Nepal, Travelling

Pokhara Sunset

sunset di Pokhara
sunset di Pokhara

Hiruk pikuk kawasan turis Thamel di Kathmandu berbanding terbalik dengan Pokhara. Jika di Thamel wisawatan berbaur bersama kendaraan, di Pokhara melenggang santai di atas  trotoar luas.

Waktu seolah berputar lambat di sini , denyut nadi kehidupan selaras dengan angin pegunungan berhembus lembut. Sebagai kota wisata kedua setelah Kathmandu , Pokhara benar-benar memanjakan pelancong.

Tiga dari sepuluh gunung tertinggi di dunia – Dhaulagiri , Annapurna dan Manaslu – terletak 30 mil di sebelah utara Pokhara.  Jika cuaca cerah gugusan salju Himalaya terlihat jelas. Oleh karenanya posisinya Pokhara dijadikan titik para trekker  untuk melakukan perjalanan ke Annapurna. Jalurnya berfariasi tergantung kemampuan ada yang beberapa hari hingga berminggu-minggu. Sudah kebayang gimana serunya “nanjak” dengan pemandangan gunung es, melewati desa-desa di pegunungan.

Keberadaan danau Phewa dan sungai Seti Gandaki daya tarik lain Pokhara, tempat olahraga air. Tidak mengherankan andalan wisata Pokhara merupakan  aktivitas outdoor, mulai dari cycling, arung jeram, canoeing, trekking, paralayang sampai gantole.

Sesampai di sini , siapa saja pasti tergoda belanja  minimal Windows shopping . Kebetulan  Tulsi Hotel tempat bermalam berada di  Lake Side-6 berdekatan dengan jalan besar. Dominasinya toko peralatan outdoor dengan  harganya relatif murah. Merk dan kualitasnya beragam, intinya sih panda-pandai menawar. Konon katanya  ada juga tempat penyewaan dan penjualan peralatan outdoor second. Tap harga barang bekas tidak terlalu berbeda dengan yang baru.

Meski tidak berniat membeli  perlengkapan outdoor , kami memasuki salah satu toko. Pemiliknya pria paruh baya kolektor mata uang asing dan berminat dengan rupiah . Singkat cerita terjadi transaksi antara pemilik toko dengan  rekan saya, Bu Herlina. Hari ini kita hoki, sudah dapat untung jual rupiah dikasih diskon belanja . Dan ternyata kejadian ini terulang lagi Kathmandu. Sepertinya banyak orang Nepal mengoleksi mata uang Indonesia. Peluang bisnis nih!

Kota ini sangat bersaja, penduduknya ramah menyapa wisatawan. Barusan rombongan ibu-ibu berpakaian warna-warni melewati kami sambil berujar namaste. Dengan sopan pedagang kaki lima menawarkan barang dagangan. Mari mampir.

Rajutan sarung kaki warna-warni dari bulu yak  –  sejenis domba besar dataran-  digelar pedagang kaki lima. Sekilas terlihat seperti kaos kaki wol biasa tapi seratnya lebih kasar dan tebal, bagian dalamnya sudah dilapisi kain halus. Beli beberapa pasang untuk  oleh-oleh dan dipakai sendiri kalau musim hujan atau ke gunung. Ternyata kalau ambil banyak harganya 20 NR atau 20 ribu rupiah. Ada juga perhiasan manik-manik 10 NR . Pokoknya kalau ga mikir buget mepet dan kelebihan bagasi pasti khilaf.

Keasikan belanja jadi lupa diri. Tadi kan niatnya ingin  melihat sunset  di danau Phewa.  Dengan luas 5, 2 kilometer persegi Phewa merupakan danau terbesar kedua Nepal setelah danau Begnas di Gandaki. Tepat di tengahnya terdapat  kuil Barahi merupakan potensi wisata religi.

Sekali lagi perjalanan menuju danau “terhambat” melihat pertandingan sepakbola antara warga lokal dan wisatawan mancangera alias mas-mas bule.  Matahari  sudah membulat jingga besar dan semua penikmat sang surya bergegas menuju danau . Mereka berdiri  di  dermaga kecil tengah danau menyaksikan matahari terbenam di puncak Annapurna. Ah sayang matahari sudah terpancung, menyisakan jingga bundar tak sempurna. Malam menyambangi , wajah Pokhara lambat laun berganti bersama dentuman musik dari kafe dan resto.

Selamat  malam Pokhara!

sepenggal matahari di puncak Annapurna
sepenggal matahari di puncak Annapurna

 

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

29 tanggapan untuk “Pokhara Sunset”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar