Curahan

Rino Saputra, Pejuang Dari Bumi Lancang Kuning

Sejatinya saya hanyalah jurnalis warga bukan jurnalis sungguhan dan rasanya belum pernah  mewawancara nara sumber dengan gaya formal.  Untuk mendapatkan informasi biasanya saya ajak nara sumber mengobrol  santai ala kedai kopi. Semuanya berjalan begitu saja, tanpa membawa daftar pertanyaan ataupun alat perekam yang kadang membuat mereka merasa tidak nyaman.

Jadi ketika dihadapkan  kenyataan bahwa harus menggali informasi dari atlet berkebutuhan khusus saya benar-benar merasa gugup.

“Lim… Gimana ya ngomong pertamanya. Kayaknya nggak enak lho ganggu mereka mau latihan.”

“Nanti saja usai latihan .”

“Tapi habis latihan capek lho, nggak enak ganggunya”, ujar saya serba salah.

Akhirnya kami berdua memutuskan untuk berkeliling kolam renang sekali lagi.  Kolam Renang Kopassus Kertasura Boyolali menjadi saksi bagaimana serba salahnya saya seorang jurnalis warga yang kini menjadi jurnalis sungguhan.

Sembari menjinjing kamera saya mengamati beberapa atelt yang akan saya wawancara. Sudah ada beberapa nama yang akrab terdengar di media tapi rasanya tak akan seru membahas yang sudah sering tampil di media. Bukankah kita butuh spirit dan inspirasi baru?

Kira-kira apa pertanyaan pertama  yang akan saya ucapkan agar tidak membuat tersinggung. Maaf, dunia saya memang jauh dengan dunia difabel, jadi saya tidak tahu bagaimana memulai berkomunikasi yang baik dengan mereka.

Saya  tahu, mereka juga manusia seperti saya dan sudah banyak orang yang berpesan, jangan memberikan tatapan iba atau tidak  nyaman. Tapi mampukah saya melakukannya tanpa merasa canggung.

“Eh kita, foto-foto kaya gini nggak apa-apa Lim? Kembali saya meyakinkan diri.

“Enggak. Tuh yang lain juga foto-foto.” Halim menunjuk beberapa abege memfoto dengan ponsel dan seorang pria berlensa panjang memfoto dari kejauhan.

“Tapi kalau dekat gitu boleh nggak sih?” Saya mencoba membaca suasana dan  sepertinya atlet yang berlatih terbiasa menghadapi wartawan.

Berdasarkan informasi dari Pak Dimin, pelatih renang senior, atlet-atlet yang masuk training center rata-rata sudah memenangkan turnamen baik di tingkat nasional ataupun Asia Tenggara. Jadi seharusnya mereka terbiasa dengan publikasi.

Saya dan Halim setia menunggu latihan usai lalu berjalan menuju tenda tempat beberapa atlet beristirahat usai latihan. Kami  mendekati salah seorang atlet secara random.

“Hmmm Mas boleh wawancara. Perkenalkan nama saya Danan?”

“Saya Halim.”

“Silakan… Saya Rino.”

“Kami dari media… Hmmm… Media… Sosial kali ya?” Jawab saya sekenanya. Nah lho, jurnalis warga bakal kelabakan kalau ditanya narasumber dari media mana.

“Mas boleh tanya-tanya?”

“O, Silakan. iya nih kaki saya kelindes truk lima tahun lalu”, ucap Rino penuh percaya diri sambil tersenyum. Saya dan Halim langsung saling berpandangan, tidak menyangka mendapat respon seperti ini. Rasa percaya diri pria ini sangat besar membuat saya dan Halim ikut percaya diri untuk bertanya lebih dalam.

Rino Saputra, pria kelahiran Pekanbaru 24 tahun lalu adalah sosok yang ramah dan terbuka. Sejujurnya saya tidak ingin bertanya tentang masa lalunya namun ia tak segan berbagi kisah saat-saat terendah hidupnya, dari frustasi hingga bangkit lalu menemukan dunia baru yang tidak ia sangka.

Menjawab tawaran  pihak National Paralimpic Committe (NPC) Riau untuk mendalami olahraga renang  membuat Rino harus belajar keras. Sungai dan renang memang tidak jauh dari masa kecilnya, tapi untuk menjadi atlet ia harus belajar teknik renang yang baik dan berlatih dengan giat.

Ternyata kerasnya tidak sia-sia, setelah satu tahun berlatih,  Rino memecahkan rekor Peparnas dan Paragames sekaligus. Di nomor gaya punggung putra 50 meter ia memperoleh catatan waktu 0,36 detik.

Sebelumnya Peparnas dipegang Akhamd Rijali dari Kalimantan Selatan dengan catatan waktu 0.40 detik di Peparnas Riau tahun 2012. Sedangkan Paragames sebelumnya dipegang Vang Cong Dang dari Vietnam dengan 0.38 detik di Paragames Myanmar tahun 2014. 

Rino yang pernah belajar di universitas Riau jurusan olahraga memang mencintai olahraga. Pernah berpikir untuk menjadi atlet bola voli, namun akhirnya memilih sepak bola sebagai olahraga favoritnya. Namun nasib berkata lain, setelah kecelakaan tahun 2013, ia harus mengubur mimpinya dalam-dalam.

Ia tidak pernah menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Tuhan selalu punya rahasia besar atas rencana hidup setiap umat manusia. Apa yang kita pikir terbaik nyatanya bukan yang terbaik untuk dijalani. Lalu apa yang kita pikir yang terburuk ternyata membawa hikmah dan keberkahan yang lebih besar.

Di akhir sesi wawancara, Rino berkata bahwa tidak memiliki target yang tinggi, hanya ingin memberikan yang terbaik untuk negeri ini. Dan ketika ditanyakan tentang statusnya, malu-malu ia berkata masih single dan berharap bisa segera menikah. AMIN.

Meski bukan sesi wawancara ala warung kopi, saya merasa nyaman menggali kisah Rino, atlet asal Riau. Mungkin karena ia berasal dari Riau dan saya dari Kepulauan Riau. Secara budaya dan historis kita memang dekat, jadi tidak sulit untuk mendalami karakternya.

Usai wawancara saya langsung mengedit beberapa footage video saat ia berlatih lalu mengunggahnya di media sosial.

“Nan sepertinya saya tahu dengan  Rino Saputra. Ya waktu itu ia bersama anak tetangga saya.” Seorang fotografer asal kepri berkomentar di video Rino.

Dan komentar itu berlanjut dengan kisah yang memilukan, Rino harus kehilangan sahabatnya dan hingga detik ini truk yang menabraknya tidak pernah mengaku.

“Maaf Bang rasanya kisah seperti ini tak harus diungkap kembali.”

Saya rasa Rino sudah mengiklaskan semuanya. Kita tidak perlu menoleh ke belakang karena sesungguhnya di depan sana ada harapan yang lebih besar. Harapan Rino untuk  mengharumkan bangsa dengan berlaga di ajang Asian Para Games 2018.

9 tanggapan untuk “Rino Saputra, Pejuang Dari Bumi Lancang Kuning”

  1. DI tengah keterbatasannya, Rino percaya diri. Percaya diri membuahkan prestasi tanpa harus malu. Salut banget ama doi. From Disability to ability. Kita sama dengan mereka.

    Btw, ganteng juga dedek Rino ini yak kak..wkwkwk

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s