kisah masah kecil di pasir putih
Curahan

Kisah Masa Kecil – Kompak Nakal Malah Drama

Berhubung kemarin Hari Anak Nasional , saya mau berkisah satu kejadian yang mungkin tidak akan pernah lupa seumur ketika anak-anak. Sebetulnya nggak ada hubungannya sih tapi mungkin ada pesan moral yang bisa dibagikan.

 

Sesungguhnya tidaklah mudah memiliki saudara yang jarak umurnya hanya setahun lebih dari usia saya. Walau berkali-kali ibu selalu mengingatkan agar saya memanggil saudara tertua dengan embel-embel Mbak tapi tetap saja saya memanggilnya Kipit. Karena matanya memang sipit.

Saya tidak tahu apa yang kakak saya pikirkan punya adik yang badannya lebih besar dan kadang kita lebih disangka  kembar daripada kakak beradik padahal tidak seumuran. Tapi bukan kembar identik ya, karena dari warna kulit dan wajah kami sangat jauh berbeda. Mbak lebih mirip China *semasa kuliah julukannya China Glodok* dan wajah saya eksotis Jawa.

Tapi karena cuma berdua dan mau tidak mau harus kompak , dari ngakalin kunci rumah supaya bisa kabur dari tidur siang sampai curhat-curhatan gebetan dan pacar. Eh maaf kalau urusan ini kakak saya yang sering dan saya jadi pendengar setia. Tapi kalau saya punya gebetan nggak pernah cerita ke siapa -siapa . *curang *

Orang tua kami tidak memperbolehkan anak-anaknya jajan, kalau ingin makanan atau mainan tertentu harus bilang ke orang tua. Dan insyaAllah mereka akan memberikannya walau kadang tidak seusai keinginan hati. Maunya roti warung , eh yang diberikan bolu buatan ibu. Atau mau layang-layangan cantik tapi yang diberikan layang-layang buatan Bapak yang  tidak bisa terbang karena keberaatan ekor.

2824_99637255658_715937_n

Dan pernah kami berdua nekat jajan gelang karet untuk dironce jadi lompat tali dan ketahuan. Walhasil saya dan Mbak dihukum bareng, Bapak yang jarang  marah, murka besar sampai kami dihukum untuk memegang penggaris kayu  tinggi-tinggi. Kalau  tidak tinggi tangan kami dipukul dengan kemoceng. Lalu kami kompak berdua menangis. Tapi keesokan harinya kami dibelikan ibu karet gelang berkilo-kilo gram beratnya, sampai kami lelah meroncenya walau satu rantai terdiri sepuluh karet gelang.

Apakah kami jera jajan? Tidak ,  keinginan makin tambah menggebu apalagi melihat koleksi gambaran atau wayang punya tetangga. Mau minta dengan Bapak nanti dikasihnya kertas kalkir lalu kami disuruh menggambar sendiri. Strategi pun dilancarkan Mbak  yang waktu itu sudah kelas 1 SD. Jadi rencananya pulang sholat jum’at kami kabur ke sekolah dekat masjid.

Di kampung kami yang kebanyakan bersuku Banten, adalah hal yang lazim jika anak-anak dan perempuan mengikuti sholat jumat. Jadi ketika kami berdua pamit , ibu tidak menaruh kecurigaan.

2824_84819715658_4830603_n

Kamipun berangkat bersama teman-teman ke masjid yang jaraknya cukup jauh dari rumah, mungkin hampir satu kilometer . Usai sholat jumat sayapun langsung menghambur ke halaman masjid lalu menuju shaft perempuan di belakang. Tapi sampai semua orang keluar masjid saya tidak melihat kakak. Akhirnya karena bingung dan takut kehilangan kakak saya pulang ke rumah sambil menangis. Bayangin jalan kaki satu kilometer sambil nangis tersedu-sedu, saingan dengan film india.

Sampai rumah saya mengadu ke ibu kalau Mbak ilang, bukannya dikasihani malah dimarah kenapa pulang nggak bareng. Akhirnya saya balik lagi ke masjid mencari kakak yang hilang *mirip sinetron*. Dan ironisnya nggak ketemu, lalu menangis tambah kenceng. Drama banget hidup ini ya?

Sampai di rumah hujan turun dengan lebatnya. Kali ini ibu tidak marah lagi malah menyuruh saya makan dan istirahat serta bersembunyi.

Kira-kira setengah jam kemudian Mbak pulang dalam kuyup hujan lalu ibu bertanya. ” Adek mana?”

“Eh anu… Belum pulang?” Muka Mbak langsung panik.

“Berangkat sama-sama, pulang kok nggak barengan. Cari adiknya sampai ketemu.”

Lalu tergesa-gesa Mbak kembali ke masjid dalam hujan. Setengah jam kemudian ia kembali dan terisak  . ” Adik nggak ada Bu, Adik ilang…!”

“Duduk…!” Ibu tidak mengijinkan Mbak masuk ke dapur dan makan siang karena saya bersembunyi di situ.

Dan murka ibu makin besar tak kala beberapa lembar gambaran meluncur dari mukena yang dipegang Mbak. Hari itu mungkin jadi hari paling na’as bagi hidupnya.  Sore hari ketika Bapak pulang dari kantor hukuman pun bertambah , Mbak diiket ditiang jemuran sambil disiram air.

Saya cuma bisa mengintip dari dapur sambil menyesali semua kebodohan. Andai saya tidak pulang sambil menangis dan tetap setia menanti di masjid semuanya tidak akan terjadi.

Akhirnya Mbak cerita kalau sesungguhnya ia tidak berniat meninggalkan saya. Hanya saja ingin memberi kejutan kepada saya. Jadi setelah imam mengumandangkan salam terakhir ia bergegas lari ke sekolah untuk membeli gambaran . Tapi ternyata penjual gambaran sedang shalat Jum’at dan makan siang , akhirnya ia menunggu.  Dan lupa kalau saya tidak tahu letak sekolah tempat menjual gambaran.

Saya masih sangat mengingat semua kisah ini dengan baik walau saat itu belum bersekolah di SD. Dan berjanji akan selalu kompak dan saling menjaga dengan my only sister *terutama kompak-kompakan bohong*.

Sejak saat itu saya dan Mbak selalu berangkat dan pulang bersama saat sekolah dari SD sampai SMA. Orang mungkin melihatnya aneh, sudah SMA masih jalan bareng dengan adiknya atau kakaknya. Meskipun kita di rumah musuhan tapi berangkat dan pulang sekolah selalu bersama.

Untuk takdir memisahkan tempat kuliah kita. Kalau kita nggak pisah kuliah bisa jomblo Mbakku, wong tiap hari disatpamin bodyguard :D.

Ini kisah anak-anakku yang berkesan. Bagaimana kisah anak-anak kamu? *bukan anakmu atau anak anumu*

 

 

 

 

29 tanggapan untuk “Kisah Masa Kecil – Kompak Nakal Malah Drama”

  1. Wakakakakaj… Drama banget ya kak…

    Ah indahnya masa anak2.. Aku juga punya pengalaman seru ama sodara2ku, dr mulai rusakin pagar belakang rumah ampe kabur saat tidur siang..

    Disukai oleh 1 orang

    1. aslinya kita berdua anak manis tapi kata ibukku, saya adalah anak yang keinginannya banyak dan tak biasa. nah kakak saya yang baik itu kadang ingin mewujudkan kemauan adiknya ini.

      aku terharu lho kak pas tahu kakakku nabung uang saku ikatan dinas dia pertama demi beli sepatu yang aku idamkan :((

      Suka

  2. Om Danan kecilannya lucu juga yaaa. Jadi pengin gendong. Kalau yang sekarang, ga sanggup nggendongnya. Keberatan 😆

    Cerita masa kecil? Banyaaakk dan juga seru-seru.

    Disukai oleh 1 orang

  3. Hoahahaaa.. tadinya mampir karena ingat kayaknya mas Danan pernah bahas trik jalan murah ke S’pore, eh malah ngeliat blogpost yang ini. Seru dan berkesan sekali. Jadi kangen masa Kecil.. Boleh juga nih idenya buat kado Ultah adik 3 hari lagi. Cerita masa kecil yang tak terlupakan.

    Disukai oleh 1 orang

  4. hahaha drama banget yaak itu masa kanak2nya mas Danan, aku juga dulu punya drama sama adikku yang suka ngintil ke mana pun aku main..

    karna dia tukang ngadu ke mama tth apa pun yg aku lakuin pas keluyuran, jadi setiap kali mo main sama tmen2 kami kudu sembunyi berjam2 smpai dia nyerah nyari kami 😀 😀

    Disukai oleh 1 orang

  5. Wah seru bgt kisah hidupnya mas, gamau dibikin biografi aja nih? 😂
    Aku sm adek nomor 2 suka berantem, pernah waktu itu berantem dia pegang golok aku pegang pisau daging.. Lupa gara2 apa. Untung gada yg melayang.
    Kalo sama si bungsu kompaknya beres2 rumah 😂

    Suka

  6. Paling ketawa baca “Layangan keberatan ekor” ingat kecil dulu waktu main layangan terus ekornya dibikin dari koran digunting yang panjang, makin panjang ekor layangan makin bangga sama diri sendiri, alhasil mau nerbangin layangan malah belibet ekornya… hahahah

    Disukai oleh 1 orang

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar