Travelling

Dongeng Rasa di Restoran Semarang

Ada kisah di setiap cita rasa .  Makanan  hadir tak hanya  untuk mengganjal lambung jika rasa lapar menjalar.  Konon mengecapnya berkali-kali mampu membangkitkan kenangan sekaligus mengobati kerinduan.

Rasa  nikmatnya terkadang melahirkan getaran baru di hati bernama cinta.  Jangan pernah salahkan Semarang jika lidahmu  jatuh hati berkali-kali  tergoda kuliner kaki lima di Simpang Lima.

Semarang International, Family & Garden Restaurant
Semarang International, Family & Garden Restaurant

Tak hanya kuliner Simpang Lima yang wajib kamu coba. Sambangilah  tempat makan yang lebih hikmat.  Yang sekedar memberi nikmat di lidah tapi mampu meretas kisah yang tak tertatahkan di meja makan.

Foto di Pojok Heritage diperbarui setiap tiga bulan
Foto di Pojok Heritage diperbarui setiap tiga bulan

Restoran Semarang, tak ubahnya rumah tempo  dulu dengan halaman luas yang kini seluruhnya dijadikan tempat parkir. Jendela besar kaca  hampir memenuhi seluruh muka bangunan. Pintu berdaun ganda terbuka lebar memberi kesempatan setiap insan untuk melongok ke dalam.

Kali ini saya tak hanya melongok, tapi melangkah masuk bersama peserta Famtrip Semarang Hebat 2016. Kami duduk mengitari meja panjang besar yang sudah tertata rapih.

” Makan besar nih ! ” Hati bersorak gembira  diiringi suara perut berderat.

Jam makan siang memang telah tiba tapi ada seseorang yang kita tunggu. Konon hadirnya  menyempurnakan jamuan makan siang ala Semarangan tempo dulu.

Tak mau diam, saya melangkah lebih dalam menyusuri tiap jengkal Restoran Semarang. Ternyata di belakang bangunan ini terdapat ruang  terbuka yang ditata menjadi tempat makan tak biasa. Becak dan bemo tua menjadi elemen dekoratif taman yang didominasi meja bundar besar.

Halaman belakang rumah Restoran Semarang
Halaman belakang rumah Restoran Semarang

Ada juga ruangan kecil yang menghadirkan nuansa makan yang lebih intim. Meski dibatasi tembok , yakinlah kamu akan betah di dalamnya bersama pasangan tercinta. Lukisan dan elemen interior di dalamnya membangkitkan nuanasa ruang makan keluarga tempo dulu.

Salah satu ruangan Restoran Semarang tempat menjamu tamu
Salah satu ruangan Restoran Semarang tempat menjamu tamu

Empu Restoran Semarang

Pria berwajah karismatik itu akhirnya  hadir di tengah kami. Dari foto-foto yang tergantung di ruang depan kami sangat kenal sosoknya. Yongki Tio pemilik Restoran Semarang , lebih senang disebut sebagai petutur kota Semarang dibandingkan budayawan.

Kecintaannya akan sejarah dan fotografi membuat pria kelahiran 19 April 1941  melahirkan  buku yang berisi foto lawas bertajuk Kota Semarang Dalam Kenangan.

Olive , blogger pecinta sejarah tak sabar untuk berdialog lebih dalam, mengenang perjumpaan mereka bertahun lalu. Buku bersampul coklat  yang  ia  bawa dibuka , tepat di bawah halaman , sang petutur  kota menorehkan tanda tangan.

Guratan ringan tangan menyalin sebuah nama dan meninggakan jejak bersama sebait pesan bagi sang penjelajah kubur.

Kisah masa lalu dan sejarah memang sangat dekat dengan tukang kuburan dan petutur kota. Jika akhirnya mereka terjerembab dalam kenangan Semarang tempo dulu, mungkin itu takdir.

Tukang kuburan bertemu Sang Petutur Kota Semarang
Tukang kuburan bertemu Sang Petutur Kota Semarang
hadiah bagi sahabat lama, goresan penuh makna dan sebait pesan
hadiah bagi sahabat lama, goresan penuh makna dan sebait pesan

Dongeng Makanan

Berlatar belakang Pojok Heritage , Yongki  Tio berdiri berhadapan menyapa para blogger. Bersahaja ia memperkenalkan diri lalu berkisah tentang Restauran yang berdiri sejak tahun 1991.

Kecintaannya akan kuliner dan Semarang tempo menginspirasi mengusung masakan  lawas di atas meja makan restoran berkelas. Meski sebagian besar menu rumahan, cita rasanyaa tak murahan. Dari penampilan dan rasa silakan diadu dengan hotel bintang lima di kota Semarang. Namun bagi saya yang luar biasa, makanan di sini tak kehilangan keotentikan rasa dan nuansa.

bercengkrama dan berkisah kepada Blogger Nusantara
bercengkrama dan berkisah kepada Blogger Nusantara

Lontong Cap Go Meh , dari komposisi tampilan dan warna ia terlihat memukau. Bayangkan dua belas jenis menu pendamping tak hanya jadi pelengkap tapi elemen penting hidangan. Nasi  yang dipadatkan itu terbenam dalam kuah opor bersantan encer.

Panganan ini terlahir dari alkuturasi budaya dan toleransi umat beragama. Ketika seorang Babah ingin membalas hantaran dari  tetangga muslim yang mengirimkan ketupat opor di Idul Fitri.

Saat Cap Go Meh (lima belas hari setelah Imlek) sang Babah mengirimkan lontong yang dipotong bulat sebagai simbol bulan purnama. Dan uniknya lontong berkuah opor ini rasanya tak akan senikmat jika tidak dicampur dengan lauk pendamping yang terdiri dari sambal goreng ati, sambal goreng tahu, docang (kelapa gurih yang berwarna putih), abing (kelapa berwarna cokelat dengan cita rasa yang manis), bubuk kedelai, telur ayam, dan kerupuk udang.

Keanekaragaman lauk pauk melahirkan keharmonisan rasa seperti Bhineka Tunggal Ika. Berbeda-beda tapi kita tetap satu jua.

Lontong Cap Go Meh
Lontong Cap Go Meh

9

Kisah Cinta Lumpia

“Ada kisah cinta di balik lumpia. Ia lahir dari cinta dua anak manusia…”, ucap Yongki  Tio sembari melirik panganan khas Semarang di ujung meja.

Jika  Tjoa Da You  dan Warsih tak bertemu mungkin tak akan ada lumpia lezat Semarang. Kala itu Tjoa Da You  penasaran mengapa makanan yang ia jual tak selaris milik Warsih gadis desa dari Kebon Lancung.

Tak segan pemuda berdarah tionghoa bertanya kepada Warsih lalu keduanya menjadi sangat dalam diskusi kuliner. Akhirnya keduanya jatuh cinta  lalu menikah dan memiliki seorang anak bernama Tjoa Po Nio.

Dari pernikahan  Tjoa Po Nio dan Sim Hoan Sin lahir tiga orang anak yang  melahirkan generasi pemilik toko lumpia besar di Semarang yaitu Mbak Lin di Jalan Pemuda, Lumpia gang Lombok dan Lumpia Mataram.

Meski Yongki  Tio dan istirnya Puspwati tak berasal dari garis keturunan Tjoa Da You  dan Warsih, lumpia di sini tak kalah lezat dibandingkan lumpia lain di Semarang.

Isian gurih manis terasa pas di lidah , begitu juga teksturnya. Paduan  udang dan rebung terasa padat ketika digigit dan tidak ambyar.

Es Rujak Puspa

Jamun makan kali ini tak ditutup manis dengan Es Rujak Puspa, karena sejatinya ia tak terasa manis mengigit seperti kebanyakan jajanan Jawa.

Hah bagaimana es tidak terasa manis?

Es yang diciptakan oleh Puspawati memang terasa unik di lidah,  tapi cukup memberi klimaks makan siang  kali ini. Dipastikan anda tersenyum  lepas  menyantapnya.

Geliat rasa manis , asam  dan pedas terasa pas di lidah. Isiannya cukup sederhana, hanya serutan bengkoang dan timun mas. Setelah diracik sempurna , rujak didinginkan dalam lemari es.

Begitu dimakan ia akan berpendar membangkitkan  rasa dingin dan segar di langit-langit mulut lalu berputar-putar di lidah. Menawarkan dahaga sekaligus panas kota Semarang.

Jika kebanyakan desert manis menyisakan rasa haus, maka tidak dengan Es Rujak Puspa.

Jika puspa artinya bunga , tak berlebihan jika hati saya berbunga-bunga usai menyantapnya satu mangkuk.

10

Makanan lawas alias tempo dulu tak hanya didominasi masakan tradisional Asia . Jadi jangan heran di restoran ini kamu melihat beberapa kuliner Eropa seperti Hollandaise Croquette.

Lagi-lagi keroket di sini istimewa, rasa keju adonan kentang daging ayam begitu kuat.   Kulit  keroket berbalut tepung panir goreng garing yang menyeimbangkan tekstur panganan asal negeri kincir angin.

Jangan lupan mencelupkan ke dalam mayonise, sebelum ia masuk ke dalam mulut.

Slurppp… rasa nikmat itu terlalu sayang untuk dilewatkan teman. Apalagi  kisah setiap rasa yang didongengkan oleh pemilik restauran Semarang.

11

Semarang International, Family & Garden  Restaurant
Jalan Gajah Mada 125 (100 meter Simpang Lima)
Telp: 024-831 014 0
Fax : 0214-844 401 0

Tulisan ini merupakan famtrip Semarang  , 6-8 Mei  2015.  Undangan Badan Promosi Pariwisata Kota Semarang (BP2KS).

Tulisan Semarang Trip lainnya :

  1. Tempat Wisata dan Kuliner asyik di Semarang | Atanasia Rian
  2. Bermain Tubing di Desa Wisata Kandri asyik lhoo | Atanasia Rian
  3. Dari Sam Poo Kong Ke Tay Kak Sie | Richo Sinaga
  4. FamTrip bikin #SemarangHebat jadi Trending Topik (Part 1) | Sinyo
  5. FamTrip bikin #SemarangHebat jadi Trending Topik (Part 2) | Sinyo
  6. Ada Gus Dur di Pecinan Semarang! | Vika Octavia
  7. Jelajah Malam Lawang Sewu | Leo
  8. Pecah di Semarang Night Carnival 2016 | Eka Situmorang-Sir
  9. #SemarangHebat Culinary to Heritage | Badai
  10. Dongeng Rasa di Restoran Semarang | Danan Wahyu
  11. MG Setos Hotel – Terjebak di Antara Kubikel Raksasa | Danan Wahyu
  12. Hantaman Jeram Kali Kreo | Imama
  13. Ada Tiongkok di Semarang | Farchan
  14. Satu Hari Mengenal Tionghoa di Pecinan Semarang | Nunu
  15. Lawang Sewu Kini dan 13 Tahun yang Lalu | Parahtiti
  16. Gebyar Fantasi Warak Ngendok di Semarang Night Carnival 2016 | Parahtiti
  17. Kisah di Balik Kuliner Semarang | Luh De
  18. Antusiasme Masyarakat di Semarang Night Carnival 2016 | Puspa
  19. Lepaskan Zona Nyamanmu dengan Tubing di Sungai Kreom | Astin
  20. Photo Stories: Semarak Semarang Night Carnival | Ghana
  21. Photo Essay : Semarang Night Carnival | Wiranurmansyah
  22. Keseruan Semarang Night Carnival 2016 | Budiono

59 tanggapan untuk “Dongeng Rasa di Restoran Semarang”

  1. Nyammmmm… Ada kisah di setiap rasa. Yep bener banget itu kak. Misalnya saat mencicip pangsit di salah satu pojokan di kota ini, rasanya selalu mengingatkanku saat makan berdua menu ini ama mantan.. Bhay!! *curcol

    Lumpia ya enak banget kayanya ya kak..

    Disukai oleh 1 orang

      1. Aku waktu ke Semarang kemaren beli lumpia dua besek.. 1 besek lumpia goreng, 1 besek lagi lumpia basah.. #akukalap #akudoyan #danakhirnyamakinsusahmoveon #deritalu 😀 😀 😀

        Disukai oleh 1 orang

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar