Lampung, Travelling

Senja Sebalang – Serpihan Jejak Masa Lalu

Tarahan , Bandar Lampung – Sekali lagi gas sepeda motor saya tarik dalam-dalam, melesatkan dua buah roda,  beradu pacu dengan bus-bus besar. Ini jalan Sukarno-Hatta Bung, mereka (bus dan truk) tak akan peduli dengan kendaraan roda dua. Konon jika malam dan jalanan sepi, mereka tak segan melibas sepeda motor yang menghalangi jalan.

pantai Saburai, Sebalang - Lampung Selatan
pantai Saburai, Sebalang – Lampung Selatan

Terburu-buru memang bukan pilihan jika kau punya cukup waktu. Namun sang kala sudah mendekati ufuk barat, pertanda senja akan segera tiba di Sebalang.

Ah nama itu terdengar akrab di telinga, tapi rasanya belum pernah sampai kesana. Tapi intuisi ini tak salah. Langsung berinisiatif mengambil jalur kanan tak kala cerobong PLTU bergaris merah terlihat.

Dan benar saja, Teguh melambaikan tangan, agar saya  berbelok memasuki jalan di sebelah kanan.

Sebalang bukanlah destinasi wisata bahari populer Lampung, namun di kalangan pecinta fotografi, tempat ini menjadi lokasi favorit mengabadikan senja.

Liukan garis pantai Sebalang Teluk Lampung
Liukan garis pantai Sebalang Teluk Lampung

Di era kejayaannya destinasi wisata ini  dikenal dengan julukan pantai Saburai. Namun namanya dilupakan  seiring meredupnya pamor pantai-pantai di sisi selatan kota Bandar Lampung. Sebut saja THR Pasir Putih, Pulau Pasir, Tarahan dan pantai Selaki.

Kini pelancong lebih menyukai pulau-pulau dengan dunia bawah laut memukau dibandingkan pantai berpasir putih landai menggoda. Namun sesungguhnya yang membuat saya berduka, sebagian pantai ini tercemar akibat aktivitas pelayaran dan industri yang tak ramah lingkungan.

Dulu setidaknya sekali dalam sebulan Bapak mengajak kami ke pantai Pasir Putih. Jaraknya memang tak jauh dari rumah lama kami di desa Way Lunik , Panjang. Sekali memacu vespa, kami berempat ~ saya, Bapak, ibu dan kakak perempuan ~ sampai di sana. Bukannya pantai di seberang komplek rumah  tak indah. Tapi bagi anak-anak yang namanya piknik harus naik kendaraan , atau delman istimewa ku duduk di muka.

Menikmati keindahan Sebalang dengan cara lain
Menikmati keindahan Sebalang dengan cara lain

Ritual senja pun dimulai. Dalam rona kuning jingga , hikmat saya dan Teguh menatap langit dan laut. Mengeluarkan senjata yang hanya mampu merekam cahaya.

Berayun di dahan pohon
Berayun di dahan pohon

Beberapa anak muda masih setia bermain  riak . Memanjat dahan-dahan yang mencuat dari dalam air. Terbayang berpuluh tahun lalu, bersama  saudara perempuan saya melewati momen itu. Bapak dan Ibu duduk santai di pinggir pantai mengawasi dari kejauhan.

pelabuhan PLTU Sebalang
pelabuhan PLTU Sebalang

Sekali lagi saya dan Teguh tergoda rona jingga. Tak ada surya bulat sempurna bagai telur mata sapi karena ujung horison tertutup awan. Teluk Lampung bukanlah samudra terbuka, ornamen bukit akan menghiasi horison kemanapun matamu memandang.

Sabda Teguh kepada alam yang indah
Sabda Teguh kepada alam yang indah

Bagai senandung alam, angin berhembus lirih di antara dedaunan, mewarnai percakapan saya dan Teguh sore itu. Mengulas perjalanan tadi yang terlalu terburu-buru. Ya senja sore ini memang layak untuk diburu. Tak sengaja terbersit senja dan Sebalang , setelah berkutat di pulau Pasaran.

mentari terpancung sebagian tertutup bukit
mentari terpancung sebagian tertutup bukit

Kembali kami terdiam dalam senja yang makin meredup. Teringat pesan ayah dan ibu agar segera bergegas meninggalkan pantai jika adzan maghrib berkumandang. Menjauhkan  pandangan dari lautan jika ada yang  memanggil, apalagi kapal besar beriringan.

Mitos hantu laut di kala senja sering dikisahkan bunda, membuat saya tak pernah menyaksikan jingga di pantai saat kecil. Mungkikah mitos itu tipuannya? Karena ia sadar akan sulit mengajak pulang buah hatinya setelah melihat keindahan senja.

kilau jingga menjadi kemerahan sebelum meredup
kilau jingga menjadi kemerahan sebelum meredup

Berpuluh tahun sudah  kami sekeluarga  pindah meninggalkan Teluk Lampung. Tapi serpihan kisah masa kecil seolah tak pernah sirna tak kala menyambanginya. Ingin rasanya mendatangi semua pantai di Teluk Lampung, lalu menyusun serpihan kisah masa lalu dalam sebuah bingkai kenangan.

 

 Sebalang, 26 Desember 2015

 

 

47 tanggapan untuk “Senja Sebalang – Serpihan Jejak Masa Lalu”

  1. Memang pantai di Indonesia itu keren-keren banget senjanya, indah sekali warna-warnanya! Mungkin benar apa yang dinyanyikan, “tanah kita tanah surga”. Bahkan untuk menikmati rona senja yang seindah ini kita tak perlu jauh, ya. Semua pantai punya nuansa senja yang unik dan sama membekasnya, pantai ini pun begitu.

    Suka

  2. Mas Danan, subhanallah, kok ya ada pohon di tengah laut ya? Mungkin di sana itu dulu darat. Duh keren banget. Dirimu berdua dengan Mas Teguh saja kah? Mas Yo tidak ikut?

    Suka

      1. Semoga akan terus bersolek tak hanya dalam pembangunan fisik namun juga seiring dengan kualitas hidup masyarakatnya dalam segala hal mas, ikuti juga perkembangan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) nanti pasti akan lihat betapa Lampung terus berubah..

        Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar