Fashion, Sumatra Barat, Travelling

Dandan Ala Minang Istana Baso

Dandan Ala Minang di Istana Baso
Dandan Ala Minang di Istana Baso

“Kalo loe mau gua juga mau”, bisik Santi ke Shinta. Tangannya sibuk memotret istana Baso Pagaruyung di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Istana Baso Pagaruyung di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Istana Baso Pagaruyung di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar- Sumatera Barat.

“Siapa lagi yang mau foto pakai baju Minang, bayarnya tiga puluh ribu!”. Suara Shinta membahana membuat pengunjung lain menoleh. Tau gini tadi tidak usah bisik-bisik, gerutu Santi.

“Gue!”. Anak-anak Stupid Traveller kompak tunjuk tangan. Sebuah Komunitas jalan-jalan mandiri ,  tumbuh subur di jejaring sosial. Tujuannya sederhana , jalan-jalan murah cari teman share cost dan goblok-goblokan. Nyasar bareng, ketawa-ketiwi bareng dan begadang bareng hunting tiket promo.

Stupid Trip Traveller (wardrobe : kaos made in Bukit Tinggi)
Stupid Trip Traveller (wardrobe : kaos made in Bukit Tinggi)

Sontak ruang bawah istana yang juga difungsikan sebagai ruang ganti menjadi ramai. Tiga belas orang sibuk bersalin pakaian  minang. Deretan baju kurung warna-warni  tergantung rapi jadi berantakan.

“Uni jumlah lelakinya terbatas, gimana nih.”

“Tidak mengapa berarti tiga pasang pengantin dan lainnya jomblo. Atau mau dibuat istri muda, jadi nanti warnanya senada dua wanita satu pria”, ujar Uni Ani dengan dialek Minang.

“Jangan lah Uni, aku lebih baik jomblo daripada dimadu”, ujar Shinta spontan diikuti derai tawa cekikikan.

Satu per satu wanita didandani, tanpa menaggalkan pakaian kain sarung (kodek) dikenakan. Berikutnya  baju kurung basiba. Sejenis baju kurung longgar berbahan tebal dengan pengait di belakang , sekilas mirip sackdress  wanita . Sebetulnya ada jenis baju minang lain  biasa dikenakan wanita di pesisir barat dan pariaman yaitu baju kurung melayu atau kebaya tangan panjang tiga per emapat. Kedua jenis pakaian berhiaskan bordiran emas dengan payet. Bagi masyarakat minang emas melambangkan kebijaksanaan merupakan ornamen wajib  dalam upacara adat.

Agar rambut rapih Uni Ana memasangkan penutup kepala pengganti sanggul. Wanita berkulit hitam manis ini lalu meletakan suntiang, hiasan mahkota wanita. Suntiang biasanya dipakai oleh anak daro (baca: anak gadis) dalam upacara adat atau pernikahan. Dari bentuk ornamen hiasan ada empat macam suntiang yaitu:  bungo pudieng,  pisang saparak, pisang saikek dan kambang loyang. Masing-masing menggambarkan kekhasan daerah di Sumatra Barat.

Beruntung kaum lelaki tidak mengenakan suntiang, pasti berat banget. Ternyata untuk cantik seperti anak daro di foto karya Febri Aziz – salah satu Pemenang  Dji Sam Soe Potret Mahakarya Indonesia – tidaklah mudah.

“Suntiang ini dari plastik tidak berat, berbeda dengan yang biasa dipakai dalam upcara adat. Itu dari kuningan, ada juga dari platinum”. Uni Ani kembali menjelaskan.

“Mau coba…?”

“Iya skalian dicobain nih kebaya panjangnya biar cantik”, celetuk cewek-cewek.

Sekarang giliran para lelaki berdandan ala Minang. Pertama mengenakan sarawa atau celana komprang mirip pesilat. Berikutnya memakai dua lapisan baju . Pertama dikenakan di bagian dalam seperti kemeja . Lalu dikenakan setelah cawek dan sesamping. Sesamping sejenis kain pendek seperti  pakaian pada teluk belanga. Sedangkan cawek sejenis ikat pinggang biasa digunakan untuk menyelipkan keris. Tidak lupa tutup kepala destar menghias kepala. Rasanya  makin mirip Datuk Maringgih, saya bergumam di depan cermin.

Sesi pemotretan dimulai. Eh, tapi siapa yang mau mengambil foto kita semua. Tak mungkin para wanita bersuntiang berjongkok mengambil gambar.

“Mari saya ambilkan gambarnya”. Lelaki paruh baya berkalung kamera menawarkan bantuan.

“Tapi kita bawa kamera sendiri Uda”.

“Tidak apa, mari saya fotokan gratis, benar ini gratis.

“Trus Uda dapat apa.”

” Melihat foto cantik saya sudah senang.”

“Iya , biarkan abang ini mengambil gambar kalian. Sudah biasa di sini saling membantu”. Uni Ani meyakinkan.

Saling membantu, kata-kata sederhana  terdengar indah namun terkadang sulit diwujudkan di tengah persaingan. Ketika sesama pedagang berlomba mengais rejeki dari keindahan Istano Baso Pagaruyung. Ada satu pihak  mendapatkan rejeki namun yang lainnya tidak , tapi tetap iklas membantu.

“Baiklah Uda”. Tanpa ragu saya  menyerahkan kamera. Waktunya bergaya gembira di depan istana. Cheess!

Dengan cekatan lelaki itu mengambil gambar kami dalam beragam gaya. Wajahnya tersenyum puas melihat hasil foto.  Tanpa ragu mengarahkan gaya kami bagai model profesional. Matanya berbinar memancarkan kebahagiaan. Benar ada keiklasan di sana.

Terimakasih Uda fotografer.

Minang in Action! (foto: stupid trip traveller)
Minang in Action! (foto: stupid trip traveller)
Datuk Babini Banyak  (sumber: Stupid Trip Traveller)
Datuk Babini Banyak (sumber: Stupid Trip Traveller)

13 tanggapan untuk “Dandan Ala Minang Istana Baso”

  1. hallo mas danan, ketemu lagi.
    setelah kemaren saya rekomendasikan soal belajar masak rendang, sekarang saya rekomendasikan lagi hal yang mungkin bisa jadi referensi perjalanannya, trip dengan rute bukittinggi, pagaruyung, + sawah lunto (kota wisata tambang). klik di sini

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar