- Orang Jawa biasa dengan sanepan atau kiasan, dapat berupa kata-kata, hiasan arsitektur dan pernik ritual. Sanepan merupakan bentuk komunikasi masyarakat tradisional jaman dulu. Meski terkadang dianggap tidak logis namun kaya dengan nilai-nilai yang relevan di setiap jaman.
Sebagai pujakusma , putra jawa kelahiran Sumatra sanepan bukanlah hal baru saya, tapi tidak terlalu mendarah daging, hanya sebatas tahu saja. Pengaruh lingkungan multikultural dan pendidikan modern menuntut tiap individu berpikir logis, terkadang melunturkan kepercayaan akan sanepan. Cultural Trip bersama Potret Mahakarya Djisamsoe ke Madura seolah menuntun saya mengenal kembali nilai-nilai leluhur yang terlupakan.
Budaya Madura itu unik , lihat saja fashion dan arsitekturnya. Penuh warna menggelora menggambarkan karakter masyarakat dan alamnya. Meski terpisah dengan tanah Jawa akar budaya Madura, khususunya Sumenep tetap berasal dari pulau Jawa . Coba kita menoleh ke belakang, Arya Wiraraja , adipati Sumenep pertama yang berasal dari Singasari.
Masjid Jamik Sumenep merupakan satu dari sepuluh masjid di Indonesia dengan gaya arsitektur unik. Paduan unsur budaya China, Arab , Eropa dan Jawa terlihat jelas dalam tiap elemen bangunan, inilah Mahakarya Indonesa. Keindahan dan keunikannya ternyata mengandung pesan dalam bentuk sanepan arsitektural.
***
Matahari seolah hanya sejengkal dari kepala, warna kuning gapura Masjid Jamik terlihat begitu menyilaukan. Gapura berasal dari bahasa arab “ghafura” yang artinya tempat pengampunan. Sebagai manusia kita tempatnya salah dan harus selalu memohon ampun kepadaNya.
Masih di gerbang masji . dua buah lubang tanpa penutup diibaratkan mata yang sedang melihat. Tepat di atasnya terdapat ornamen segilima memanjang ke atas gambaran manusia yang sedang duduk rapih menghadap kiblat menghadap sebuah pintu masjid. Mengisyratkan bahwa bila keluar masuk masjid harus memakai tata krama sepert; Tidak memisahkan dua orang jamaah masjid yang sedang duduk bersama, imam keluar masuk mimbar tidak melangkahi leher seseorang.
Pintu lengkung di kanan dan kiri gapura diibaratkan dua telinga manusia, artinya para jamaah masjid selalu mendengarkan dengan seksama ketika adzan, bacaan Al Quran dan kotbah dikumandangkan. Di sekeliling pintu terdapat hiasan rantai menggambarkan ikatan ukuwah Islam yang harus tetap terjaga.
Beruntung di halaman masjid ada pohon untuk berteduh, saya merapatkan diri di salah satunya. Seorang pengunjung menjelaskan kenapa hanya ada pohon Sabu (dalam bahasa Indonesia artinya sawo) dan Tanjung di sini. Sabu terdiri dari dua suku kata sa dan bu , sa mempunyai arti shalat dan bu berarti ja’bu-ambu. Tanjung terdiri dari suku kata ta dan jung, ta mempunyai maksud tandha dan jung mempunyai maksud ajhunjuhung.
Jika disatukan mengandung makna sebagai berikut: shalat ja’bu-ambu , tandha ajhunjung tenggi kegiatan agama Allah, artinya shalat lima waktu jangan ditinggalkan sebagai tanda mejunjung tinggi nama Allah.
Suara beduk dipukul bertalu lalu kumandang adzan Dzuhur membahana , orang-orang berdatangan sedangkan saya masih terpukau melihat jam matahari di halaman masjid. Teknologi sederhana penunjuk waktu sholat yang masih digunakan sampai saat ini. Bayangan besi di tengan batu marmer akan jatuh tepat di garis yang sudah ditandai.
Usai mensucikan diri dengan wudhu memasuki ke ruang masjid utama, melewati pintu besar di bagian tengah berornamen ukiran Madura di atasnya. Kekhusukan mendamaikan hati , begitu kontras dengan hiruk pikuk di luar sana. Jiwa ini terasa damai ketika ayat Al Quran dilafazkan oleh sang Imam
Tiga belas pilar besar tampak kokoh menyokong masjid yang dibangun masa pemerintahan Panembahan Somala. Bagai 13 rukun sholat yang harus dijalankan setiap muslim ketika beribadah. Tempat favorit saya duduk di serambi masjid dengan 20 tiang penyokong . Sambil bersandar di tiang melihat pintu dan jendela besar bergaya Cina dengan detail ukiran Madura berwarna hijau. Lauw Piango sang arsitek memang piawai memadukan keindahan dan filosofi bernuansa Islam.
Bus tour hampir berangkat meninggalkan komplek keraton Sumenep menuju Asta Tinggi, saya masih enggan beranjak , rasa kagum ini terlalu dalam melihat sanepan dalam bentuk arsitektural. Setelah melihat pintu gerbang terakhir kali sebagai tanda perpisahan berlahan berbalik menghadap ke alun-alun yang terletak di antara keraton dan Masjid.
Alun-alun yang menghadap ke Barat (Masjid) melambangkan Hablum Minallah sedangkan alun-alun yang menghadap ke Timur (Keraton) melambangkan Hablum Minannas. Inilah gambaran hubungan harmonis antara Ulama dan Umaro’ sudah tercipta sejak pemerintahan jaman dulu.
Semoga hubungan harmonis tetap ada sampai sekarang, terutama di negeri ini. 😀
***
Tahun 1806 Pangeran Abdurahman putra Panembahan Somala ditetapkan sebagai Nadir Wakaf sebelum beliau naik tahta menjadi Adipati Sumenep XXXII. Bertepatan itu pula sebuah prasasti ditulis:
-
” Masjid ini adalah baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa Keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (penguasa) dan menegakan kebaikan. Jika terdapat masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya masjid ini adalah wakaf , tidak boleh diwarisi dan tidak boleh dijual , dan tidak boleh dirusak.”
***
Madura Cultural Trip #1- Prolog Hati
Madura Cultural Trip #2 – Momen Monumental
Madura Cultural Trip #3 – Gentongan, Membatik Dengan Hati
Madura Cultural Trip #4 – Memangku Warisan Wayang Topeng Madura
Madura Cultural Trip #5 – Sumenep , Keraton di Timur Madura
Madura Cultural Trip #6 – Masjid Jamik, Sanepan Dalam Arsitektural
Madura Cultural Trip #7 – Pesarean Raja di Asta Tinggi
Madura Cultural Trip #8 – Semangat Membesi Aeng Tong Tong
Madura Cultural Trip #9 – Sejenak Petik Laut
cakep yooo….?
SukaSuka
unik mas…. akeh sanepan….
SukaSuka
sanepan.. perumpamaan kah..?
SukaSuka
ya mirip2 gt…
SukaSuka
postingan kali ini *dalem
SukaSuka
tapi tak sedalam hatiku…. padanya … #aih
SukaSuka
amin…. jalan2 ke masjid kan udah, kapan bikin janji di masjid ? *kabur ah sebelum dibazoka
SukaSuka
kapan ya ? hush hush hush
SukaSuka
Amin hehe… oom yang usaha ane bantu doa yah 😉
SukaSuka
biarpun di luar panas sekali. PUANAS SEKALI, di dalem masjid ini adeeeem banget
SukaSuka
iyah… sayang ga lama2 di dalem , sebetulnya pengen moto mimbar tapi sungkan masih ada yg sholat
SukaSuka
Jadi kangen ke Madura lagi. Ihiks
SukaSuka
ga nyangka madura keren gn wisata budayanya
SukaSuka
Orang-orang dulu cenderung hidup dan beraktivitas dengan falsafah luhur, Beda dengan kita yang jaman instan ini, kon antri wae angel …
Mantab Mas Danan Reportasenya.
Ono sambungane Sate Madura ora iki ? 😀
SukaSuka
Iya bener banget, mungkin jamannya memang sudah tua… Klo kata org jaman edan
SukaSuka
Tata kota di Pulau Jawa rata-rata seperti ini, di barat alun-alun pasti ada masjid.
SukaSuka
aku orang jawa tapi ga tahu banyak tentang buddaya jawa, makanya perjalanan kmrn ke MAdura tuh kaya menyusuri jejak leluhur nenek moyang, jadi makin penasaran dengan wisata budaya di pulau jawa dan madura
SukaSuka
masjidnya cantik sekali….
suka dengan sanepannya
SukaSuka
iya aku lgsg jatuh cinta dengan ini masjid
SukaSuka
kak, ulasannya bagus, banyak bahasan budayanya yaa.. sanepannya juga cantik. modelnya khas madura.
SukaSuka
makasih kk :D.. duh ada arsitek yg mampir jadi malu bahas arsitektur
SukaSuka
Cakep mesjid nya dan warna kuning nya ini bikin kinclong 🙂
SukaSuka
iya kaya foto bajunya kakak cumi 😀
SukaSuka
Alhamdulillah banyak yg suka dengan situs peninggalan leluhurku. Monggo ke sumenep disini masih abnyak budaya yg luar biasa
SukaSuka
aku suka banget lho dengan sumenep, gara2 perjalanan kmrn jadi belajar sejarah dan budayanya
SukaSuka
trims ud mampir ke sumenep
SukaSuka
sami2
SukaSuka