berlayar dari Lombok ke Labuan Bajo
Curahan

Bahagia Itu Bukan Tentang Diri Sendiri

Berlayar  dengan beberapa traveller bule yang memiliki hobi sama , ngeblog dan bikin video kembali mengusik batin saya. Aslinya pekerjaan  utama mereka jalan-jalan karena hidupnya dari jualan tulisan, foto dan video piknik.

“Why don’t you quit from your job?”  Saya cuma bisa nyengir getir ketika pertanyaan itu dilontarkan.

“Are you happy?”

Tapi bagi penghobi traveling seperti  saya jalan-jalan itu bikin hidup lebih berwarna , wajah sumringah dan bercahaya. Sehingga saya tak perlu mengoleskan cream anti aging agar terlihat 10 tahun lebih muda.

Percaya atau tidak lima tahun lalu ketika hampir setiap bulan saya travelling , orang selalu mengira saya anak kuliahan atau paling tidak fresh graduate universitas. Padahal waktu itu usia saya sudah kepala tiga. Plis jangan dihitung berapa umur saya sekarang.

Hening damai Labuan Bajo akhirnya hati ini berkisah tentang suara hati
Hening damai Labuan Bajo akhirnya hati ini berkisah tentang suara hati

Sekarang, dengan mengendurnya jadwal piknik dan otot perut rasanya mustahil kalau saya mengaku anak kuliahan. Anak kuliahan nggak ada yang perutnya buncit dan pipinya ngondoy.

“Life just once….” Lalu kembali si bule meracu , mengapa kita harus menikmati hidup dengan travelling… Bla… Bla… Saya cuma ndomblong  berusaha keras menterjemahkan kata yang tak dimengerti.

Ya situ enak mas kerja setahun bisa untuk jalan-jalan tiga  bulan. Lah saya kerja setahun belum tentu bisa untuk jalan-jalan tiga  minggu. Ini masalah finansial, belum lagi cuti yang mepet dibagi dengan mudik, kondangan dan famtrip ( catat : ini bukan riyak)

“So, what are you waiting for?” Kembali si bule komporin saya untuk resign dari pekerjaan dan fokus dengan hobi. Apa yang saya lakukan sudah total katanya. Nggak banyak blogger bisa melakukan semuanya sekaligus, membuat foto dan video perjalanan. Semua bisa dijual dan menghasilkan uang, termasuk jual diri ke tante-tante atau om-om *nyengir*

Saya hanya bisa diam , sok mikir sambil ngupil. Ya mungkin kalau saya resign dari pekerjaan lalu fokus dengan semua ini akan mendapatkan penghasilan yang sama besarnya dengan gaji, bahkan lebih. Karena  sekarang di tengah kesibukan bekerja   , setidaknya seminggu sekali bisa produktif menghasilkan satu buah tulisan dan video . Hasilnya lumayan , bisa untuk jajan bakso di Paris atau Mexico. *lalu diintip petugas pajak untuk diaudit jumlah penghasilan lain di luar gaji*

Tapi apakah semudah itu? Nggak bro yang menjadi pertimbangan saya adalah keluarga , terutama nyokap. Sejak punya hobi menulis – dulu hobi saya memasak dan menyulam – ibu wanti wanti berpesan. Jangan sampai hobi mengalahkan pekerjaan utama, apalagi hobi yang ada hubungan dengan seni.

Semua prinsip hidup  ibu bukan tanpa alasam  tapi berhubungan dengan pengalaman orang di sekitarnya. Bagaimana beliau melihat beberapa kakak tertuanya  tak dapat memberikan hidup yang layak bagi anak dan istri hanya karena sang kepala rumah tangga tergila gila  manggung di pentas wayang  orang dan orkes keroncong. Waktu itu berkesenian memang tidak dapat menjadi pegangan hidup , tapi sekarang? Ah tetap saja ibu tidak dapat menerima argumen saya.

“Nggak usah neko-neko Le, Hidup  kaya orang biasa  saja.” Itu kalimat yang selalu dilontarkan ibu mengakhiri perdebatan panjang tentang hobi seni yang menjadi pilihan hidup.<

Orang tua memang selalu menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya dan si anak juga punya impian. Tapi demi kebahagiaan bersama ada baiknya saya mengkaji ulang untuk mengambil  keputusan hidup ekstrim , menjadi pengangguran  berpenghasilan.

Jadi jomblo punya pekerjaan tetap saja jadi bahan omongan orang di kampung apalagi sudah jomblo nggak punya pekerjaan. Kalau kata anak jaman sekarang , kelar dah hidup loe! Kalau di dalam kasta mungkin menempati hirarki paling rendah , kaum paria.

Lagi-lagi saya teringat tangis ibu di pagi hari karena  tak tahan  mendengar gunjing tetangga. “Kasihan itu anaknya nggak menikah gara-gara  gajinya habis untuk membahagiakan orang tua.” Padahal kenyatannya nggak gitu juga.

Ini lho pemandangan dari beranda kamar saya di CF Komodo Hotel Labuan Bajo

Kalau saya beneran jadi fulltime travel blogger yang kerjaannya cuma lontang-lantung piknik , glundang-glundung di hotel mewah (aslinya   booking hotel online) lalu jeprat-jepret pose manja untuk majalah fashion. Apa kata dunia. Orang sekampung bakal heboh lalu ibu bakal nangis kejer sambil guling-gulingan di halaman  rumah.

Cukup , sudah cukup. Membayangkannya sudah nggak sanggup apalagi menjalaninya. Jadi kesimpulan dari semua curhatan pagi  ini saya tetap akan menjadi Mas-Mas kantoran yang hobi ngeblog  dan piknik demi kebahagiaan orang yang saya cintai, terutama ibu. Karena saya belum bisa memberikan kebahagian lain sebagai anak yang berbakti kepada orang tua.

26 Maret 2017.
(Suatu pagi yang cerah gemilang di Labuan Bajo)

 Hotel CF Komodo
Alamat : Jalan. Alo Tanis, Labuan Bajo, Komodo,
Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Tim. Indonesia

41 tanggapan untuk “Bahagia Itu Bukan Tentang Diri Sendiri”

  1. Dan gue mendadak baper. Secara kisahnya tambah dan kurangnya adalah yang mirip mirip 😀

    Tapi serius, pernah _ atau malah sering _ dapat wejengan persis kayak gini juga. “Jangan sampai hobi mengalahkan pekerjaan utama”

    Ini nih. Ini! Salah satu alasan kenapa paling suka bacain tulisan curhatan orang. Karena ternyata, ‘kita’ nggak sendiri. Banyak juga yang punya nasip sama tapi solusi dan buah pikirnya beda. Gituuu….

    Disukai oleh 1 orang

  2. Baca ini jadi ingat mamaku yang setiap ditanya orang tentang kerjaanku. Mamaku biasanya jawab: dia cuma main laptopan aja. Hahaha.. Setuju kalau bahagia itu memang bukan tentang diri sendiri, tapi jangan sampai diri sendiri tidak bahagia hanya demi membahagiakan orang lain. Tsahhhh..

    Suka

    1. ahahhahah mungkin gap generation itu memang ada, aku juga nggak mungkin jelasin dunia media sosial dan blog detail ke emak. emakku hobi baca sih tapi pas ditunjukin blog aku dan disuruh baca dia bilang males baca lihatin monitor , pusing

      Suka

  3. Sama kayak ibuku nih, beliau juga bilang hobi jangan sampai mengesampingkan kerjaan utama. Padahal kalau mau itung-itungan hobi ini yg punya andil besar biar jiwa tetap waras dan penghasilan ya bisa jadi more less sama kayak gaji kerja utama. Ah tapi mau dijelaskan kayak gimanapun kita adalah seorang anak, yang punya tujuan ingin membahagiakan keluarga. Salam buat ibu mas Danan, semoga selalu sehat dan bahagia.

    Disukai oleh 1 orang

  4. Positif ini manggilnya Bang / Mas Danan. Heehee
    Ini masih masalah ortu Mas, kalau sudah menikah, tantangannya jadi beda lagi.
    Tetap semangat ya.. Karena tulisan dan foto Mas memang bagus2, makanya bule2 ini ngasong2in buat berhenti kerja.

    Disukai oleh 1 orang

  5. Semoga sampai kapanpun kak ices selalu ingin membahagiakan ibu.. karena Ibu tetap menjadi tanggung jawab anak lelakinya… Keinginan Ibu sangat sederhana kan ?? yang penting anak nya punya pekerjaan tetap..

    Disukai oleh 1 orang

  6. Mas Danan memang sudah cucok jadi travel blogger yang sesungguhnya dan menjadikannya sebagai profesi yang profesional. Ya semoga one day you will happy with their question… hehehe

    Disukai oleh 1 orang

  7. Baru semalam nemu blog ini. Iseng baca sebelum tidur. Kok enak banget gaya bertuturnya…..suka..salam kenal dari mak-mak sayang anak dan suami yang suatu saat pengen backpackeran ke seluruh dunia. Baca ini udah serasa refreshing…

    Disukai oleh 1 orang

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar