Jawa Timur, Travelling

Madura Cultural Trip #6 – Masjid Jamik, Sanepan Dalam Arsitektural

pintu gerbang Masjid Jamik Sumenep sarat simbol dan filosofi
pintu gerbang Masjid Jamik Sumenep sarat simbol dan filosofi
  • Orang Jawa biasa dengan sanepan atau kiasan,  dapat  berupa kata-kata,  hiasan arsitektur dan pernik ritual. Sanepan merupakan bentuk komunikasi  masyarakat tradisional jaman dulu. Meski terkadang dianggap tidak logis namun  kaya dengan nilai-nilai yang relevan di setiap jaman.

Sebagai pujakusma , putra jawa kelahiran Sumatra sanepan bukanlah hal baru saya, tapi tidak terlalu mendarah daging, hanya sebatas tahu saja. Pengaruh lingkungan multikultural  dan pendidikan modern menuntut tiap individu berpikir logis,   terkadang melunturkan kepercayaan akan sanepan.  Cultural Trip bersama Potret Mahakarya Djisamsoe ke Madura seolah menuntun saya mengenal kembali nilai-nilai leluhur yang terlupakan.

Budaya Madura itu unik , lihat saja fashion dan arsitekturnya. Penuh warna menggelora menggambarkan karakter masyarakat dan alamnya.  Meski terpisah dengan tanah Jawa  akar budaya Madura, khususunya Sumenep  tetap berasal dari pulau Jawa . Coba kita menoleh ke belakang,  Arya Wiraraja , adipati Sumenep pertama yang berasal dari Singasari.

perpaduan budaya - pintu besar gaya Cina, ukiran Madura, kaligrafi Arab, jam bandul Eropa
perpaduan budaya – pintu besar gaya Cina, ukiran Madura, kaligrafi Arab, jam bandul Eropa

Masjid Jamik Sumenep merupakan satu dari sepuluh  masjid di Indonesia dengan gaya arsitektur unik. Paduan unsur budaya China, Arab , Eropa dan Jawa terlihat  jelas dalam tiap elemen bangunan,  inilah Mahakarya Indonesa. Keindahan dan keunikannya ternyata mengandung pesan  dalam bentuk sanepan arsitektural.

***

Matahari seolah hanya sejengkal dari kepala, warna kuning gapura Masjid Jamik terlihat begitu menyilaukan. Gapura berasal dari bahasa arab “ghafura” yang artinya tempat pengampunan. Sebagai manusia kita tempatnya salah dan harus selalu memohon ampun kepadaNya.

Masih di gerbang masji . dua buah lubang tanpa penutup diibaratkan mata yang sedang melihat. Tepat di atasnya terdapat ornamen segilima memanjang ke atas gambaran manusia yang sedang duduk rapih menghadap kiblat menghadap sebuah pintu masjid. Mengisyratkan bahwa bila keluar masuk masjid harus memakai tata krama sepert; Tidak memisahkan dua orang jamaah masjid yang sedang duduk bersama, imam keluar masuk mimbar tidak melangkahi leher seseorang.

Pintu lengkung di kanan dan kiri gapura  diibaratkan dua  telinga manusia, artinya para jamaah masjid selalu mendengarkan dengan seksama ketika adzan, bacaan Al Quran dan kotbah dikumandangkan. Di sekeliling pintu terdapat hiasan rantai menggambarkan ikatan ukuwah  Islam yang harus tetap terjaga.

di halaman masjid hanya ada dua jenis pohon yaitu sawo dan tanjung
di halaman masjid hanya ada dua jenis pohon yaitu sawo dan tanjung

Beruntung di halaman masjid ada pohon untuk berteduh, saya merapatkan diri di salah satunya. Seorang pengunjung menjelaskan kenapa hanya ada pohon Sabu (dalam bahasa Indonesia artinya sawo) dan Tanjung di sini. Sabu terdiri dari dua suku kata sa dan bu , sa mempunyai arti shalat dan bu berarti ja’bu-ambu. Tanjung terdiri dari suku kata ta dan jung, ta mempunyai maksud tandha dan jung mempunyai maksud ajhunjuhung.

Jika disatukan mengandung makna sebagai berikut: shalat ja’bu-ambu , tandha ajhunjung tenggi kegiatan agama Allah, artinya shalat lima waktu jangan ditinggalkan sebagai tanda mejunjung tinggi nama Allah.

jam matahari penunjuk waktu sholat di siang hari
jam matahari penunjuk waktu sholat di siang hari

Suara beduk dipukul bertalu lalu   kumandang adzan Dzuhur membahana , orang-orang berdatangan sedangkan saya masih terpukau melihat jam matahari di halaman masjid. Teknologi sederhana penunjuk waktu sholat yang masih digunakan sampai saat ini. Bayangan besi  di tengan batu marmer akan jatuh tepat di garis yang sudah ditandai.

Usai mensucikan diri dengan wudhu  memasuki ke ruang  masjid utama, melewati pintu besar di bagian tengah berornamen ukiran Madura di atasnya. Kekhusukan mendamaikan hati , begitu kontras dengan hiruk pikuk di luar sana. Jiwa ini terasa damai ketika ayat Al Quran dilafazkan oleh sang Imam

Tiga belas pilar besar tampak kokoh menyokong masjid yang dibangun masa pemerintahan Panembahan Somala. Bagai 13 rukun sholat yang harus dijalankan setiap muslim ketika beribadah. Tempat favorit saya duduk di serambi masjid dengan 20 tiang penyokong . Sambil bersandar di tiang melihat pintu dan jendela besar bergaya Cina dengan detail ukiran Madura berwarna hijau. Lauw Piango sang arsitek memang piawai memadukan keindahan dan filosofi bernuansa Islam.

Bus tour hampir berangkat meninggalkan komplek keraton Sumenep menuju Asta Tinggi, saya masih enggan beranjak , rasa kagum ini terlalu dalam melihat sanepan dalam bentuk arsitektural. Setelah melihat pintu gerbang terakhir kali sebagai tanda perpisahan  berlahan berbalik menghadap ke alun-alun yang terletak di antara keraton dan Masjid.

Alun-alun yang menghadap ke Barat (Masjid) melambangkan Hablum Minallah sedangkan alun-alun yang menghadap ke Timur (Keraton) melambangkan Hablum Minannas. Inilah gambaran hubungan harmonis  antara Ulama dan Umaro’ sudah tercipta sejak pemerintahan jaman dulu.

Semoga hubungan harmonis tetap ada sampai sekarang, terutama di negeri ini. 😀

***

Tahun 1806 Pangeran Abdurahman putra Panembahan Somala ditetapkan sebagai Nadir Wakaf sebelum beliau naik tahta menjadi Adipati Sumenep XXXII. Bertepatan itu pula sebuah prasasti ditulis:

  • ” Masjid ini adalah baitullah, berwasiat Pangeran Natakusuma penguasa Keraton Sumenep. Sesungguhnya wasiatku kepada orang yang memerintah (penguasa) dan menegakan kebaikan. Jika terdapat masjid ini sesudahku (keadaan) aib, maka perbaiki. Karena sesungguhnya masjid ini adalah wakaf , tidak boleh diwarisi dan tidak boleh dijual  , dan tidak boleh dirusak.”

***

 

Madura Cultural Trip #1- Prolog Hati
Madura Cultural Trip #2 – Momen Monumental
Madura Cultural Trip #3 – Gentongan, Membatik Dengan Hati
Madura Cultural Trip #4 – Memangku Warisan Wayang Topeng Madura
Madura Cultural Trip #5 – Sumenep , Keraton di Timur Madura
Madura Cultural Trip #6 – Masjid Jamik, Sanepan Dalam Arsitektural
Madura Cultural Trip #7 – Pesarean Raja di Asta Tinggi
Madura Cultural Trip #8 – Semangat Membesi Aeng Tong Tong
Madura Cultural Trip #9 – Sejenak Petik Laut

35 tanggapan untuk “Madura Cultural Trip #6 – Masjid Jamik, Sanepan Dalam Arsitektural”

  1. Orang-orang dulu cenderung hidup dan beraktivitas dengan falsafah luhur, Beda dengan kita yang jaman instan ini, kon antri wae angel …

    Mantab Mas Danan Reportasenya.
    Ono sambungane Sate Madura ora iki ? 😀

    Suka

  2. Alhamdulillah banyak yg suka dengan situs peninggalan leluhurku. Monggo ke sumenep disini masih abnyak budaya yg luar biasa

    Suka

Tinggalkan Balasan ke nyanyap Batalkan balasan