
(18/05/2012)Selepas sholat Juma’t perjalanan dilanjutkan menuju Danau Ranau. Estimasi jarak tempuh kira-kira 90 km lebih. Setelah pamitan dan sesi foto dengan Mas Siwa dan rekan dari komunitas RAKIT, motor kembali kita pacu menembus jalanan berbukit di Lampung Barat.


Dari Kecamatan Sumber Jaya kami bergerak ke Barat menuju Liwa, ibukota Lampung Barat. Mulai dari Way Tenong, Sekincau sampai Belalu banyak belokan tajam yang memacu adrenalin. Menjelang Batu Berak jalan mulai lurus dan sedikit mulus. Rumah-rumah kayu tradisional Lampung menjadi pemandangan khas.


Sekitar pukul tiga sore kamipun sampai di kota Liwa. Puas beristirahat serta meluruskan pinggang, perjalanan kami lanjutkan menuju utara. Keluar kota Liwa kembali melewati perkampungan penduduk dengan kombinasi sawah, kebun dan hutan. Tiba-tiba di sebuah tikungan tajam menurun motor yang dikendarai oleh Encip tergelincir dan jatuh. Saya yang berada diboncengan ikut terjatuh dan menimpah Encip. Untung saja Tonyol yang berada tepat dibelakang kami bisa mengontrol laju motornya.
Encip yang jatuh tertimpa motor sempat terdiam sejenak. Kami sempat panik, mengira kaki atau tangannya patah karena benturan dengan aspal. Tapi untung beberapa saat kemudian Encip bisa bangun dan langsung nyengir. Kakinya terluka cukup parah tapi tidak ada cedera fraktur.


Pukul 17:00 kami sampai di simpang Lumbok, Sukau dan disambut dengan hujan yang cukup deras. Ya sudahlah kita berhenti dulu sejenak dan makan siang yang udah kesorean. Awalnya kita kira Danau Ranau sudah di depan mata tapi ternyata perjalanan masih cukup jauh. Dan sebuah track menantang baru menanti. Menjelang matahari mulai meredup sebuah jalan dengan kubangan air tinggi terhampar di depan. Nah lho… Adi dan Om Gandol yang mengendarai motor automatik sempat khawatir. Satu persatu kita menyebrang dan ternyata motor bebek Om Yasin kena apesnya. Busi motornya terendam air dan mesin langsung mati. Untungnya dalam trip ini banyak montir dadakan. Motor om Yasin bisa nyala lagi.

Perjalanan pun berlanjut, sore sudah berganti dengan malam tapi Danau Ranau belum terlihat. Sempat bertanya dengan beberapa penduduk lokal, ternyata Danau tidak terlalu jauh.
Pukul 18:45 kamipun sampai di sebuah pelabuhan kecil di tengah pekon. Tak ada orang yang tampak di sini, semua begitu senyap. Hanya pendar-pendar cahaya kecil dari kapal di tengah danau. Kami putuskan untuk bermalam di sini dengan membuka tenda dan memanfaatkan pondok kayu kecil di belakang bangunan kantor.

Sekali lagi malam bertambah senyap ketika generator sumber listrik desa ini dimatikan. Kamipun terlelap semakin dalam rasa lelah luar biasa dibuai suara riak air Danau Ranau. Sayapun bermimpi menyanyikan Lagu “Jak Danau Ranau Sapai Pati Laok Jawo” tapi kali ini syairnya saya ganti “Jak Way Besai Sapai Danau Ranau”. zzzzzzzzzzzzzzzzz

Kapan BikePackeran lagi ^_^
SukaSuka
makasih artikel nya..dan info nya
SukaSuka
Sama sama
SukaSuka