sumber antaranews.com
Curahan

Terjebak Kenorakan Mudik

Mudik itu norak. Ya , iyalah kan berasal dari kata udik yang artinya kampung. Lalu diadaptasi menjadi kegiatan masal berjamaah pulang ke tanah kelahiran atau daerah asal dengan cara yang  tidak masuk akal.

Memaksakan diri setahun sekali membeli tiket pesawat yang harganya tiga kali normal. Membawa barang bawaan yang kadang nggak perlu-perlu amat demi oleh-oleh orang di kampung. Naik motor berhari-hari melintasi pulau Sumatra Paling ironsi berhutang agar kelihatan eksis di kampung sebagai perantau berhasil.

Tiga tahun lalu saya tidak  pernah rela kalau pulang ke rumah dibilang mudik. Karena pulangnya kan sebulan sekali, bukan setahun sekali . Dan tidak pakai rempong membawa kardus-kardus besar berisi oleh-oleh. Kalau harga tiket melambung memilih untuk menunda beberapa pulang , jalan-jalan dulu.

Sekarang?

Ya saya terjebak dalam semua kenorakan itu. Kira-kira senorak apa saya ketika lebaran?

1. Pulang Setahun Sekali
Sudah tahu deh kalau semenjak jadi Mas-Mas kantoran di Batam saya jadi fakir cuti dan liburan. Tidak bisa pulang sebulan sekali seperti dulu. Dan momen berkumpul dengan keluarga setahun sekali saat lebaran , mirip dengan kaum urban di Jakarta.

Lalu cuti yang lain dihemat untuk piknik cantik dan genit.

2. Beli Tiket Mahal Jauh-Jauh Hari
Secara logika tidak ada tiket  pesawat murah sejak H-3 atau H+3 Lebaran. Tapi karena takut harga tiket makin melambung saya membeli 2 bulan sebelum mduik .

Apakah murah banget? Tetap saja untuk tiket keberangkatan hampir dua kali harga normal. Tapi tetaplah dibeli daripada tidak mudik.

3. Kardus Oleh-Oleh
Belanja oleh-oleh  sih asik tapi membawanya repot banget. Dan alhamdulilah dengan alasan kepraktisan tahun ini oleh-oleh saya membawanya dengan kardus besar. Sempurnalah tampilan mudik tahun ini, menenteng tas sambil memanggul kardus.

Ya walaupun hati ini menjerit nggak sanggup bergaya mudik ala Bang Toyib. Tapi demi menyenangkan ponakan dan emak di rumah aku iklas.  Tempo hari Emak pesan  coklat dari Singapura karena tahun ini tidak   membuat kue. Sedangkan para ponakan  paling senang kalo Omnya yang ganteng pulang dapat oleh-oleh lalu rame-rame bongkar isi kardus.

4. Menyiapkan Uang Kecil
Saya biasa mempercayakan urusan bagi-bagi uang untuk anak kecil di sekitar rumah kepada Emak. Tapi tahun ini sepertinya saya juga harus mempersiapkan uang kecil sendiri jika berkunjung ke rumah teman. Teman saya anak-anaknya sudah besar.

Lalu kamu kapan punya anak *pura-pura nggak denger*

5. Membawa Baju Baru
Di Hari Raya saya tidak selalu mengenakan baju baru. Terkadang yang dipakai baju yang ada di rumah , tidak membawa dari Batam. Tapi tahun lalu saya diprotes Emak karena baju yang saya kenakan terlalu junkies. Efek berat badan naik drastis selama di Batam.

Namun kalau ditelaah lebih jauh sepertinya ini modusnya saja, biar anaknya cepat laku.

“Ya namanya dagangan musti dipajang bagus-bagus. Stok lama tapi casing baru”

6. Dijemput Ramai-Ramai
Lebaran tahun lalu saya dijemput ramai-ramai di Bandara mirip orang pulang haji. Orang tua , kakak peremupuan , kakak ipar dan ponakan-ponakan menanti saya di bandara. Setelah muncul di depan pintu bandara semua menyambut riang gembira.

Aslinya aku agak terharu sih tapi kenapa pas pulang nggak ada yang mengantar ya? Ya , iyalah orang jarak tempuh bandara rumah hanya 15 menit, manja bener.

Jaelangkung saja pulang pergi nggak ada yang ada yang antar jemput. Kamu masih minta diantar jemput?

7. Nongkrong di Mall
Sebagai perantau ganteng sukses tapi jomblo, untuk mempertegas citra kesuksesan , mall menjadi tempat reuni atau kongkow dengan teman lama. Kebetulan tahun lalu ada mall baru paling hits dengan konsep baru di Lampung, Mall Bumi Kedaton.

Karena semua perantau mau nongkrong disitu cari tempat parkir susah banget , harus tawaf tujuh kali keliling mall. Dan yang paling norak untuk makan di salah satu resto harus menunggu dua jam baru dapat tempat duduk. Sumpah ini kejadian paling norak selama mudik.

8. Terjebak Macet Tapi Nekat
Ya itulah orang Indonesia sudah tahu macet tapi tetap nekat, alasannya kapan lagi ke sana? Mumpung pulang kampung. Lagian berkunjung ke rumah sanak sauadara yang lebih tua hukumnya wajib.

Jangankan macet, hujan badai harus dijabanin biar tidak kualat. Eh biar dapet angpau alias THR.

9. Pertanyaan Kapan?
untuk kaum jomblo mungkin pertanyaan kapan nikah itu terdengar sangat norak. Kok itu-itu saja sih pertanyaannya.

Sesungguhnya bukan itu saja teman, yang sudah nikah dan belum punya anak pasti akan ditanyain , ” kapan isi?”

Lalu para mapala (mahasiswa paling lama) akan baper ketika ditanya kapan  lulus?

Dan pertanyaan  keren itu, ” kapan kita piknik keliling Eropa?”

25 tanggapan untuk “Terjebak Kenorakan Mudik”

  1. tos dulu ah! kita sama-sama norak mas. kenorakan massal yang menggembirakan. dirayakan setahun sekali dan menjadi budaya yang cuma ada di Indonesia. haha.

    selamat bernorak ria!

    Suka

  2. Sejak 2006 di Batam saya ga pernah mudik pas lebaran, alasannya pas banget sama point point di atas.
    Terutama macet, paling malas. Tiap tahun pasti mudik minimal 1x, tapi gak pernah sekalipun pas lebaran, pas bulan-bulan biasa aja pulang.

    Untungnya orang tua saya pun mengerti. Jadi gak terlalu merasa bersalah 🙂

    Suka

      1. Dulu waktu sekolah di Semarang, pas “mudik” di bulan puasa ke Kudus, yang biasanya 1 jam aja udah maksimal, bisa 2 jam lebih umpel-umpelan dalem bis. Mana naiknya rebutan di terminal. Beradu sama kardus kardus. Hahaha.

        Mending sekarang udah 4 lajur, lumayan lancar tapi tetep padat. Dulu cuma 2 lajur. Beugh…

        Suka

  3. Anuhh mudik asal katanya dari bahasa Jawa “mulih dilik”, omm hihi. Artinya pulang sebentar. Tapi kenapa cuma dianggap pulangnya setahun sekali ya? Padahal libur akhir tahun, tiap long weekend pasti ada yang pulang kampung, mesti bikin tren Mudik Long Weekend nih hahaha.

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar