gunung batur
Bali - Exotic the island of God, Travelling

Merangkai Pitutur Alam Jalur Batur

Munafik! Meski katamu tak terujar  tapi hatimu memendam hasrat. Katanya tidak  ingin mendaki puncak tinggi karena fisikmu tak mampu, tapi nyatanya hari ini kamu menyusuri jalur  gelap. Merayapi terbing terjal hingga nyaris terjungkal.

Nyalimu mungkin setinggi puncak itu. Tapi ingat nyawamu cuma satu dan ia bisa hilang ketika jantungmu tak mampu memompa  darah  ke seluruh badan tambunmu.

***

Kaldera menaungi danau Batur
Kaldera menaungi danau Batur

Kegagalan  menapakan kaki di  Kinabalu dua tahun lalu dan  berubahnya  pola hidup akibat mutasi kerja menggugurkan impian tentang puncak-puncak tinggi. Trip nyaman menjinjing Hermes menjadi pilihan. Akibatnya badan  menggelembung tanpa terkendali hingga angka timbangan menunjukan tiga digit.

Untuk apa olahraga dan mengontrol berat badan, tak akan pernah ada trip ekstrim yang membutuhkan stamina fisik prima dan berat badan ideal. Libur akhir pekan tak jauh-jauh dari pantai, Singapura dan ujung-ujungnya nongkrong melumati kudapan.

Hasil  MCU penghujung tahun  lalu menyatakan nilai kolesterol sudah di atas ambang normal. Tanpa perlu mengulik berkas hasil MCU, julukan obesitas pun sudah terpampang nyata di perut. Dokter berkali-kali menyarankan untuk berdiet dan berolahraga. Tapi sungguh menjadi langsing bukan motivasi yang kuat. Jika baju lama tak muat berarti ada alasan untuk belanja bukan?

Semburat mentari pagi hari dari gunung Batur
Semburat mentari pagi hari dari gunung Batur

Hingar bingan Kuta dan Ubud membawa saya merepah sepi di sisi danau Batur. Tak ada rencana panjang hanya mengikuti kata hati. Kesibukan pekerjaan tak memberikan kesempatan  mencari informasi wisata Bali di laman google. Hingga akhirnya libur itu tiba dan saya tergagap akan kemana? Jika perjalanan ini tak dilakoni, tiket pesawat hadiah seseorang  akan hangus.

Rinjani terbatuk memuntahkan asap ke udara
Rinjani terbatuk memuntahkan asap ke udara

Sejujurnya Bali tak pernah masuk daftar destinasi wisata  seperti Singapura dan Malaysia. Jika akhirnya saya berada di sini mungkin itu takdirNya. Agar mata ini terbuka, jangan terlalu jumawa dengan trip anti mainstream. Semua tempat yang diciptakan Tuhan itu istimewa, termasuk sawah di belakang rumah yang mungkin kamu anggap biasa saja.

Usai melalui perjalanan panjang Ubud  ke Kintamani, laju sepeda motor saya hentikan di atas bukit menuju Besakih . Terkagum melihat keindahan gunung Batur dengan  gugusan bukit di sektar gunung seolah menaungi danau berwarna biru hingga toska.

Andai tahu Kintamani lebih damai, mungkin sejak beberapa hari lalu tak akan bermalam di Kuta dan Ubud.

“Kapan ya saya bisa menyapa Batur lebih dekat?” Seutas doa melintas di benak.

Bebatuan terjal jalur pendakian, tantangan fisik yang harus dihadapi
Bebatuan terjal jalur pendakian, tantangan fisik yang harus dihadapi

Tak menunggu hitungan hari doa itu dijabah Tuhan. Seorang pria yang baru kenal ketika mencari penginapan menawarkan paket pendakian  ke gunung Batur.  Meski berkali-kali bibir saya menolak tapi hati saya terlonjak girang. Ya, kata hati tak harus kamu ingkari dengan logika. Berat tubuhmu yang berlebih tak akan mampu membawamu ke puncak sana.

Lubang awan besar di angkasa
Lubang awan besar di angkasa

Jam tiga suara ketukan  pintu  kamar hotel memangkas  impian indah. Rasanya hanya sepertiga malam saya tidur. Dalam dekapan dingin udara Kintamani motor saya gas menuju Toya Bungkah  titik awal pendakian.

Pertemuan lengkung lerang Abang dan Gede
Pertemuan lengkung lerang Abang dan Gede

Tanpa memberi jeda beristirahat  , pemandu mengajak saya menyusuri jalan setapak gelap. Cahaya  pucat bulan sabit bersinar sekenanya merambah dasar hutan pinus. Kesadaran saya belum pulih, rasanya nyawa masih tertinggal sebagian di kamar hotel. Tapi tubuh saya mulai protes kekurangan oksigen. Jantung berdetak semakin kencang berusaha memenuhi asupan oksigen dengan memompa kuat-kuat.

Satu tarikan napas tak cukup dan otak pun memerintahkan paru-paru menghirup udara lebih dalam dan lebih sering. Hingga terdengar suara terengah-engah menakutkan. Sampai di pos satu fisik saya protes hebat. Dada terasa makin  sesak bagai di lautan dalam. Batuk pun tak terelakan hingga cairan di dalam dada terburai keluar.

Alergi saluran pernapasan atau asma yang sudah berpuluh tahun hilang kini datang menyerang.

“Tuhan bagaimana jika….” Pikiran buruk saya tepis. Dengan keyakinan dan doa, napas yang sudah compang-camping saya tata ulang.

Langkah kaki diperlambat disesuaikan dengan kecepatan jantung memompa darah, agar ototnya tak lelah lalu berhenti untuk selamanya.

kabut menyapu dana Batur bersama datangnya siang
kabut menyapu dana Batur bersama datangnya siang

Langkah saya melambat , rombongan meninggalkan saya di belakang bersama seorang pemandu  super sabar bernama Komang.  Penuh semangat pria berusia 20-an tahun menyemangati saya dengan obrolan. Tapi konsentrasi saya hanya pada napas, celotehnya yang kadang nyeleneh nyaris tak terdengar.

menikmati keindahan danau dari ketinggian 1700 meter
menikmati keindahan danau dari ketinggian 1700 meter
warung di puncak gunung Batur
warung di puncak gunung Batur

Pelan saya merayapi lereng bukit yang kini dipenuhi rumput tinggi. Jantung dan paru-paru sudah beradaptasi dengan baik, tapi terjalnya jalur pendakian  menguji kekuatan kaki. Kadang goyah karena tak mampu menahan beban terlalu berat. Saya harus lebih berhati-hati rasanya tak bijak jika pada akhirnya batu yang saya injak rapuh menimpa pendaki di bawah sana.

Saya menunjuk Abang dan Gede, akankah takdir membawa saya kesana?
Saya menunjuk Abang dan Gede, akankah takdir membawa saya kesana?

Rombongan saya sudah berada jauh di atas dan saya seolah tak beranjak naik. Mata tak berani menatap puncak menjulang, takut semangat mengendur tak kala melihat jarak masih jauh. Pandangan saya luruskan ke depan , memandang optimis jalur yang akan saya lewati. Bukankan begitu seharusnya hidup, rasanya tak bijak jika terlalu sering melihat ke bawah atau ke atas.

Ketika bayangan jatuh menaungi kaldera
Ketika bayangan jatuh menaungi kaldera

Beruntung sebelum matahari terbit saya sampai di puncak. Meski matahari tertutup awan saya masih melihat rona jingga. Abang dan Agung terlihat gagah menjulang tinggi. Saya makin terkagum dengan puncak tinggi di Bali. Hamparan danau pelan-pelan tersapu kabut membuat pagi ini semakin syahdu.

3
Selvie di puncak Batur

Tiba-tiba Rinjani memuntahkan asap putih. Ia terbatuk. Bulu kuduk saya merinding, apa yang terjadi jika saya berada di puncak sana?  Fenomena alam mengundang rasa kagum sekaligus takut.

Gunung Batur terakhir meletus di tahun 2005 dan letusan paling dasyat terjadi pada tanggal 2 Agustus dan berakhir 21 September 1926.

Hutan pinus pos satu jalur pendakian gunung Batur
Hutan pinus pos satu jalur pendakian gunung Batur

Sinar matahari berangsur menyinari sebagian punggung bukit, menyisakan bayangan hitam di kaldera. Saya makin enggan untuk turun ke bawah, terkagum pengalaman mendaki pagi ini.

Jalur pendakian Batur tergolong ramah bagi pendaki nubie seperti saya. Ia tak sekejam Kerinci apalagi Rinjani. Namun  pengalaman ini bagi sebuah pitutur alam. Bagaimana seharusnya saya menjaga stamina tubuh jika ingin terus menjelajah nusantara.

Kelak saya ingin tetap bisa traveling di usia senja , 60 tahun bahkan 80 tahun. Bagaimana dengan kamu?

Sebelum pulang , kembali menggagumi gunung dari pinggir danau Batur
Sebelum pulang , kembali menggagumi gunung dari pinggir danau Batur
Tulisan ini tayang di rubrikk Jalan-Jalan, Batam Pos 10 Maret 2019
Tulisan ini tayang di rubrik Jalan-Jalan harian Batam Pos 10 Maret 2019

Terimasaksih untuk Komang yang sudah sabar memandu saya. Bagi rekan-rekan pendaki nubie yang ingin mendaki dapat menghubungi beliau

Komang Nik

+62 87 761 744 478

+62 82 339 680 928

Email: komangnick6@gmail.com

Facebook : komangnick42@yahoo.com

45 tanggapan untuk “Merangkai Pitutur Alam Jalur Batur”

  1. ya ampuuun di atas cantik bgt ya mas… walo aku masih mikir2 utk naik, sanggub ga ya :D.. trakhir naik bukit itu puncak sikunir dieng, dan itu aku lemes, mual, pusing krn ga biasa -__-.. yg segitu aja lgs loyo apalagi batur :D.. persiapan fisik dululah kalo mw kesana ;D

    Suka

  2. ya Ampun kakak..indah banget ya view disana.. foto2 nya bikin kaki gatal……akankah kaki ini dapat kesempatan untuk menanjakkan kaki disana…dan apakah mata ini bisa menikmati keindahan disana ????

    Suka

  3. ya Ampun kakak..indah banget ya view disana.. foto2 nya bikin kaki gatal……akankah kaki ini dapat kesempatan untuk menanjakkan kaki disana…dan apakah mata ini bisa menikmati keindahan disana ????

    Suka

    1. sekarang rinjani suka batuk jadi suka ada material kaya batu terlempar ke udara. lagian mendaki rinjani kan memang bisa berhari2 karena treknya panjang dan keren (sayang kalo cepet2).
      Dan sepertinya saya harus persiapan fisik kalo mau naik. AKu Mei mau ke Lombok tapi ngga tahu ke rinjani apa enggak

      Disukai oleh 1 orang

  4. Terakhir mendaki di Gunung Lawu Karanganyar Jawa Tengah pas malam hari Kemerdekaan Indonesia, walaupun dengan nafas dan langkah kaki yang berat akhirnya bisa mengibarkan sangsaka merah putih di puncak Gunung Lawu.

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar