Sulawesi Selatan, Travelling

South Celebes Trip (part5): Hari trakhir di Tator

Pagi-pagi jam 4 saya sudah bangun , sesuai janji Joni.. Eh Janji ama anak2 katanya pagi2 musti siap2 karena pagi ini kita bakal keliling di dua spot Toraja terus melanjutka perjalanan panjang ke Tanjung Bira. Suasana kota Toraja di pagi hari seperti kota kabupaten lain di Indonesia, sepi dingin. Tapi nampaknya hari ini bakal lebih ramai dari kemarin karena akan diadakan pesta rakyat di tengah kota.

Tepat jam 7 pagi kita cek out dari hotel menuju spot pertama hari itu Londa, hehehhe kaya merek motor ya? Ada kejadian yang tak terlupakan ketika cek out dari hotel. Seperti biasa saya selalu berusaha bersikap ramah manis (sok SKSD) dengan semua orang. Ketika mengembalikan kunci kamar saya mencoba mengucapkan terimakasih dengan gaya sebaik mungkin tapi embak penjaga kok datar2 aja ya? Mukanya tanpa ekpresi… Ternyata pengalaman saya juga dirasakan oleh rekan saya selesai membayar tagihan. Wah ternyata service memang berbanding lurus dengan uang. Masa bayar semalem 150 ribu mau dikasih senyum sih ahhahahahha.

Pagi pagi sekaliiiiiiiiiiiiiiiiii (dialek Thator) dah sampe Londa. Kayaknya kepagian soalnya loket penjualan tiket belum buka tapi sudahlah yang penting ada guide yang siap membawa kami keliling masuk goa di Londa. Londa adalah nama kampung  atau tempat, jadi setiap kampung di Tator memiliki makam sendiri sendiri. Nah kebetulan pemakaman di Londa cukup unik, selain alamnya indah makam ini juga bisa dimasuki orang karena tidak terlalu dalam goa-nya. Setelah menyusuri jalan batu yang ditata apik sekitar 10 menit akhirnya tampaklah tebing dengan pemandangan peti mati dan beberapa perlengkapan pemakaman di depannya. Di atas tebing ada goa buatan yang digunakan untuk memajang boneka almarhum. Di bantu dua orang pemandu yang membawa petromak akhirnya kami memasuki goa. Suasana yang tidak jauh berbeda seperti makaman di Kete Kesu. Terlihat beberapa peti tua dan tumpukan tulang belulang. Menurut Pak Latief jaman dahulu sebelum masyarakat Toraja mengenal agama kristen jenazah hanya diletakan saja di dalam peti. Tapi setelah mendapat pengaruh agama jenazah disemayamkan di dalam peti lalu peti diletakan di dalam goa.

Sepanjang perjalanan sang guide banyak bercerita , salah satunya tentang sepasang tengkorak yang berada di pojok goa. Konon itu adalah tengkorak sepasang kekasih yang memutuskan untuk bunuh diri karena tidak disetujui oleh keluarga. Saya jadi berpikir mungkin ini romeo n juliet versi Toraja. Di dalam masayarakat Toraja juga dikenal kasta dan kebangsawanan, hal ini bisa kita lihat dari posisi makam/peti. Semakin tinggi posisinya maka dipastikan yang bersangkutan memiliki kasta tinggi di lingkungannya (kampung). Sisi lain dari goa tampak juga peti mati yang masih baru, kata penjaga peti ini baru sekitar delapan bulan dan yang anehnya tidak ada bau busuk atau apapun. Setelah berkeliling lama di dalam goa Londa perasaan aneh atau takut melihat tumpukan tulang dan tengkorak semakin berkurang. Apalagi beberapa teman sempat berpose bersama tengkorak yang ditumpuk rapih di atas celah goa.

Setelah puas berkeliling dan berfoto ria, akhirnya kami kembali ke tempat parkir. Arthshop memang benar benar menggoda, di sini barang yang di tawarkan lebih banyak dan murah di bandingkan di Kete Kesu. Tapi saya tidak langsung menuju arthsop, ada satu pemandangan yang menggoda saya untuk melihat. Tidak jauh dari artshop ada rumah penduduk, terlihat seoarang bapak yang sedang membuat patung. Tampakanya patung ini akan digunakan untuk acara Rambu Solo. Saya mencoba untuk berkomomunikasi dengan si Bapak, tapi nampaknya dia terlalu berkonstrasi dengan pekerjaannya.  Dengan bermodalkan foto almarhum yang diletakan di sisi lain , sang bapak membuat versi tiga dimensi di atas sebuah kayu.

Beberapa rekan sudah asik berbelanja di salah arthsop. Tampak beberapa souvenir khas toraja seperti miniatur Tongkonan yang unik. Seperti biasa saya pun berpikir pikir untuk belanja dengan bawaan yang berat. Tapi seoarang rekan mengusulkan supaya kami membeli kaos bertuliskan Toraja buat dipake foto bersama.  Akhirnya sayapun membeli sebuah kaos seharga 30 ribu rupiah plus sebuah taplak meja tenun khas Toraja seharga 70 ribu. Lumayan kaosnya bisa menambah stok baju diperjalanan dan taplak meja bisa dijadikan syal kalo kedinginan.

Perjalanan selanjutnya menuju Lemo makam batu lagi yang tidak ada goa, semua peti dimasukan ke atas bukit batu yang telah dipahat. Duh ga kebayang gimana caranya naikin peti peti itu kesana. Pemandangan Lemo lebih terbuka dibandingkan Londa sehingga menggoda saya untuk mengambil gambar dengan feature panorma. Dan hasilnya? Seperti dugaan saya.. Alam Lemo terlihat begitu indah. Di Lemo kami tidak berlama lama dan mampir ke artshop karena mengejar perjalanan ke Tanjung Bira dengan estimasi 12 Jam perjalanan.

Setelah sarapan dan merangkap makan siang, di sebuah warung makan masakan Jawa. Tepat jam 10.30 menit mobil kami meluncur menuju selatan ke Enrekang. Tidak lupa sebelum keluar dari Tana Toraja menyempatkan diri berfoto foto di Tugu Selamat Datang Tator dengan seragam kaos Tator. Setelah  2 jam melewati Enrekang kami tetap ke selatan tapi memlalui jalur Timur menuju Pinrang dan Wajo. Pemandangan di sini kebanyakan sawah sawah dan rumah rumah kayu khas Sulawesi. Sekitar pukul 14:00 WIB kami sampai di kota Sengkang. Pak Latief menawarkan kami untuk mengunjungi pusat pembuatan sutra tapi kami menolak dan lebih memilih makan dan beristirahat. Sebelum masuk kota sengkang sebetulnya ada satu objek wisata yaitu danau Tempe, tapi banyak orang bilang danau Tempe tidak semenarik dahulu dikarenakan pendangkalan.

Ketika berada di Sengkang saya memilih untuk makan gado gado sedangkan yang lainnya lebih memilih seafood di kedai sebelah. Ada yang menarik dari sang penjual gado gado. Ketika berbicara ada logat yang sedikit aneh di telinga saya. Seperti logat jawa medhok di awal kalimat tapi  di ujung kalimat meninggi seperti logat orang sulawesi. Sambil menikmati gado gado saya bersama seorang rekan mengobrol dengan ibu pemilik kedai gado gado. Ternyata dia bersama suaminya berasal dari Solo dan sudah 8 tahun merantau di Sengkang. Dia bercerita mungkin kehidupan di Sengkang lebih mahal tapi di Sengkang lebih mudah mencari uang dan bisa berhemat. Tidak seperti di kampungnya, yang selalu ada kondangan (undangan pernikahan n sunatan) tiap minggu yang harus mengeluarkan dana lebih.

Perjalanan masih panjang , yang kami tempuh baru separuhnya.. Kami harus melewati Bone, Sinjay dan Bulukumba untuk sampai di Tanjung Bira. Menjelang jam tujuh malam akhirnya kami sampai di Bulukumba dan beristirahat 15 menit kemudian melanjutkan perjalanan agar tidak larut malam sampai Tanjung Biru.

Aroma laut sudah tercium, saya hapal bau air payau dan asin ini karena bertahun tahun pernah tinggal di pinggir pantai. Rasanya senang sekali bisa sampai ke Tanjung Bira tapi ternyata kami harus menunggu kira kira satu jam lagi melewati jalanan yang benar benar sepi. Jam 22:00 akhirnya kami sampai di Tanjung Bira dan di sana sudah menunggu dua rekan backpacker asal Jakarta yang lebih awal datang ke Tanjung Bira. lega rasanya ternyata teman2 ini sudah mencarikan penginapan yang paling murah buat kami semua. Kami mendapat satu cottage panggung dengan dua kamar tidur, satu kamar buat cowok dan satu kamar buat cewek . Air tawar adalah sesuatu yang mahal untuk penginapan di pinggir pantai, termasuk Bira. Kata sang empu cottage kami hanya dijatah satu tangki air , Jika pemakaian air lebih maka akan kena biaya tambahan Rp 50.000, per tangki. oleh karena itu kami berusaha menghemat air dengan tidak mandi hehehehhehe….

Setelah memasukan barang ke kamar kami duduk duduk santai di kedai dekat penginapan untuk mencari informasi penyebrangan kapal ke Selayar dan biaya sewa kapal untuk snorkling. Kebetulan pemilik warung dan istrinya adalah seoarang dive master. Beliau menginformasikan bahawa terumbu karang di Tanabonarate tidak sebagus dahulu karena ada pemboman oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Mendengar cerita ini kami benar benar lemas apalgi setelah perjalanan jauh . Mungkin harus tidur dulu agar bisa berpikir untuk rencana apa yang akan dilakukan esok hari.

South Celebes Trip (part 1) : Mengejar Pesawat Delay

South Celebes Trip (part2): Ngemper di Bandara Sultan Hasanudin

South Celebes Trip (part 3): Angkut Satu Lagi dari Pare Pare

South Celebes Trip (part4): Kita di Tator… THo!!!!

South Celebes Trip (part5): Hari trakhir di Tator

South Celebes Trip (part 6): Tanjung Bira…

South Celebes Trip (part 7): Melawan Ramalan Angin Barat di Selayar

South Celebes Trip (part 8): Fast Drive n Fast Food Makasar

5 tanggapan untuk “South Celebes Trip (part5): Hari trakhir di Tator”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar