Acara, Sulawesi Selatan, Travelling

Menyaksikan Dayung Merengkuh Medali Asian Games 2018

Seumur hidup saya baru sekali memegang  medali pertandingan olahraga. Walau hanya perunggu tapi ini  dari ajang olahraga bergengsi, Asian Games ke 18. Untuk menjadi tuan rumah kembali Indonesia  harus menunggu setengah abad lebih  setelah Asian Games pertama tahun 1962 .  Artinya jika   Indonesia ingin kembali menjadi tuan rumah  ke tiga  maka harus menunggu 50 tahun lagi dan bisa jadi tahun 2060. Wah kira-kira sampai nggak ya umur saya?

Seumur hidup baru sekali megang medali olahraga gini.
Seumur hidup baru sekali megang medali olahraga gini.

Sejak setahun terakhir euphoria Asian Games 2018  sudah mulai terasa di Indonesia dan punckanya sehari setelah HUTRI yang ke 73.  Pada tanggal 18 Agustus 2018 masyarakat dunia tidak hanya Indonesia menyaksikan betapa epiknya acara pembukaan pesta olahraga terbesar Asia.

Apalagi ketika presiden RI  Jokowi turut meramaikan  pembukaan dengan aksinya kebut-kebutan di atas motor sebagai  penampil pembuka. Meski pada akhirnya aksi ini melahirkan pro kontra hingga bahan nyinyiran ra wis-wis di media sosia, seluruh rakyat Indonesia bahagia.

Pembukaan Asian Games dimeriahkan oleh atraksi motor gede yang membuat jagad maya heboh  (doc: antara)
Pembukaan Asian Games dimeriahkan oleh atraksi motor gede yang membuat jagad maya heboh (doc: antara)

Tapi sadar atau tidak acara pembukaan Asian Games ke 18 semakin meyakinkan bahwa orang Indonesia itu kreatif. Konon setelah bujetnya  dipotong hampir setengah kita tetap bisa menampilkan pertunjukan kelas dunia. Terimakasih Wishnutama dan tim kreatif seremoni  pembukaan Asian Games ke 18.

Memes-11.jpg

 

Satu  persatu mata pemirsa dimanjakan  dengan aksi hiburan  tak biasa mulai dari konfigurasi tari  Ratoe Jaroeh yang dibawakan oleh 1600 penari hingga tarian kolosal di atas panggung terbesar di Indonesia lengkap dengan gunung dan air terjun buatan.

Tarian Gending Sriwijaya memeriahkan pembuakan Asian Games 2018
Tarian Gending Sriwijaya memeriahkan pembuakan Asian Games 2018

Sumpah saya langsung ngences menonton pembukaan Asian Games dan  mengkhayal bisa merasakan kemeriahan di Istora Bung Karno.  Malam itu hati saya langsung tergerak untuk menonton langsung pertandingan  pesta olahraga terbesar Asia.

Baiklah minggu depan saya akan ke Palembang. Tanpa berpikir dua lai tiket pesawat langsung dipesan.  Eh tapi pertandingan apa yang akan dionton?  Saran teman penghobi fotografi, pertandingan perahu naga akan bagus untuk difoto walau sejujurnya hati ini berharap menonton   petandingan bola voli pantai putri.

“Bro ditungguin tuh dengan atlet Uzbek!”

“Astagfirullah. Ingat Danan tujuan kamu untuk mendukung atlet Indonesia. Bukan untuk melihat paha, jaga pandangan.”

Lalu mengenakan kaftan ala Nazar KDI (mantan Musdalifah). Lagian kalau cuma lihat  paha dedek gemes banyak di Batam.

Meriahnya pembukaan Asian Games ke 18 tahun 2018 di Istora Bung Karno
Meriahnya pembukaan Asian Games ke 18 tahun 2018 di Istora Bung Karno

 

Jalan Bersama Kompal (Kompasiana Palembang)

Hari Jumat usai jam kantor saya langsung ke bandara menuju Palembang dengan penerbangan terakhir. Alhamdulilah semua lancar tanpa drama delay apalagi nggak dikasih ijin pulang lebih awal oleh  bos. Bonus kecilnya saya sempat menikmati LRT pertama di Indonesia dari bandara Sultan  Mahmud Badaruddin II menuju jembatan Ampera.

Berfoto dengan blogger Kompasiana Palembang, Kompal.
Berfoto dengan blogger Kompasiana Palembang, Kompal.

Karena tujuan saya hanya untuk menonton pertandingan Asian Games saya tidak terlalu banyak rencana di Palembang. Sedari pagi saya hanya ingin makan mpek-mpek saja lalu berkunjung ke kampung Arab Al Munawar tapi tetiba sebuah pesan masuk dari Deddy Huang masuk.

 

Biasa blogger,  ajakan kopdar dan ghibah manja di samping jembatan Ampera. Tapi sebelum ghibah itu tuntas muncul teman-teman Kompal (Kompasiana Palembang) mengajak ke Jakabaring Sport Center (JSC) menonton pertandingan sepak takraw.

Tiket sudah terjual habis
Tiket sudah terjual habis

MEMES-12

Hari Sabtu antrian shuttle bus tidak terlalu panjang
Hari Sabtu antrian shuttle bus tidak terlalu panjang

Sampai di JSC semua tiket pertandingan telah terjual habis. Ya sudahlah kita berfoto saja  sambil windows shopping mencari merchandise Asian Games ke 18. Bagi pengunjung yang tidak berkesempatan menonton pertandingan olahraga ternyata ada Asian Fest seperti bazar dan panggung pertunjukan. Jelang malam hari Asian Fest semakin ramai, setelah seharian berlaga atlet-atlet butuh hiburan. Tak segan mereka naik ke atas panggung mempertunjukan kesenian dari negaranya masing-masing.

Bonus Narsis di Jembatan 

Hari berikutnya bersama Lia dan rekannya Ummi menonton pertandingan di JSC tapi sebelumnya kami jalan-jalan dulu di Masjid Agung. Maklum seumur hidup belum pernah foto di jembatan Ampera yang jaraknya sepelemparan kancut dari masjid. Padahal empat tahun lalu setiap bulan sekali selalu melewati jembatan Ampera ketika mudik ke Lampung dari Jambi.

Tahu tidak berapa waktu yang dibutuhkan untuk berfoto di kawasan  antara masjid Agung sampai jembatan Ampera. Hmmm kira-kira dua jam saja, parah banget ya? Maklum saya dan Lia penghobi fotografi, kalau sudah hunting kita suka lupa waktu. Pernah lho kita berdua di Kerinci bengong seharian  di pinggir sawah. Anak fotografi pasti ngerti deh apa yang kita tunggu.

 

Karena tema fotonya Asian Games di Palembang berarti harus ada ikon kota Palembang dan latarbelakang orang berolahraga. Lalu jadilah foto jembatan dengan background orang berlari dan spanduk Asian Games.

Ayo dukung Timnas Indonesia di Asian Games ke 18 di Palembang.
Ayo dukung Timnas Indonesia di Asian Games ke 18 di Palembang.

Walau  street fotografi tetap harus ada konsepnya kakak, biar nggak perlu caption panjang nggak nyambung untuk menjelaskannya

Memes_05.jpg

Sedang asik-asiknya berpose manja di jembatan Ampera, Mbak Elly blogger Kompasiana mengirimkan pesan ajakan sarapan. “Pokoknya kalau idak ke Mie Celor Haji Syafie belum ke Pelembang lah…” Begitulah Mbak Elly berpromosi betapa melekatnya nikmat  mie celor dengan kota Palembang.

Dan benar saja, saya, Lia dan Ummi langsung jatuh hati dengan mie yang ternyata  kuahnya terbuat dari kaldu udang. Wah kalau rasanya senikmat ini, makan mie celor Haji Syafie hukumnya wajib jika bertandang ke Palembang lagi.

Cuma mau paer mie ini rasanya enak banget
Cuma mau paer mie ini rasanya enak banget

Sebetulnya kami bertiga menyimpan keinginan pergi ke Gandus. Itu lho tempat museum Al Quran terbesar di Palembang. Tapi karena niat pertama saya ke Palembang untuk Asian Games maka saya simpan. Apalagi Ummi dan Lia kan berdomisili di Jambi, jadi kalau mau ke Palembang lagi gampang . “Tenang  museumnya nggak akan pindah, tahun depan kita ke sini lagi.”

Tapi siapa menyangka Mbak Elly menawarkan ke Gandus sejenak sebelum ke Jakabaring. Ya sudahlah langsung berangkat ke Gandus tanpa berpikir dua kali, wong nyatanya hanya sekitar 8 kilometer dari pusat kota Palembang.

Foto keluarga cemara di Museum Al Quran
Foto keluarga cemara di Museum Al Quran

Setelah berfoto manja di Museum Al Quran yang berada di Jalan M Amin Fauzi, kami diantar Mbak Elly ke stasiun LRT Bumi Sriwijaya. Masksud hati ingin menumpang LRT untuk sampai ke JSC tapi ternyata antrian mengular panjang bagai naga.

Perjuangan Menonton Asian Games

Saya tidak pernah menyangka menonton  Asian Games hari ini begitu berat. Jelang hari Minggu animo masyarakat yang ingin menonton pertandingan di Jakabaring Sport Center (JSC) sangat besar. Namun ironisnya jelang tengah hari semua tiket on the spot sudah habis terjual dan kebanyakan masyarakat tidak tahu kalau tiket dapat  dipesan online 3 hari sebelum pertandingan.

Antrean penumpang shuttle bus JSC  sudah lumayan berkurang
Antrean penumpang shuttle bus JSC sudah lumayan berkurang

Lalu di sepanjang pintu gerbang  JSC menumpuk penonton galau yang tidak tahu akan kemana? Minimnya informasi di pintu gerbang membuat kebanyakan penonton naik shuttle bus tanpa tahu tujuan tempat pertandingan  dan hanya berkeliling-keling bagai piknik akhir pekan. Akibatnya jumlah antrean penumpang bus membludak, tidak adanya jalur antrian membuat calon penumpang berhamburan di jalan. Siapa yang kuat akan mendapat kesempatan naik bus terlebih dahulu dan drama berebutan naik bus tak terelakan lagi.

Sebetulnya panitia sudah menyediakan halte bus tapi fungsinya lebih sebagai pemanis. Tanpa tali antrian rasanya penumpang “Indonesia” tidak akan tertib naik ke bus satu per satu melalui halte. Kami bertiga sempat mengantri (tepatnya berebutan) bus setengah jam lebih, hingga akhirnya Ummi dan Lia mendapatkan bus terlebih dahulu dan saya menyusul 15 menit kemudian.

Tiket sudah terjual habis tapi masih banyak tempat duduk kosong
Tiket sudah terjual habis tapi masih banyak tempat duduk kosong

Setelah masuk ke dalam stadion sejenak, saya memutuskan untuk menonton pertandingan di tepi danau. Karena kursi penonton jaraknya jauh dari sungai apalagi kami bertiga hanya memiliki dua tiket,  gegara saya salah pesan. Saya kira Lia hanya sendiri bertandang ke Palembang, niatnya sih tadi beli tiket on the spot tapi sudah habis terjual. Sebetulnya agak aneh juga sih tiket sold out tapi kursi di dalam stadion masih banyak yang kosong.

Tepat  dua partai final terakhir  kami dapat tempat nyaman duduk di pinggir danau. Sebetulnya agak khawatir juga diusir petugas kemanan karena setelah kami duduk di sini ternyata makin banyak penonton yang ikut-ikutan ngemper di sungai. Tanpa tahu tim mana yang berlaga kami semangat berteriak, “Indonesia… Indonesia… Beruntung di dua partai terakhir terdapat tim Indonesia yang berlaga.

Sampah membawa berkah, buat yang paham aja dengan botol mineralnya
Sampah membawa berkah, buat yang paham aja dengan botol mineralnya

Waktu menunjukan pukul 15:00 WIB kami berharap masih ada satu partai pertandingan kayak tapi nyatanya danau makin sepi. Tim SAR yang bersiaga di atas sekoci  mulai merapat ke darat. Wah sepertinya semua pertandingan berakhir. Kalau dihitung-hitung lebih lama perjalanan dari Stadiun Bumi Sriwijaya ke Jakabaring lalu mengantri shuttle bus ke sini dibandingkan menonton dua pertandingan terakhir tapi sudahlah paling tidak kita sudah menyemangati tim Indonesia.

Penonton berangsur pergi tapi  kami tetap bertahan duduk di pinggir danau, menikmati sore di  tepi danau Jakabaring sambil tetap menanti keajaiban ada atlet yang berlatih kayak.

Sampah Membawa Hikmah

Merasa yakin  tidak ada tanda-tanda kehidupan di danau kami bergegas menuju halte bus terdekat.

“Eh ini sampahnya kita buang kemana”, tanya Ummi

“Ya udah dibawa aja”, jawab saya sekenannya

“Kita jalan lewat belakang stadion aja yuk cari tempat sampaj”, ujar Lia.

Akhirnya kita bertiga berjalan menyusur danau menuju belakang stadion, sampai di belakang stadion kami melihat persiapan upacara penerimaan medali. Dengan bahasa isyarat kami kompak masuk ke stadion dengan wajah tanpa dosa. Gayanya sih sok kaya wartawan membawa kamera berlensa panjang tapi nenteng kresek sampah.

Senyum bahagia ketika bisa menyelinap masuk ke upacara pembagian medali
Senyum bahagia ketika bisa menyelinap masuk ke upacara pembagian medali

Pelan-pelan kita mulai percaya diri memfoto tapi  tetap tahu diri nggak ribut sampai akhirnya seorang petugas menanyakan id card. Masih dengan wajah tanpa dosa kami meminta ijin dan kemurahan hati sang petugas untuk tetap bisa menonton pembagian medali perahu naga putri. Walau Indonesia tidak menang tapi tetap bahagia apalagi yang menjadi juara pertama Korea, iya Korea bukan Korea Selatan atau Utara. Di ajang Asian Games kali ini mereka bersatu.

Pendukung Korea yang bahagia karena tim putri memenangkan perlombaan perahau naga
Pendukung Korea yang bahagia karena tim putri memenangkan perlombaan perahau naga

“Iya Mbak silakan tapi jangan ribut dan bocor di kamera depan sana, nanti kami yang disalahkan.”

“Baik Mbak!” Kamipun makin tahu diri, berdiam di belakang papan penutup dekat bendera tapi tetap lensa kamera tetap  menjulur merekam momen terbaik.

Itu lho mbak yang paling kanan pakai topi dan jilbab yang kasih ijin kita
Itu lho mbak yang paling kanan pakai topi dan jilbab yang kasih ijin kita

Akhirnya bendera putih bergambar peta Korea Selatan dan Korea  Utara  berkibar diiringi lagu Arirang untuk pertama kalinya di Jakabaring. Dalam alunan lagu tradisional dua negara seluruh penonton berdiri hikmad menyaksikan sejarah ketika olahraga mampu mengapuskan perbedaan politik dan ideologi.

Lagu Arirang  merupakan  lagu tradisional Korea Selatan dan Korea Utara,  sudah ada sebelum kedua negara tersebut pecah setelah Perang Dunia II. Huruf A dalam kata Arirang berarti  say goodbye sedangkan  Rirang artinya Tuhan selalu di hati.

Lihat Oppa Korea gini cewek-cewek pada seger matanya
Lihat Oppa Korea gini cewek-cewek pada seger matanya

Curi-Curi Kesempatan

Ummi dan Lia tidak dapat menyembunyikan kebahagiannya ketika tahu tim kayak putra Indonesia menjadi juara ke tiga perahu naga kelas 500 meter. Inilah dampak ngemper di danau dan  jauh dari garis akhir, tidak tahu pemenang perlombaan.

Yey! Indonesia juara ke tiga perahu naga pria  500 meter
Yey! Indonesia juara ke tiga perahu naga pria 500 meter

“Aaa… Indonesia… Indonesia…” Kami bertiga menjerit tertahan, beberapa panitia dan wartawan mulai ngeh kalau ada penyusup norak. Tapi sudahlah, setiap rakyat Indonesia berhak bahagia dan bangga atas kemenangan ini.

Dan tingkah kami semakin menggila ketika satu per satu atlet  nak  podium. Shutter kamera semakin sering dipencet dan video tanpa jeda merekam momen bersejarah. Tak lupa kami juga semakin semangat berselfie dengan latar belakang upacara pembagian medali.

Selfie, mumpung yang belakang tim indonesia lagi diwawancara
Selfie, mumpung yang belakang tim indonesia lagi diwawancara

Walau bukan dalam alunan lagu Indonesia Raya menyaksikan sang merah putih berkibar di tengah venue pertandingan olahraga itu rasanya luar biasa. Dijamin jiwa nasionalisme akan naik berkali lipat dan bibir nyinyirmu terbungkam rapat. Karena ada perjuangan dan kerja keras yang tercurah untuk dapat mengibarkan bendera di sana gaes.  Nggak kebayang kalau yang  mengalun lagu Indonesia Raya, mungkin kami bertiga sudah  nangis sesungukan sambil bernyanyi.

Usai semua seremoni yang menggetarkan sanubari akhirnya wartwan dan altet sibuk dalam wawancara hingga akhirnya Lia melirik tiga atlet yang masih berdiri di atas panggung.

“Mas boleh foto bareng nggak?” Langsung seorang atlet mendekat lalu rekannya yang membawa bendera  ikut bergabung.

“Boleh pegang bonekanya?”

“Medalinya juga boleh”, ujar sang atlet.

“Duar!!!!” Lalu terjadilah sesi pemoteretan kilat dan nista curi-curi kesempatan. Saya yang anaknya  paling males potret dengan artis jadi ikutan foto sembari memegang medali.

Tak lama hujan turun dengan derasnya, spontan bersama kru dan atlet  kami bertiga memasuki stadion. Sampai di selasar stadion kita sempat bengong .

“Eh kita mimpi nggak sih?” Saya mencubit perut yang makin gembil karena sedari pagi sudah diisi kapal selam, mie celor dan mpek-mpek.

“Gila ya pengalaman hari ini nggak nyangka banget”, ujar Lia menatap danau.

“Ho oh”, ujar Ummi yang nggak masih tidak percaya dengan semua pengalaman gila-gila-an bersama Gank Tante.

“Sis… Kalian nggak pengen sholat di dalam? Siapa tahu di dalam lebih banyak atlet yang bisa diajak foto-foto lagi?”

“Heh?”

“Sadar nggak sih penonton yang masih bertahan di stadion cuma kita aja lagi sama atlet dan panitia”, ujar saya santai.

“Ya udah kita cari musholla di dalam”, dua wanita berhijab itu bersemangat lalu kabur ke masuk stadion.

Meski tidak menemukan atlet tapi ternyata banyak tempat di dalam stadion yang instagramable yang  tidak bisa diakses oleh semua orang kecuali atlet dan panitia. Dan jangan salahkan saya jika akhirnya Ummi dan Lia melobi meminjam jaket panitia untuk berfoto.

“Mbak nanti kalau jaketnya mau dijual hubungi aku aja”, Ummi menutup percakapan lalu bertukar nomor telepon dengan panitia Asian Games.

“Hah?” Aku cuma bisa bengong.

9 tanggapan untuk “Menyaksikan Dayung Merengkuh Medali Asian Games 2018”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar