
Rasa jumawa membuat saya hampir tenggelam di trip ini. Berkali-kali mencoba berenang menuju boat tapi arus menyeret semakin jauh dan terpisah dari teman-teman. Rasa lelah membuncah , tubuh semakin terbenam ke dalam air. Mulut dan hidung tak mampu menghirup udara, berkali-kali menelan air asin. Gelombang terlalu liar dan sayapun menyerah. “SOS, Somebody help me!“, suara parau keluar bersama masuknya air laut.
Tepat pukul 09:OO WIT kapal yang kami pesan sandar di Pulau Kanawa. Nakodanya pria berperawakan sedang bernama Haryono. Bersama dua orang anak buahnya mengantar kami menjelajah Taman Nasional Komodo mulai dari Karang Makassar , Pink Beach, Pulau Kelelawar , Pulua Rinca sampai Pulau Komodo.
“El beneran tuh harga yang kemaren, bukan harga orang mabok kan?”, kembali saya meyakinkan diri. El melirik nakoda sejenak lalu mengangguk menjawab pertanyaan saya. Aman sang nakoda terlihat dalam kesadaran penuh tanpa aroma sofi. Dengan tenang beliau bermanufer melintas laut bergelombang . Sedangkan ABK sibuk di dapur menyiapkan makan siang.
Matahari mulai terik bagai kemarau seribu tahun (aih bahasanya). Tapi beneran . Rasanya di kulit perih dan langsung bikin gelap. Para wanita sibuk mengoleskan krim tabir surya , berlindung di balik kisi-kisi kayu termasuk Elyudien. Sudah duduk manis di ruang sang nakoda. Cuma saya dan Clement tidak terpengaruh. Bule Perancis ini tidur bertelanjang dada di geladak depan mirip ikan asin , maklum badannya tipis. Tinggal dikasih garam terus dibolak-balik pasti jadi crispy. Santapan pas buat tante-tante yang lagi berteduh kepanasan. Dan saya terima nasib , setinggi apa kandungan SPFnya, krim tidak mampu membuat kulit cerah. Dari sononya kulit ini memang sudah gelap eksotis.
Karang Makassar spot manta tersohor, konon di sini bisa melihat ikan raksasa berdiamater 1-4 meter. Kapal pelancong lain sudah sampai terlebih dahulu. Rasanya tak sabar ingin langusng nyemplung Sejak dari Taman Nasional Riung 17 belum merasakan air laut. “Sabar, kita menurunkan sauh dulu” , ujar nakoda. Agar kapal tidak terserat dan karam di pulau gosong. Ekosistem perairan di sini dipengaruhi oleh dampak El-Nino/La Nina, yang berakibat memanasnya lapisan air laut di sekitarnya dan sering terjadi arus laut yang kuat.
Jika melihat visibilty sangat jelas sepertinya akan sulit menemukan ikan pari raksasa (Manta birostris). Manta biasa muncul setelah hujan ketika plankton – makanan manta – naik ke permukaan. Meskipun kali ini belum beruntung melihat manta, pemandangan dunia bawah laut Karang Makassar memuaskan rasa penasaran. Coral warna-warna dan ikan berukuran besar berenang bebas memanjakan mata. Berada di garis Wallace – peralihan Asia dan Australia , tidak mengherankan TNK memiliki keragaman terumbu karang yang tinggi. Tercatat terdapat 260 jenis karang dan 70 jenis bunga karang (sponge).
ABK kapal ini juru masak handal. Hidangan tersaji dalam waktu singkat dengan cita rasa menggoda. “Beneran El itu harganya, ga pake mabok?”, kembali saya meyakinkan.
“Iya, 3 juta rupiah trip 2 hari satu malam untuk 10 orang termasuk makan 4 kali, air mineral dan buah,” jawab El kehilangan kesabaran. Sambil mengambil 4 centong nasi, dua potong ikan dan 3 potong tempe. Emosi bikin laper berat.
Dua buah yacht berlayar besar terlihat sekitar 2 kilometer dari pink beach. Para penumpangnya melesat menuju pantai menggunakan perahu karet. Ombak terlalu besar sepertinya kapal tidak bisa merapat kesana. Untuk menghemat buget kami memilih berenang menuju pantai . Jika diperhatikan pasir di pantai bercampur dengan butiran berwarna merah tua, pecahan alga laut. Bauran warna putih dan merah menghasilkan warna merah muda atau pink.
Tantangan terberat kembali ke kapal dengan berenang karena ombak semakin tinggi. Keputusan saya tidak mengenakan lifejacket dan fin adalah kesalahan besar. Berada di belakang rombongan , seharusnya saya menjaga Lucy yang tidak pandai berenang. Tapi ternyata saya hampir tenggelam . Teorinya tidak panik tapi rasanya sulit ketika arus menyeret ke laut dalam. Beruntung perahu bocah penjual souvenir cepat datang. Pengalaman ini mengajarkan agar tidak pernah meremehkan alam . Mawas diri dan tindakan preventif merupakan kunci utama ketika bermain di alam bebas.
Pulau Kelelawar menjadi penutup trip hari ini. Setelah menyaksikan ribuan kelelawar berterbangan mencari makan kapal bergerak menuju pulau Komodo. Lalu melemparkan sauh di depan pulau Lassa, peraduan malam ini. Jika ombak besar mungkin kami akan bermalam di perkampungan muslim seberang pulau. Ternyata di dalam TNK terdapat pemukiman penduduk yaitu kampung : Komodo, Papagaran, Rinca dan Kerora.
Geladak tengah kapal disulap menjadi tempat tidur , matras tipis dibentangkan. Kami tidur bersama di bawah angkasa berhiaskan ribuan bintang. Riak gelombang membuai berlahan mengantar ke batas mimpi terdalam. Angan saya membumbung mengingat perjalanan berhari-hari di Flores bersama teman-teman baru. Sejenak teringat insiden di Pink Beach dan air terjun Morusobe. Terimakasih Tuhan atas lindunganMu.













Karang Makassar
Bermain air di pantai berwarna merah muda “pink”
Usai menikmati sunset di Pulau Kalong malam ini kami bermalam di depan Pulau Lasa
Explore Timor-Flores 2012 (part 1): Tawaran Menggiurkan
Explore Timor-Flores 2012 (part 2): Dari Barat Ke Timur
Explore Timor-Flores 2012 (part 3): Sejengkal Waktu di Kupang
Explore Timor-Flores 2012 (part 4): Jejak Sasando
Explore Timor-Flores 2012 (part 5): Lintas Negara 12 Jam
Explore Timor-Flores 2012 (part 6): Jalan Tanpa Snappy
Explore Timor-Flores 2012 (part 7): Kampung Alor, Kampung KD
Explore Timor-Flores 2012 (part 8): Mengais Cinderamata Pasar Tais
Explore Timor-Flores 2012 (part 9): Sholat di Masjid An Nur
Explore Timor-Flores 2012 (part 10): Senyum Kunci Masuk Istana
Explore Timor-Flores 2012 (part 11): Nge-Mall di Timor Plasa
Explore Timor-Flores 2012 (part 12): Bonus Keindahan Di Cristo Rei
Explore Timor-Flores 2012 (part 13): Hampir Malam di Dili
Explore Timor-Flores 2012 (part 14): Rosalina Pulang
Explore Timor-Flores 2012 (part 15): Friend, Fotografi , Food
Explore Timor-Flores 2012 (part 16): Pantai Pertama Flores, Kajuwulu
Explore Timor-Flores 2012 (part 17): Kearifan Lokal Renggarasi
Explore Timor-Flores 2012 (part 18): Petualangan Mendebarkan, Murusobe
Explore Timor-Flores 2012 (part 19): Life Begin At Forty
Explore Timor-Flores 2012 (part 20): Clement on Kelimutu
Explore Timor-Flores 2012 (part 21): Kenangan Desa Wologai
Explore Timor-Flores 2012 (part 22): Green Green
Explore Timor-Flores 2012 (part 23): Riang Nga-Riung di Riung
Explore Timor-Flores 2012 (part 24): Hot dan Cold Trip
Explore Timor-Flores 2012 (part 25): Kampung Bena
Explore Timor-Flores 2012 (part 26 ): Ruteng, Sofi dan Pesta
Explore Timor-Flores 2012 (part 27 ): Lingko, Spiderweb Rice Field
Explore Timor-Flores 2012 (part 28 ): Dintor dan Ide Si Mami
Explore Timor-Flores 2012 (part 29 ): Firasat Wae Rebo
Explore Timor-Flores 2012 (part 30 ): Labuan Bajo Time
Explore Timor-Flores 2012 (part 31 ): Kanawa The Love Island
Explore Timor-Flores 2012 (part 32 ): Hopping S.O.S.
Explore Timor-Flores 2012 (part 33 ): Ini Komodo Bukan Omdo
Explore Timor-Flores 2012 (part 34 ): Caca Marica Pulau Rinca
Explore Timor-Flores 2012 (part 35 ): Drama Happy Ending
34 tanggapan untuk “Explore Timor-Flores 2012 (part 32 ): Hopping S.O.S.”