Jari-jari tangan dan leher saya bergerak tanpa diperintah ketika gamelan disenandungkan rancak oleh Liar Samas, kelompok musik yang digagas oleh komposer terkenal Bali tahun 1920an, I Wayan Lotring.
Nada-nadanya membangkitkan angan lalu berdesir merayapi pembuluh darah , hingga akhirnya mengantar denyut ritmis hingga ujung saraf seluruh tubuh.
Sekali lagi saya menahan dorongan itu , meski rasa kesemutan tiba-tiba menyerang tiap sendi yang tak dibiarkan bergerak bebas mengikuti irama.
“Ssst… Kamu bukan penari. Kamu hanya penonton”, seloroh batin saya berkali-kali. Kamera saya genggam kuat-kuat agar tangan tak melenting mengikuti irama . Pandangan saya tak lepas dari dua gadis berparas ayu , berjalan beriringan dalam tari persembahan.
Bidikan kamera saya tak pernah tergagap ataupun meleset , dengan cepat merekam gerak gemulai penari . Seolah saya sangat mengenal tarian ini dengan sangat baik. Dipandu ketukan ritmis gamelan dan ceng-ceng , saya tahu kemana sang penari akan menjangkahkan kaki dan meliukan badan.
Tari adalah impian yang tak pernah terwujud (basa kisahnya di sini). Jika ibu tak pernah menahan saya untuk terus belajar menari , mungkin sekarang saya menjadi penata tari atau koreografer. Dahulu rasanya menari adalah sesuatu yang mudah, cukup sekali mencoba tiap gerakan , saya dapat menirunya
Menari itu tak sulit teman, pejamkan saja matamu, lalu dengarkan musiknya baik-baik. Tiap ketuknya akan menuntun badanmu untuk bergerak.
Salah satu tujuan berlibur ingin menonton pertunjukan tari Bali langsung . Maklum, selama ini hanya melihatnya dari layar kaca. Tapi jangan salah, dahulu saya sangat hapal semua gerakannya. Sekarang? Beri saya waktu sehari untuk mempelajarinya, kita lihat apakah intuisi tari saya masih seperti dulu.
Sebetulnya sejak hari pertama di Bali ingin menonton tari kecak di Uluwatu. Tapi sepertinya baru di Ubud barulah impian itu terwujud.Ya semua bagai takdir yang mengantar pada momen tak terduga. Niatan awal di tempat ini hanya ingin memakirkan sepeda motor sejenak.
Hari itu lalu lintas di depan Kafe Lotus padat merayap. Rasanya jalan kaki lebih bijak ketimbang berjam-jam terjebak kemacetan di jalan satu arah. Jika pada akhirnya sebuah selebaran tercecer di jalan menuntun rasa penasaran ke Kafe Lotus. Sekali lagi itu saya namakan takdir.
Tak ingin kehilangan momen berharga, satu jam sebelum pertunjukan dimulai saya sudah sampai di Kafe Lotus. Menempati bangku paling depan yang ternyata memang sudah banyak dipesan penonton.
Aroma bunga kamboja dan teratai berbaur dalam aura mistis , makin rasa penasaran . Panggung yang tadinya temaram tiba-tiba terang benderang, dekorasi warna emas merah mendominasi panggung.
Satu dua bunga kamboja berguguran dari pohon kamboja di tepi panggung. Sejenak aroma dupa menjalar dari genggaman sang tetua yang membakar sesajen sebelum pertunjukan dimulai.
Tarian kedua , benar-benar menarik saya ke masa lalu. Bertahun lalu saya berusaha keras belajar bagaimana dapat memutar kipas dengan apik. Belakangan saya baru tahu nama tarian ini adalah Kebyar Duduk. Tarian untuk lelaki yang dicipatkan oleh I Ketut Mario dari Tabanan di tahun 1925.
Tiap tari memiliki kisahnya masing-masing. Bagi orang awam, tari hanya liukan badan mengikuti alunan musik. Coba simak lebih dalam, ada ekpresi wajah dan bahasa tubuh di setiap tarian yang mampu mengantarmu pada nuansa tertentu. Sedih, bahagia, harapan dan semangat tergambar jelas di sana.
Kebyar Duduk merupakan tari yang didominasi ekpresi wajah dibanding gerakan tubuh. Meski tak banyak berjalan dan hanya duduk , sang penari dapat mampu menyampaikan kisah dan pesan dengan baik.
Tarian tanpa ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang kuat tak ubahnya senam pagi, meski ada musik pengiringnya.
Saya tenggelam menikmati seni tari di deretan kursi penonton paling depan. Panggung dengan latar belakang Pura Taman Kemuda Saraswati terasa sangat sempurna. Apalagi bagi mereka yang melewatkan jamuan makan malam di sini. Paket makan malam untuk berdua dibandrol 350-400 ribu rupiah.
Tak ada kata mahal untuk sebuah nuansa yang memanjakan mata dan lidah serta hati . Jika buget tak cukup untuk paket makan malam , pengunjung dapat membeli tiket pertunjukan seharga 80 ribu rupiah.
Hampir dua jam saya terpaku menikmati enam tarian yang digawangi oleh puluhan seniman Bali. Tari Satya Brasta yang terinspirasi dari kisah Mahabhrata menutup pertunjukan dengan sangat apik. Enam lelaki berbadan tegap menari kompak membentuk konfigurasi prajurit di medan laga.
Jika di ujung pertunjukan ada drama “maha dasyat”. Terkadang tampilannya menyelipkan adegan akrobatik dan sedikit seni drama sebagai klimaks pertunjukan.
Setelah tari terakhir semua pendukung acara naik ke atas panggung. Dan penonton yang kebanyakan wisatawan mancangera dipersilakan naik ke atas untuk berfoto bersama dengan penari.
Tak lama, panggung kembali gelap, cahaya diredupkan berlahan.
Ubud memang tak pernah kehilangan pesonanya di malam hari. Aura gemerlap kota wisata berpendar satu demi satu. Apa pilihanmu selanjutnya?
Duduk di kafe sambil menikmati alunan musik lembut atau mengguncang-guncangkan kepala bagai tersengat arus listrik di bar dengan musik cadas menggema.
Saya memilih kembali ke penginapan, menata hati yang bermekaran tak menentu. Saya tak pernah merasa sebahagia ini. Hati saya buncah meriah bagai pemuda tanggung yang baru mengenal cinta.
“Danan, ada apa denganmu. Ini pertunjukan tari , mengapa kamu bisa sebahagia ini?”
Tak tahulah, saya seperti bertemu dengan seorang sahabat lama tak bersua. Saya sangat mengakrabi semua kemeriahan ini, tergila dengan aura mistis yang membuat sekujur tubuh ingin bergerak bebas.
Saya sangat mengenal tempat ini. Terbayang kenikmatan “berpendar” di atas panggung, menjadi bintang di sana.
Tahu pasti corak kain dan asesoris yang dikenakan para penari. Meski tak seotentik yang dipakai oleh pendahulunya.
Saya… seperti kembali ke masa lalu…
“Danan… Mungkinkah di kehidupan sebelumnya kamu seorang penari?
Meski di kehidupan ini bukanlah seniman namun jiwa selalu teguh untuk berkesenian dan mengenal seni dengan baik.
~Selesai~
Jam beroperasi:
8:30-23:00 setiap hari kecuali hari suci utama Bali
Sarapan: 08:30-11:00 Luncheon: 11:00-06:00 Tea Time: 15:00-05:00 cocktails: Sepanjang hari makan malam: 18:00-10:00 (terakhir makanan panas agar: 21:45)
alamat:
Jalan Raya Ubud, Bali, Indonesia 80571
Hubungi:
Kode Akses Internasional: 62 Telepon: (0361) 775-660 Fax: (0361) 972-175 email: hans@cafelotusubud.com Website: http://www.cafelotusubud.com Chef: Pak Dewa Anggarayasa – sejak September 2015 manajer: Hans Hayden – sejak Oktober 2000
Bagaimana ke Ubud
1. Bus Kura-Kura
Harga tiket bus kura-kura Rp 80.000 sekali perjalanan atau Rp 120.000 pulang pergi. Bus berangkat dari DFST Galleria ke Ubud dengan waktu sebagai berikut: 9.00. 11.00, 13.00, 15.00 dan 17.00. Bus akan berhenti di titik jemput seperti: Gallery Coffee, Bali Bird Park, Bali Zoo, Sisi Bag, Alaya Ubud Resort, dan berakhir di Puri Lukisan Museum Ubud.
2. Tranportasi Umum
Dari Bandara dapat menggunakan Trans Sarbagita lalu turun di Kuta Sentral, dari Kuta Sentral naik Trans Sarbagita jurusan Batubulan dengan ongkos Rp 3.500. Dari terminal naik angkot (Disebut Bemo di Bali) dengan tarif Rp 5.000. Namun cara ini tidak efisien karena jadwal dan waktu tempuh Trans Sarbagita atau angkot yang tidak pasti.
3. Sewa Mobil
Cara paling mudah menuju Ubud adalah dengan menyewa kendaraan roda empat. Pilihan jenis sewa mobil di Bali sangatlah banyak dapat disesuaikan dengan jumlah penumpang dan bujet. Sistem sewanya pun beragam mulai sewa mobil plus supir serta BBM, sewa mobil dengan supir dan sewa mobil lepas kunci.
4. Sewa Motor
Bagi solo traveler atau backpacker seperti saya, sewa motor adalah cara paling mudah dan fleksibel untuk sampai ke Ubud. Sesampai di bandara Ngurah Rai penyedia sewa langsung mengantarkan motor ke bandara. Pilihan jenis serta merk motor pun beragam dan harga dapat disesuaikan dengan jumlah hari sewa.
Tidak perlu khawatir jika tak paham jalan di Bali, dengan mengandalkan google map saya bisa sampai ke Ubud dan ke Kintamani seorang diri. Berikut video perjalanan saya 4 hari keliling Bali dengan motor.
Jadi pengin nonton neh … foto-fotonya keren
SukaSuka
Terjmakasih kang… akunpengen nonton yg di uluwatu
SukaSuka
Toss mas! untuk masa lalunya dan kesenangan menonton tarian. Cuma dulu aku dipaksa guru sih, belajar tari jawa klasik 😀
SukaSuka
Aku belajar tari gambyong sembunyi sembunyi… ada tuh artikelnya
SukaDisukai oleh 1 orang
Tarian bali selalu menghipnotis, mistisnya itu kerasa banget..
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya dan saya tergoda untuk mempelajarinya
SukaSuka