Kuliner, Singapura

Makan Siang Bersama di Negeri Singa

mengintip dapur sebelum masakan disajikan
mengintip dapur sebelum masakan disajikan

“Ask not what you can do for your country. Ask what’s for lunch.” 
― Orson Welles

“Jauh bener bro makan siang ke Singapur.” Memang rasanya tidak  sebanding lintas negara hanya untuk menuntaskan rasa lapar. Tapi ini pengalaman pertama saya kesana. Jadi ingin sesuatu yang spesial  tidak sekedar foto di  patung air muncrat atau windows shopping jalan anggrek. *kedip-kedip*

Pelayaran Batam-Singapura tidak sampai satu jam tapi mengantri di imigrasi butuh  sejam lebih. Meski antrian dibagi dua di luar dan dalam ruangan nyatanya tetap mengular panjang. Maklum weekend, banyak orang Indonesia melancong. Hebatnya jalur antrian yang seharusnya untuk satu baris menjadi dua . Petugas di depan saya  mengerutkan dahi lalu menggeleng takjub.  Maaf kak, mengantri di negeri kami  sesuatu yang tak biasa, jadi  gagap budaya nih.

Jalan Selendang Delima
Jalan Selendang Delima

“Hey Harbaour Front to Kembangan mrt then 3 min taxi to my house, google its near Siglap.” Pesan singkat Kirit  memandu saya ke rumahnya di kawasan East Road Singapura. Hal pertama yang membuat terpesona di negeri ini mode trannsportasinya. Dan lagi-lagi saya harus belajar bersabar di sini. Untuk naik taksi kita harus antri.

Supir taksi yang tak terlalu pandai berbahasa Inggris sempat bingung mencari Jalan Selendang Delima. Dan akhirnya GPS menunutun kami  ke jalan yang benar , meski  sang supir  mengucap kata *uck berkali-kali gegara GPS-nya hang.  Abaikan kata-kata tadi. Banyak halo positif yang bisa kita ambil , seperti supir yang   tidak mau menerima tips, uang kembalian langsung diberikan tanpa diminta.

Berfoto bersama Kirit di ruang tamu
Berfoto bersama Kirit di ruang tamu

Sambutan Kirit sekeluarga begitu hangat, padahal saya terlambat  melewatkan jam makan siang. Beruntung mereka sekeluarga belum makan jadi tetap bisa makan bersama. Berkali-kali dia menanyakan apakah saya sendiri. Karena rencananya saya akan datang bersama seorang rekan, tapi mendadak ada urusan sehingga tak bisa datang.

Kirit tinggal bersama istri , ibu , ayah dan saudari perempuannya.  Mereka berasal Gujarat , India Utara dan masakan akan kami nikmati merupakan resep rahasia keluraga.

dari ruang masak bisa mengintip dapur
dari ruang makan bisa mengintip dapur

Sembari menunggu masakan matang saya  mengintip dapur dari ruang makan. Terlihat ibu dan istri Kirit sibuk memasak . Wah makanan yang disajikan benar-benar fresh .

Jujur saya tidak terlalu hapal nama makanan yang disajikan , di jam makan siang seperti ini jadi bodoh mendadak. Acara makan siang dibuka dengan  gorengan tomat dan cabai berbalut  tepung tebal. Pasti pada mikir, cabainya pedas banget. Ternyata engga pedas,  dalamnya berisi  sayuran dan di luarnya ditaburi bubuk rempah-rempah. Ayah Kirit mengingatkan untuk tidak memakan batang cabai karena rasanya sangat pedas.

Minuman berwarna putih mirip susu  terbuat dari yogurt kocok diencerkan. Rasanya  agak asin, pas untuk menetralisir sisa rempah di lidah.

DSC_0941_Fotor

Appertizer selanjutnya berupa sayur-sayuran, sekilas tampilannya mirip tumis kubis tapi kaya rasa dan segar.  Pas banget digado siang hari bercuaca panas. Duh jadi inget rujakan , tapi ini versi India bro!

main course alias menu utama
main course alias menu utama

Menu utamanya adalah chapati, roti khas india dimakan bersama kare dan tumis kacang panjang. Dengan cekatan tuan rumah menuang  piring bergama sayuran dan berlembar-lembar chapati.  Mungkin bbegini tradisi orang India, mereka tak akan membiarkan piring tamunya kosong. Walhasil , lima chapati sudah masuk ke dalam perut. , rasanya begah banget.

menu utama , capatai dan kawan-kawan

Jaim , saya sayapun menggunakan garpu dan pisau untuk makan. Memasuki ronde kedua. “Use five finger lah!” Ujar ayah Kirit. Walhasil tangan kotor dan tidak bisa mengabadikan momen-momen  berharga :p .  Selanjutnya chapati digantikan dengan long rice, beras berbulir panjang asal India.

ice cream vanilla dengan mangga
ice cream vanilla dan  mangga

Es krim vanillla dengan potongan mangga dihidangkan sebagai penutup. Sangat pas, setelah lidah bergulat dengan rasa pedas rempah aneka ragam. Tidak terasa dua jam lebih menikmati jamuan makan siang tardisional bersama  kehangatan tradisi Hindustan.

Meski makanan tidak dihidangkan dalam piring stainless besar seperti di negara asalanya saya tetap bisa merasakan keotentikan rasa. Tapi yang menarik bagi saya, bagaimana para pendatang di Singapura bisa tetap mempertahankan tradisi kuliner nenek moyang mereka.

Bagi kamu yang ingin melestarikan kekayaan kuliner  atau menggali potensi wisata lokal, mari bergabung  bergabung bersama withlocals . Website yang menjembatani penduduk lokal dengan wisatawan dari seluruh penjuru dunia untuk sebuah pengalaman wisata yang tak biasa.

Terimakasih Kirit atas jamuan makan siang 🙂

 

28 tanggapan untuk “Makan Siang Bersama di Negeri Singa”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar