Curahan, Jambi, Travelling

Pendakian Pertama – Danau Gunung Tujuh

Danau Gunung Tujuh - danau vulkanis tertinggi di Asia Ternggara
Danau Gunung Tujuh – danau vulkanis tertinggi di Asia Ternggara

Mendaki   tidak hanya butuh sepasang kaki tangguh tapi mental dan keteguhan hati. Hati atau liver nih!

***

“Kalau kamu nekat mendaki gunung, Ibu akan mengikutimu dari belakang, memastikan kamu baik-baik saja.” Suara Ibu terdengar dingin sedangkan tangannya tetap sibuk mencuci piring.

“Tolong bu , sekali ini saja. Apa kata teman-teman mendaki gunung pun ,  saya tidak diijinkan.” Kembali mengiba , menatap mata ibu.

“Tidak. Ibu begini karena peduli. Kalau kamu bandel , apa yang kita lakukan sia-sia. Masih ingat pesan Profesor Nurul Akbar di Jakrata.”

Sejenak saya terdiam mengingat perkataan satu-satunya ahli hepar di Indonesia . Pertama, tidak diperkenankan melakukan aktivitas fisik yang berat . Kedua, wajib minum obat sampai virus benar-benar hilang serta  antibodi kembali. Ketiga, tidak boleh begadang termasuk mengerjakan tugas kuliah.

Tit… tit… tit…  arloji pengingat waktu berbunyi. Lamivudin dan HP-Pro untuk kesekian kalinya saya telan.  Sampai kapan ? Tidak tahu. Rasanya ingin membanting ransel  ke lantai untuk menumpahkan kekesalan. Tapi saya memilih diam , duduk di sofa sambil memandang wajah Ibu. Wanita itu tahu dirinya dibenci.

“Lebih Ibu dibenci daripada setiap tahun menemani kamu opname di rumah sakit.”

***

“Gimana Nan. Jadi ikutan ga ke gunung tujuh.” Pertanyaan El membuyarkan lamunan kejadian bertahun lalu.

“Hah!”

“Jadi ga. Jali, gue dengan Mira sudah pasti berangkat”

“Tapi gue ga bawa sepatu dan perlengkapan mendaki.”

“Gua juga ga bawa perlengkapan , rempong cuy dibawa muter-muter ke Mentawai, nanti kita sewa aja di Kerinci.   Sepatu beli aja , lagian sendal loe sudah somplak ngebebes di lumpur.” Mata El melirik sendal gunung dengan sol lepas.

Lirikan dan suara El mirip ibu peri, seolah-olah mengingatkan impian gua bertahun-tahun lalu, naik gunung. Meski sekarang naik ke danau tapi danaunya di atas gunung dan  kelilingi tujuh gunung. Anggaplah sama, intinya masih gunung juga.

Kalau cinderela mendapat sepatu kaca dari ibu peri karena sihir. Nah, gue dapat sepatu gunung dari embak penjaga toko, tapi sudah disihir (baca:ditawar) El jadi harganya murah. Tetep kan El mirip ibu peri.

Meski El mirip ibu peri ini bukan cerita cinderela, jadi kita ke Kerinci tidak naik kereta kuda apalagi labu yang disihir jadi kereta kuda. Kita menumpang mobil elf dari kota Padang tujuan Sungai Penuh.

***

” Mas mbak, saya turunin di rumah singgah dekat Kayu Aro. Jam segini simpang Pelompek masih sepi.” Suara supir membangunkan , padahal  pukul masih dua dinihari.

rumah singgah tempat istirahat - lumayan bisa tidur
rumah singgah tempat istirahat – lumayan bisa tidur

Kami berempat jalan terhuyung-huyung memasuki  warung sederhana. Beberapa pengunjung tertidur pulas  di balai-balai depan televisi.

“Silakan tidur saja dulu sambil menunggu pagi”, ujar penjaga warung . Lelaki tua duduk di dekat tungku tersenyum. Tanpa dikomando empat orang ngantuk berat langsung mengambil posisi masing-masing.

***

Lumayan tidur 4 jam, badan jadi lebih segar dan siap buat nanjak. Semua perlengakapan dan perbekalan sudah disandang sang porter.Kita hanya membawa kamera, kamera dan kamera. Maklum pendaki narsis.

pintu gerbang Taman Nasional Kerinci Seblat
pintu gerbang Taman Nasional Kerinci Seblat

Setelah melewati gerbang pos Taman Nasional Kerinci Seblat  , berjalan  menyisir kebun warga. Jalan setapak di antara ladang mengingatkan jalur hiking pramuka semasa SMP. Sang porter mengajak  melalui jalur pendek namun lebih  curam.

jalan setapak melewati kebun milik warga
jalan setapak melewati kebun milik warga

Pendakian kali ini tidak ada target waktu, jika merasa lelah dapat beristirahat sejenak, alibinya foto-foto atau memperbarui status facebook.  Jalan curam bukan satu-satunya tantangan, akar pohon dan dahan rendah membuat langkah tertatih.

istirahat lagi - biar lambat asal irit napas
istirahat lagi – biar lambat asal irit napas

Meski berkali-kali rombongan pendaki siswa melewati, kami tetap santai menjaga kecepatan. Untuk apa mendaki cepat tapi tidak bisa menikmati keindahan alam. Ya alibi lagi. Biar lambat asal selamat, lebih tepatnya hemat napas.

diPHP-in sesampai di sini musti turun ngesot lagi
diPHP-in sesampai di sini musti turun ngesot lagi

“Oke sedikit lagi  sampai di puncak”, ujar sang porter memberi semangat. Sayapun bersemangat naik meski lutut  bergetar hebat. Sesampai di atas kabut tebal menyamarkan permukaan danau di ketinggian 1950 m dpl.

“Terus kita nenda dimana.”

“Di bawah sana.” Porter menunjuk titik jauh di seberang danau. Sumpah rasanya kaya di PHP-in. Apalagi jalan menurun ke danau curam meniti tangga alam berupa bebatuan dan akar pohon. Jika dirasa melangkah terlalu jauh, ngesot menggunakan bokong  dan merayap menjadi pilihan terakhir. Salah menempatkan pijakan bebatuan ambrol dan langsung  menggelinding ke bawah.

diguyur hujan di danau gunung tujuh
diguyur hujan di danau gunung tujuh

Sesampai di bibir danau hujan deras turun tanpa jeda. Porter mengisyaratkan berjalan ke kiri menyusuri jalan setapak menuju lahan tertutup dekat sumber air. Kami bermalam  di sini ditemani gelapnya malam dan dinginnya hujan. Brrr…

***

pagi masih hitam pekat , suara dayung menyapu air
pagi masih hitam pekat , suara dayung menyapu air
rona magenta dari balik gunung
rona magenta dari balik gunung
matahari mulai bersinar
matahari mulai bersinar
air jernih hingga ke dasar danau
air jernih hingga ke dasar danau

Suara dayung memecah air selaras dengan alam. Meski pagi masih pekat sampan sudah  bergerak menyusuri danau.  Matahari malu-malu tertutup awan menyisakan rona magenta. Rona itu memudar berganti dengan biru megah di angkasa. Kecantikan danau gunung tujuh terlihat semakin sempurna. Saya menarik napas dalam-dalam menghirup energi alam  dan  menghembuskan berlahan, ah nikmatnya.

danau gunung tujuh selalu dirindukan pendaki
danau gunung tujuh selalu dirindukan pendaki

Inilah danau vulkanik tertinggi di Asia Tenggara terlingkupi tujuh buah gunung yaitu:  Gunung Hulu Tebo (2.525 mdpl), Gunung Hulu Sangir (2.330 mdpl), Gunung Madura Besi (2.418 mdpl), Gunung Lumut  (2.350 mdpl), Gunung Selasih (2.230 mdpl), Gunung Jar Panggang (2.469 mdpl), dan Gunung Tujuh itu sendiri (2.735 mdpl). Meski  beragam kisah mistis muncul , danau ini tak pernah kehilangan pengunjung,  kecantikannya membuat rindu para pendaki.

Tiba-tiba ponsel bergetar sebuah pesan singkat masuk .

Masih di Mentawai? Kapan kembali ke Jambi – Ibu

Sudah tidak di Mentawai – Saya

Dimana? – Ibu

Danau Gunung Tujuh – Saya

Sepuluh menit tak ada pesan masuk saya gelisah. Terdiam,  ada kegetiran dan rasa bersalah tidak meminta ijin Ibu. Lima belas menit kemudian pesan singkat masuk.

Hati-hati – Ibu

Saya  akan  berhati-hati menjaga hati tetap sehat – Saya (dalam hati)

***

“Perjalanan hati itu bukannya tanpa resiko.”
― Dee, Perahu Kertas

***

Catatan

  • Pilihan transportasi  pertama : Padang- Simpang Pelompek menggunakan travel atau bus selama 4-5 jam
  • Pilihan transportasi kedua : Jambi- Sungai Penuh-Simpang Pelompek  menggunakan travel selama 8 jam
  • Dari simpang pelompek naik ojek menuju pintu gerbang Taman Nasional Kerinci Seblat.
  • Sinyal telkomsel cukup kuat dari pintu gerbang, jalur pendakian hingga di atas danau gunung tujuh.

49 tanggapan untuk “Pendakian Pertama – Danau Gunung Tujuh”

      1. Ahay… aku keluar kebelet kencing… kaki dengan kaos kaki yang kering dan hangat.. ngga sengaja nginjak rantang yang penuh dengan air yang dingin,,,, krompyaaang saya tendang deh hjahahahaha

        Suka

  1. Naek (dan turun) ke danau gunung tujuh paling manteb pas abis turun gunung dari Kerinci.. Pegelnya nampol banget… tadinya mau nyantai dan menghilangkan pegal di pinggir danau, taunya suruh naik dan turun lagi…. ampun gan…

    Suka

  2. Ping-balik: Danau Kaco - Misteri Alam Terjaga - SuperAdventure.co.id

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar