak resolusi yang menjadi abadi karena ditargetkan setiap tahun tapi tak pernah kesampaian. Salah satunya menurunkan berat badan 😀 . Tapi sudahlah sedikit kelebihan berat badan tidak mengapa asal bahagia.

Sisa hujan deras tergambar jelas dari dalam kamar, saya berharap siang ini langit cerah. Soalnya saya mau ke Ramang-Ramang, itu lho hutan  terbesar dan terindah kedua di Dunia setelah Karst di Yunnan, Cina Selatan, Cina. Iya beneran ini ada di Indonesia, di pulau Sulawesi tepatnya di kabupaten Maros.

Karena lokasinya cukup jauh dari Makassar,  seorang rekan menyarankan saya agar  menyewa kendaraan. Tapi jelang akhir tahun seperti ini mencari sewa kendaraan roda empat sama susahnya dengan mencari jodoh, kebanyakan sudah di booking  jauh-jauh hari. Mas yang dibooking itu bukan jodoh  tapi PSK. *eeh lambe*

Sepertinya ini satu satunya foto jalan-jalan akhir tahun 2017
Sepertinya ini satu satunya foto jalan-jalan akhir tahun 2017

Iseng saya mencoba memesan taksi online dan ternyata tarif ke Dermaga Ramang-Ramang 150 ribu rupiah. Wah boleh juga nih, artinya pulang pergi 300 ribu hampir sama dengan sewa mobil.

Driver Indra yang menjemput berkali-kali bertanya kepada saya untuk memastikan tujuan  karena nilai tarif cukup besar untuk taksi online dalam kota. Meski terkejut akhirnya lelaki berdarah bugis  bersedia mengantar ke Dermaga Ramang Ramang dengan senang hati. Apalagi setelah dia tahu saya dari Batam. Banyak sekali lho pertanyaan dia tentang pulau Batam, dari lalu lintas, pekerjaan, dunia industri sampai dunia malamnya.

Setelah sampai di dermaga untuk sampai ke kampung Berua wisatawan harus menyewa perahu.  Harga sewa perahu kapasitas paling kecil untuk empat  orang adalah 200 ribu rupiah. Karena masih banyak tempat di Jolloro (perahu) saya mengajak Indra dan rekannya turut serta. Dan ketika Jolloro mengarungi sungai rasanya dunia berjalan lambat (slowmotion) seperti di iklan wisata televisi. Dalam aliran lambat Sungai Puthe perahu kami menuju Desa Berau.

Jika diperhatikan Desa Berau mirip lembah Harau Payakumbuh di Sumatra Barat. Bedanya di Payakumbuh kamu dapat melihat tebing tinggi dengan air terjun sedangkan di sini gua batu kapur. Maunya sih seharian penuh duduk santai di desa dengan panorama memukau tapi saya harus bergegas kembali ke Makassar. Satu-satunya goa yang saya masuki goa Berlian yang ternyata lubang masuknya seukuran lingkar badan saja. Beruntung saya bisa masuk dan keluar goa dengan selamat.

DI dalam goa berlian yang tersohor itu
DI dalam goa berlian yang tersohor itu

Detik Detik Pergantian Tahun

Sekembalinya dari Ramang-Ramang saya kembali ke pantai Losari untuk mengambil beberapa gambar persiapan pergantian akhir tahun. Tapi melihat beberapa ruas jalan sudah mulai ditutup sepertinya saya harus bergegas menjauh dari pusat kota daripada jerjebak keramaian.

Dengan menumpang taksi online saya ke hotel dekat bandara yang ternyata kos-kosan yang berada di komplek perumahan. Tapi tidak mengapa daripada saya menginap di pusat kota lalu esok terjebak kemacetan ketika ingin ke bandara.

Malam pergantian tahun 2018 saya hanya tidur di kamar sambil menonton televisi. Wah sudah berapa purnama saya tidak merasakan momen malam pergantian tahun seperti ini. Jarum jam belum menunjukan pukul 12 saya sudah sukses terlelap. Tiba-tiba tahun sudah berganti dan saya teringat harus bergegas kembali ke Batam. Besok saya harus sudah sampai di kantor dan lusa ada pekerjaan besar yang sudah menanti.

Ya pergantian tahun 2018 memang terasa sederhana tapi hidup kehidupan tidak sesederhana tiduran di kasur sambil nonton TV bukan? Ada banyak hal yang harus dilakukan di tahun 2018. Target pertama tahun ini saya harus sampai bandara tepat waktu agar tidak ketingalan pesawat terbang. Target berikutnya menjalani kehidupan lebih baik dari tahun lalu.

Percaya nggak kalau hanya jajanan ini yang saya makan di Makassar
Percaya nggak kalau hanya jajanan ini yang saya makan di Makassar
Akhirnya kembali meninggalkan Makassar dan merasakan penerbangan pertama tahun 2018. Ih norak ah...
Akhirnya kembali meninggalkan Makassar dan merasakan penerbangan pertama tahun 2018. Ih norak ah…

 

34 tanggapan untuk “Mendadak Makassar!”

  1. Selamat menjalani tahun yang baru Danan.
    Semoga makin sehat, jaya dan sukses.

    Sayang cuma ketemu sebentar ya
    Mudah-mudahan masih ada waktu lebih panjang untuk bertemu dan ngobrol lagi soal dunia blogging Indonesia.

    Suka

  2. Cerita yang menarik tentang Makassar, saya suka foto-fotonya kak.
    Btw, yakin nih kuliner yang dicicipin cuma pisang Ijo, bukannya sama daeng ipul makan pallubasa.

    Akhirnya ada juga yang ke Pulau kayangan, pulau ini tidak setenar dahulu. kebanyakan pelancong sekarang lebih memilih Pulau Samalona dan Pulau Kodingareng Keke. Saya loh kesana waktu masih umur 6 tahun, sudah lama banget.

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s