
Burung phoenix dari potongan keramik warna-warna bertengger manis di atas gerbang Mansion Tjong A Fie. Kontras dengan bangunan tua di sekitarnya bergaya Indie. Seolah menyisakan sepotong kisah berbeda di Jalan A Yani, Medan. Pepohonan rindang di halaman sejuk menyambut pengunjung. Bangunan dua lantai dengan enam jendela besar di lantai dua terlihat megah.
Tjong A Fie (1860-1921) pemuda asal Desa Moy Hian, daratan Cina yang sukses menjadi saudagar di kota Medan. Kemampuan bersosialisasi mengukuhkan dirinya sebagai Letnan Tionghoa dan Kapitan Cina (Majoor der Chineezen) untuk memimpin komunitas Tionghoa di Medan .
Mansion seluas 6.000 meter persegi ini memilik luas bangunan 4.000 meter persegi dengan 35 ruangan. Beberapa bagian ruang dibuka untuk umum . Tapi bangunan di sayap kanan tertutup karena ditempati oleh keturunan Tjong A Fie.
Setelah membayar tiket Rp 35.000 , kami diantar berkeliling oleh seorang pemandu dengan pakaian berkerah cheongsam. Melintasi pintu di sayap kiri masuk ke taman kecil. Ruangan-ruangan kecil beragam interior mulai dari klasik cina, eropa, dan retro. Mengajak pengunjung melintasi era yang sudah dilalui bangunan ini.
Melalui pintu belakang kami menuju ruang makan panjang. Langit-langitnya penuh lukisan tangan nan elok berpadu dengan lampu gantung khas Eropa. Pernak pernik jamuan makan bernuansa cina melayu. Dominasi warna-warna terang seperti merah , hijau dan biru. Dalam lemari kaca terlihat patung naga dari batu giok merah.
Rumah ini memiliki dua kamar utama. Keduanya mengapit ruang sembahnyang. Kamar di sebelah kiri menjadi ruang pamer foto . Memuat sejumlah kenangan Tjong A Fie bersama keluarga. Kamar di kanan merupakan ruang tidur. Tempat tidur besar berkelambu membangkitkan nuansa romantis. Barang pribadi empunya masih terawat sangat baik. Termasuk sebuah koper besi yang dibawa Tjong A Fie ketika pertama kali merantau ke tanah Deli.
Ruang terbuka di tengah menghubungkan antara ruang utama dan tempat sembahyang. Tempat ini biasa di sebut sumur surga. Mungkin karena dari sini kita bisa memandang birunya langit. Di kedua sisi sumur surga terdapat tangga menghantarkan ke lantai dua menuju ball room. Tempat Tjong A Fie mengadakan pesta dansa. Lantai kayu ulin berwarna gelap menghampar senada dengan dinding putih tinggi menjulang. Dekoratif lukisan bunga juga menghiasi langit-langit. Jendela-jendala besar menghadap jalan Kesawan seolah menggambarkan keterbukaan hati dan keramahan sang tuan rumah.
Ruang sembahyang juga hadir di lantai dua namun dipisahkan oleh sumur surga. Ini merupakan area tertutup bagi penghunjung. Memenuhi rasa penasaran saya mengintip dengan lensa zoom. Relief Guan Sheng Di Jun atau yang lebih dikenal sebagai Guan Gong {Kwan Kong} terpahat di dinding altar. Ternyata relief Kwang Kong Sang Dewa Perang juga menghiasi kedua sisi ujung atap rumah.
Ruang tamu berada di lantai satu berbatasan langsung dengan sumur langit. Keduanya disekat dengan ukiran mewah berwarna merah dan emas. Ruangan dibagi tiga, yaitu kanan , kiri dan tengah depan. Ruang depan tempat Tjong A Fie menerima tamu umum. Ruang di sebelah kiri untuk tamu-tamu masyarakat Tionghoa, sedangkan sebelah kanan khusus menerima tamu Sultan Deli beserta kerabatnya. Kedua ruangan ini memiliki nuansa yang berbeda. Ruang cina dilengkapi perabotan dari cina. Dan ruang melayu bernuansa melayu dengan gorden panjang berwarna kuning.
Tjong A Fie tidak bisa dipisahkan dari sejarah kota Medan. Ia memberikan banyak kontribusi bagi kota ini dengan membangun fasilitas umum seperti Masjid Gang Bengkok dan penyumbang pembangunan Masjid Raya Medan.
Dalam wasiatnya yang tertulis di dinding dalam satu ruangan di sayap kiri. Tjong A Fie menginginkan kekayaannya digunakan sebaik-baiknya untuk keturunannya agar berguna bagi masyarakat sekitarnya. Pendidikan menjadi prioritas utama dalam pesan terakhirnya. Harta benda yang melimpah tidak digunakan untuk memanjakan anak cucunya , namun untuk memuliakan anak keturunannya.
Tidak terasa kami sudah 3 jam lebih kami berada di rumah Tjong A Fie. Mengagumi keindahan dan filosofi arsitektur alkuturasi tiga budaya: Cina, Eropa dan Melayu.











Horas Medan 2012 (part 1): First Food , First Step
Horas Medan 2012 (part 2): Stop di Tip Top
Horas Medan 2012 (part 3): Bertandang ke Rumah Tjong A Fie
Horas Medan 2012 (part 4): Petang di Masjid Raya
Horas Medan 2012 (part 5): Pan Cake Durian Plus
Horas Medan 2012 (part 6): Merapat di Perapat
Horas Medan 2012 (part 7): Air Terjun Situmurun
Horas Medan 2012 (part 8): Menuju Taman Eden 100
Horas Medan 2012 (part 9): Kebersamaan Backpacker
Horas Medan 2012 (part 10): Air Terjun Penutup
Horas Medan 2012 (part 11): Pelajaran Pagi Hari
Horas Medan 2012 (part 12): Istana Maimoon
Horas Medan 2012 (part 13): Harmoni Religi,Alam dan Kuliner

Mansion ini dibuka sebagai tempat wisata seperti Mansion di Penang kah? Atau hanya kalangan tertentu yang bisa berkunjung?
SukaSuka
dibuka sebagai tempat wisata…
SukaSuka
wonderful place! 😉
SukaSuka
iya ga sadar bisa berjam2 di dalam :D, satu hari pengen bikin reportase
SukaSuka