Curahan, Hotel, Kepulauan Riau, Travelling

Sepenggal Kisah Pariwisata Kota Batam Saat Pandemi

Industri pariwisata kota Batam memang sedang bertumbuh dan berusaha lepas dari citra lama, yaitu wisata “pijat” dan tempat belanja barang KW agar dapat memantaskan diri untuk menjadi destinasi wisata kelas dunia. Destinasi wisata dan iven kelas dunia mulai digarap secara serius oleh pihak swasta dan pemerintah daerah.

Namun malang tak bisa ditolak dan untung tidak bisa diraih, ketika semua orang pihak bersemangat dan membahu-membahu menjadikan kota ini sebagai kota industri pariwisata dan kreatif, pandemi mewabah.

Lalu kita kembali ke titik nol.

Saat The New Normal seperti sekarang semua orang berusaha untuk kembali berdiri . Usaha dan kerja keras yang sudah dilakukan bertahun-tahun rasanya sia-sia. Para pengusaha industri ini harus memutar otak bagaimana roda ekonomi tetap berputar dan meminimilisir PHK walau tidak ada tamu Singapura.

Batam itu menjadi tempat pelarian orang Singapura untuk liburan di akhir pekan. Ketika mereka tidak bisa masuk Batam karena pandemi, dampaknya memang sangat terasa.

Hari ini saya bersama beberapa teman makan siang di Golden Prawn, salah satu restauran sea food favorit wisatawan Singapura. Meski harga sudah dipangkas 40% tetap saja tidak seramai dulu. Dari pondok apung saya memandang villa berada di ujung danau dan rencananya akan menginap di sana dua malam. Saya memang tidak punya bujet khusus untuk jalan-jalan atau staycation, tapi sebagai dukungan kecil terhadap industri pariwisata , setidaknya setiap bulan akan staycation dan membayar sendiri. Berharap dengan konten yang saya buat dapat mengugah orang untuk liburan agar industri ini kembali kembali bergairah seperti dulu

Kanaka Lake Villa

Pondok-pondok kecil di pinggir danau ini terlihat begitu instagramable dari jauh. Meski harganya tidak sampai 200 ribu rupiah per malam, fasilitasnya cukup lengkap bagi pelancong gembel seperti saya. Pendingin udara, televisi plasma dengan jaringan siaran kabel dan kamar mandi dengan air panas.

Sengaja mengambil dua malam di akhir pekan yang panjang untuk menyegarkan pikiran setelah berbulan-bulan di rumah. Dimensi kamarnya cukup luas dapat ditempati dua tamu dewasa bahkan tambah dua anak kecil. Cukuplah untuk liburan keluarga kecil.

Hal paling menyenangkan ada membuka jendela di ujung ruangan yang langsung menghubungkan dengan balkon di pinggir danau. Saya pun langsung menggelar kain dan duduk di depan jendela sambil membuka laptop.

Rncana sih mencari inspirasi membuat konten tapi akhirnya tertidur pulas. zzz…

Meski tergolong murah dan nyaman villa sederhana ini tidak begitu banyak tamu. Begitulah kebanyakan nasib hotel dan properti di Batam. Walau harga sudah diturunkan jumlah tamu tidak seperti dulu. Industri pariwisata Batam memang sangat tergantung dengan wisatwan dari luar kota dan negeri.

Kawasan Wisata Golden City

Belakangan saya baruh ngeh kalau villa ini berlokasi di kawasan wisata golden city yang dulu pernah dicanangkan menjadi salah satu destinasi wisata kota Batam. Tahun 2015 oleh pemerintah diresmikan masjid Cheng Ho lengkap bersama kapalnya yang menjadi ikon baru kota Batam.

Saya ingat betul , waktu itu beberapa teman blogger diundang untuk menghadiri rangkaian seremoninya yang juga dilakukan bersama dengan beberapa kota lain di Indonesia seperti Semarang dan Belitung.

Berada di daerah Bengkong, Golden City memberikan wajah baru bagi kawasan padat penduduk. Citra Bengkong yang identik dengan rumah penduduk dan jalan-jalan sempit, kini menjadi salah satu tempat makan seafood yang asik.

Tempat nongkrong dan belanja dibangun demi memenuhi keinginan wisatawan. Factory outlet dan destinasi wisata kekinian dibangun di sisi jalan. Saya tidak pernah tahu bahwa ada geliat industri pariwisata di Bengkong.

Tapi kini semunya tinggal cerita… Tempat-tempat ini sebagian mangkrak dan kosong.

Tempat Makan Murah

Harapannya adalah wisatawan lokal yang mampu menggerakan roda perekonomian walau tidak secepat dulu. Kedai-kedai dan tempat nongkrong yang harganya disesuikan dengan kantong wisatawan lokal masih berdiri.

Tempat-tempat ini masih asik untuk duduk santai bercengkrama terutama saat akhir pekan. Saya menyempatkan diri makan pizza seharga 20 ribu di salah satu kafe pinggir jalan. Jangan tanyakan selezat pizzanya, kira-kira dengan uang 20 ribu apa yang kamu harapkan?

Tapi pengalaman tidak terlupakan adalah pengalaman kuliner di salah satu kedai makan yang masih setia berdiri di antara ruko. Saya yakin kedai yang menyediakan makanan khas laut itu pasti dulunya ramai disambangi wisatwan Singapura.

Alangkah terkejutnya saya, ketika memesan ikan asam pedas semangkuk besar, dihargai 35 ribu saja. Sesungguhnya porsinya cukup untuk berdua bahkan bertiga. Wajarlah kedai ini masih bertahan di antara tidur nyenyak industri pariwisata Batam.

Tinggal di Kanaka Lake Villa selama tiga hari dua malam tidak hanya staycation tapi juga mengulik kisah lain industri pariwisata kota ini. Semoga pandemi lekas berakhir dan semua kembali seperti semula.

Kanaka Lake Villa
Alamat: Jl. Bengkong Laut Golden City No. 1, Tanjung Buntung, Batu Ampar, Tj. Buntung, Kec. Bengkong, Kota Batam, Kepulauan Riau 29453
Telepon: 0852-6466-2093

13 tanggapan untuk “Sepenggal Kisah Pariwisata Kota Batam Saat Pandemi”

      1. Dan lg byk fresh graduate yg nganggur kek saya contohnya. 😄

        Tapi aku yakin ini adalah momentum untuk banyak belajar.

        Kalau menurut kk gmn?

        Suka

  1. wah bagus nih mas, tetap berusaha menggerakkan perekonomian lokal..

    dengan under 200k, dapat kamar yang asik dg view danau yaa.. paling suka balkon yang langsung berbatasan dengan danau, asik bgt buat sekedar santai, atau sambil bikin konten, atau untuk dibuat konten 😀 ..

    Batam ini kuliner lautnya emang enak-enak sih..

    Suka

    1. makin ke sini julukan kota manufakturing memudar seiring dengan kebijakan pemerintah daerah yang nggak berpihak ke penanam modal. banyak perusahaan hengkang.. dimulai dari soni lalu beberapa perusahaan lain yang memilih hengkang ke vietnam lalu solo…

      ya sudah proyeksi pun diubah ke pariwisata dan industri kreatif…

      batam nggak semanis dulu , industri supporting oil and gas (shipyard) harus gulung tikar.

      tiga tahun lalu puncaknya 3000 lebih keluarga harus pulang kampung (pulang habis) karena ekonomi batam tak semanis dulu

      Suka

      1. Iya kata orang disana, Batam mulai sepi sejak perjudian yang tidak resmi diberangus sekitar awal tahun 2000an.
        Buat saya, keistimewaan Batam hanya satu yaitu lokasinya dekat Singapura. Hanya sekitar satu jam naik ferry dan ongkosnya cukup murah hanya Rp275.000 pp, harga tiket per Februari 2019. Bahkan kalau beli tiket langganan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau setahun ongkosnya makin murah.

        Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s