
Pasar merupakan pusat aktivitas perekonomian rakya di daerah, di sini lah terjadi transaksi jual beli merupakan bagian dari interaksi sosial. Tak heran jika pasar menjadi barometer kemajuan suatu daerah.

Meskipun udara masih dingin mengigit tapi geliyat di pasar tradisional Sungai Penuh sudah terasa. Pasar yang berlokasi di sepanjang jalan menyediakan beragam kebutuhan sehari-hari mulai dari sayuran sampai makanan matang siap konsumsi.
Rasa lapar menuntun saya ke pedagang jajan pasar di tepi jalan. Baskom dan keranjang berisi kue tradisional beragam jenis menghampar di sudut jalan. Para pembeli leluasa memilih kue sesuai selera sambil mencicip. Harga per buah lima ratus rupiah, jika membeli lebih dari sepuluh buah maka di diskon menjadi empat ratus rupiah.

Jika berminat dengan sarapan yang agak berat ada pecal atau jagung pipil “gerontol’ yang bisa menjadi alternatif pilihan. Kudapan renyah seperti kerupuk atau keripik bisa dijumpai dengan mudah.

Langkah saya kembali terhenti melihat tumpukan buah berwarna merah segar menayala. Berdasarkan informasi dari pedagang , buah tersebut adalah terong Belanda. Panats aromanya cukup akrab karena saya pernah meminum sirup teh Belanda, buah tangan seorang rekan yang berdinas di Medan.

Selain ikan semah, makanan lain wajib dinikmati di Sungai Penuh adalah siput kecil, di sini orang biasa menyebutnya tekuyung. Di sini banyak penjual tekuyung , dua mangkok kecil dihargai sepuluh ribu. Tekuyung biasanya dimasak dengan santan dan berbumbu rempah pedas untuk menhilangkan aroma amis. Sebelum dimasak tekuyung dipotong bagian ujung lancipnya, agar mudah ketika disantap.
Namun khusus hari ini tekuyung tidak dimasak santan tapi hanya di rebus dengan bumbu. Thanx banget buat Cece teman di Sungai Penuh yang memasakan tekuyung buat makan siang setelah lelah berjalan-jalan di pasar.

Dikerinci itu namanya Terung Pirus Om — di medan baru dech jadi Terung Belanda or Terung Batak …. liat fotonya jd pengen ngemil tu buah 😀
SukaSuka