Sumatra Barat, Travelling

Mentawai Cultural Trip #7: Turuk Laggai, Gerak Tari Alam

Sikerei Menari
Sikerei melakukan aksi Turuk Lagai

Alam tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Mentawai . Selain sumber kehidupan,  alam memberikan  inspirasi seni, lihat saja tato bermotif tumbuhan atau hewan menghiasi kulit dianggap sebagai pakaian abadi. Tingkah laku hewan ditirukan dalam gerak tarian di sebut turuk laggai.

Sebetulnya tarian atau turuk merupakan  bagian dari ritual pengobatan. Tahap terakhir prosesi pengobatan  yang tujuannya  agar roh si sakit terhibur dan tidak meninggalkan tubuh. Jika roh meninggalkan tubuh makan orang tersebut bisa meninggal.

Malam ini kami berkumpul di Uma menanti Sikerei menari. Pertunjukan turuk lagai kali ini bukan bagian prosesi pengobatan. Kami sehat semua, cuma hati ini agak sakit *sesi curhat dimulai*. Besok pagi-pagi kami semua harus pulang meninggalkan Uma, Sikerei, Kalabai 😦 *peluk semuanya*. Tenang, malam ini kita akan bersenang-senang melihat Sikerei menari.

Kerabat Sikerei Amanggaresik dari desa Madani Marugot sudah hadir. Malam ini spesial. Petromak dinyalakan sinarnya berpendar menerangi seluruh bagian Uma. Sikerei membuka kotak kayu perlengkapan upacara berisi hiasan kepala manik-manik dan bulu unggas. Asesories warna-warni dikenakan serasi dengan rajah garis tubuh sang dukun.  Tidak ketinggalan dedaunan diselipkan di belakang tubuh mirip ekor unggas. Kedua tangan menggenggam daun sebagai sayapnya.

Tuddukat dipukul , Sikerei berjingkat-jingkat sambil membungkukan badan. Kepalanya menengadah ke atas sambil mengepakan daun di tangan.  Kakinya menghentak papan lantai atau puturukat menghasilkan suara ritmis. Keduanya berputar-putar berkeliling, terkadang saling mengejar atau berjajar berhadapan. Lengkingan Urai (nyanyian)   keluar dari mulut Sikerei. Dalam temaram lampu petromak, bayangan di dinding tampak hidup seperti dua ekor burung menari di alam bebas. Bagai babak sebuah drama tarian ini berkisah menyampaikan pesan.

Pukulan ringan tuddukat mengakhiri kisah sepasang unggas di hutan . Peluh mengucur deras dari kedua dahi sang dukun. Mereka beristirahat sejenak . Lampu petromak kembali dipompa menebarkan benderang dan semangat di  babak  kedua.

Kali ini Sikerei Amanggaresik tampil sendiri, dari gerakan  melompat tinggi dan lincih siapapun pasti mengira  ia menirukan kelinci. Tangkai daun tidak dijadikan sayap tapi sesekali dinaikan sejajar telinga. Berkali-kali saya terkekeh, gerakannya sangat lucu. Sang kelinci berlari menghindari sang pemburu,  kepalanya menoleh waspada.  Tak ayal lagi pertunjukan terakhir ini disambut tepuk tangan meriah.

Tapi tunggu ini bukan pertunjukan terakhir. Sikerei Amanggaresik akan bernyanyi. Suku Mentawai mengenal bentuk nyanyian atau seni olah  vokal  disebut sebagai urai. Urai dibedakan atas nyanyian ritual seperti Urai Simaggere (nyanyian jiwa) serta Urai Ukkui (nyanyian leluhur) dan nyanyian non ritual seperti Urai Goatbaga (nyanyian sedih) serta Urai Paoba (nyanyian cinta).

Dengan bersandar tiang Uma Sikerei mengumandangkan Urai Simaggere. Lantunan syairnya mendayu  menggetarkan kalbu. Suasana mistis merayap semua hening, seolah alampun mendengarkan dengan seksama. Inilah Urai sebuah nyanyian jiwa ujar Sikerei. Jiwa yang akan selalu tenang hidup selaras bersama alam.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

RELATED POSTS

Digoyang Ombak 12 Jam
Menghargai Alam
Kisah Panjang Menuju Air Terjun
Penangkap Ikan Paling Cantik
Panah Beracun Lelaki
Kabit , Celana Lelaki
Turuk Laggai, Gerak Tari Alam
Menikmati Blue Sky Holiday di Masilok

29 tanggapan untuk “Mentawai Cultural Trip #7: Turuk Laggai, Gerak Tari Alam”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar