Lampung, Travelling

Jawab Penasaran Pulau Pasaran

Jika tanyamu tak pernah terjawab ia akan menyisakan ganjalan di sanubari. Membuat malammu tak pernah diam dalam nyenyak dan fokusmu terjaga sejenak ketika mengingatnya.

Hush…. ini bukan mantan apalagi gebetan masa lalu. Tapi tentang sesuatu beraroma, yang membuat hidung kembang kempis mengirupnya. Ia memang bau, tapi nikmatnya tiada tara. Memiliki kisahnya sendiri dan membangkitkan kenangan.

kapal nelayan besar dan lampu-lampunya
kapal nelayan besar dan lampu-lampunya

Keinganan untuk bertandang ke pulau Pasaran memang sudah ada sejak bertahun lalu. Namun selalu tertunda, mungkin karena lokasinya di kampung sendiri tak pernah menjadi prioritas.

“Ah besok saja ke pulau Pasaran. Ah lusa saja ke sana. Ah kapan-kapan saja tapi kapan?.” Hingga akhirnya  terlupa  oleh  segudang aktivitas mudik. Mulai dari reuni SMA, kuliah , hingga acara jodoh-jodohan berkedok pertemuan keluarga. 😀

kapal nelayan bersandar di ujung muara
kapal nelayan bersandar di ujung muara

Sore itu saya ditemani dua penggiat dunia maya Lampung, @kelilinglampung dan @lampungheritage. Menyambangi luasan 12, 5hektar di ujung Teluk Lampung.  Secara administratif pulau Pasaran berada di kecamatan Teluk Betung Barat, kota Bandar Lampung. Sesungguhnya hanya beberapa kilometer saja dari rumah lama saya di kecamatan Panjang.

bahu membahu memperbaiki kapal
bahu membahu memperbaiki kapal

Kenangan masa lalu laksana awan di angkasa, ia berhembus tak berhenti membangkitkan de ja vu.  Terbayang Bunda menggandeng tangan menyusuri pasar Kangkung . Bapak mengajak kami sekeluarga menonton di bioskop Kim Teluk  dengan menumpang vespa putihnya. Saya selalu bersemangat ketika diajak ke supermarket Chandra, satu-satunya pasar swalayan di era itu.

Malam hari pasar Mambo menghamburkan menu lezat seafood se-dunia dari gerobak sederhana. Jalan kecil di daerah Cimeng tak pernah berubah, selalu membuat kita ingin terburu-buru memacu kendaraan daripada terjebak kemacetan.

Bagi pecinta fotografi human ineterest pulau Pasaran memang fotogenik, sebelum sampai di sana bonus itu merentang , bagi dollar berjatuhan dari getty image.

mengayun kuas untuk warna yang mulai memudar
mengayun kuas untuk warna yang mulai memudar

Hari itu kalender merah di penghujung tahun. Tak banyak aktivitas kampung nelayan Teluk Betung. Bisa jadi karena cuaca yang tak bersahabat  atau para nelayan ingin meliburkan diri.

Kapal-kapal bersandar santai di muara sungai. Namun empunya tak berdiam , mengulas kuas memperbaiki warna yang mulai pudar   atau menambal  rekah kayu buritan  termakan usia.

Jembatan beton sepanjang 100 meter membentang menghubungkan pulau Sumatra dan Pasaran. Meski hanya sedepa , dulu untuk mencapai pulau penghasil ikan teri,  orang harus menumpang kapal dengan membayar 1500 rupiah. Kini kendaraan roda dua dan tiga  mampu melaju kencang menyebrang ke sana.

teluk Lampung dengan gugusan pulau-pulau kecil
teluk Lampung dengan gugusan pulau-pulau kecil

Pedal gas sepeda motor saya tahan di ujung jembatan. Sejenak menarik napas dalam,  menyaksikan pemandangan Teluk Lampung. Ia memang indah , tapi dulu saya tak menyadarinya seelok ini. Bagi anak kecil pantai indah hanyalah tempat bermain pasir dan air tanpa larangan.

Bagan tempat bermain sekaligus tempat mengais rejeki
Bagan tempat bermain sekaligus tempat mengais rejeki

Sekali lagi laju sepeda motor terhenti di tengah jembatan, tak kuasa menahan hasrat mengabadikan momen. Semenit, dua menit tak sadar antrian kendaraan yang ingin lewat semakin panjang.

Mungkin lain kali, sepeda motor dititipkan sebelum menyebrang jembatan.

memancing di bawah bagan
memancing di bawah bagan
ada yang berlibur namun ada yang baru pulang
ada yang berlibur namun ada yang baru pulang

Selayang pandang menyapu setiap sisi arah mata ngin. Keanggunan pulau Sumatra dengan gugusan bukit barisan terlihat memukau.

“Bonus besar. ” Batin saya bergumam bahagia. Sebelum menjejakan di pulau Pasaran banyak spot menarik dan indah.

pulau Sumatra latarbelakang bukit barisan
pulau Sumatra latarbelakang bukit barisan

Tiga lelaki  ~ saya , Om @kelilinglampung dan Eyang @lampungheritage ~ baru saja memulai “pesta foto”. Lensa itu akhirnya tergantung pasrah terayun-ayun di leher sambil mengendarai motor. Empunyaa tak iklas melewati semua momen.

Ikan awetan kering  sudah digulung menempati kardus kayu, siap di-packing. Yang tak terlalu kering tetap di hampar di atas tampah persegi. Tampah tanpa tepian itu ditumpuk tinggi menjulang hingga langit-langit.

Aktivitas Pulau Pasaran akan usai bersama senja yang meredup. Semua proses pengawetan ikan di sini memang seratus persen mengandalkan sinar matahari. Jadi jangan kecewa jika cuaca mendung lalu niatan meng-capture aktivitas nelayan gagal.

bahu membahu menyusun tampah ikan asin
bahu membahu menyusun tampah ikan asin

Meski tak banyak nelayan “beraksi” di pulau Pasaran, sore ini saya cukup puas. Banyak bonus tak terduga sebelum menjejakan kaki di sini.

Dan yang paling membahagiakan mengendus aroma khas ikan asin. Meski tak banyak orang suka, aroma ini sangat eksotis. Bau payau dan amis membaur jadi satu , mengingatkan aroma pantai dan kampung nelayan.

wow... ikan asin kakak
wow… ikan asin kakak

Penasaran itu kini berakhir di Pulau Pasaran. Takjub itu kini terjawab. Bagaimana pulau sekecil ini mampu menghasilkan ikan teri 57 ton sebulan.

Lihat lautan di depan sana sangat luas. Jika kamu mau menggerakan tanganmu mengayuh dayung dan menarik jala, rejekimu selalu ada. Dan semua itu akan jauh lebih bernilai, jika kau gunakan akalmu.

Kekayaaan alam memang tak ternilai. Tapi ia akan jauh lebih bernilai jika ada sentuhan akal dan budi manusia.

Kamu penasaran dengan tanah kelahiranku Lampung? Main-main yuk ke sini… *kode*

ini pencuri ikan asin bukan pencuri hati
ini pencuri ikan asin bukan pencuri hati

35 tanggapan untuk “Jawab Penasaran Pulau Pasaran”

  1. Foto-fotonya keren, Om!

    Jadi kepengin juga kapan2 kluyuran di desa nelayan sini yang juga ada produksi terinya.

    Btw, gimana hasil pertemuan keluarganya? Sudah boleh siap2 jahit baju?

    Suka

  2. keren tulisannyaaa… aku bacanya sampe mendayu2.. baca kalimat per kalimatnyaa….
    eh mas, kenapa gak sekalian ikutan lomba bahari ajaaaa… kayanya dirimu punya stok cerita banyak ttg kelautan indonesia 😀

    Suka

  3. Karena belum pernah, maka saya sangat penasaran dengan Lampung. Suka penasaran dengan kehidupan-kehidupan warga lokal.

    Foto-fotonya bagus Mas 🙂

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s