Lampung, Travelling

Rumah Daswati – Sejarah Lampung Terlupakan

Rumah Daswati
Rumah Daswati

(01/09/2013) Rekan  @lampungheritage dan @kelilinglampung mengajak saya mengunjungi Rumah Daswati di Jalan Tulang BAwang No 11 Enggal. Mendengar namanya yang terbayang dibenak  saya adalah rumah seorang wanita bernama Daswati. Padahal Daswati merupakan akronim dari Daerah Swatntra Tingkat  berarti juga daerah otonom.

@lampungheritage menjelaskan bahwa rumah yang pernah menjadi milik Kolonel Achmad Ibrahim merupakan kantor Front Nasional (FN), organisasi massa yang dibentuk Bung Karno sebagai bagian dari pemerintah untuk membangun republik paska perang kemerdekaan.

Daswati I merupakan cikal bakal pemerintahan provinsi. Daswati I Lampung yang baru melepaskan diri dari Daswati I Sumatera Selatan baru memiliki Daerah Tingkat II Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan, dan Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung (embrio Kota Bandar Lampung).

Upacara serah terima penyerahan kewenangan pemerintah  Daerah Swatantra Tingkat (Daswati) I Sumatera Selatan kepada Daswati I Lampun berlangsung pada tanggal 18 Maret 1964. Dan pada hari itu juga rumah yang kini menjadi milik pengusaha asal Bandung resmi sebagai Kantor Daswati I Lampung.

Saya tertegun ketika sampai di depan rumah yang tutupi pagar seng dan dipenuhi spanduk calon legislatif dan calon gubernur. Kemegahan rumah yang pernah menjadi bagian sejarah propinsi Lampung seolah terlupakan dengan eupria pesta demokrasi yang masih setahun lagi.

Dari balik pintu gerbang pria tua beruban menyambut. “Masuk saja pintunya tidak dikunci”, suara Pak Jasim pria (56) ramah. Rekan @lampungheritage dan @kelilinglampung telah beberapa kali datang kemari dan bercengkrama dengan beliau. Jadi tidak ada rasa canggung , kapanpun datang Pak Jasim akan membuka pintu lebar-lebar.

Memasuki halaman rumah yang tampak beberapa gerobak pedagang yang sengaja dititipkan oleh pemiliknya. Rumah ini berada di Enggal, salah satu kawasan nongkrong anak muda. Seusai menjajakan makanan para pedagang menitipkan gerobaknya.

Semak belukar menjadi pemandangan khas rumah tua menambah kesan angker. Belum lagi lumut di dinding berbaur bersama cat memudar. Tapi ada yang saya sukai dari rumah tua ini. Jendela-jendela besarnya membiarkan sinar masuk ke dalam ruangan. Atap limas memberi kesan megah walaupun beberapa genting terlepas dari kayu penyangga.

Pak Jasim mempersilakan kami duduk di ruangan tamu yang  berhadapan langsung dengan ruang berdinding segienam. “Di sana itu dulu kantor Daswati”, ujarnya menjelaskan. Tepat dibelakang terdapat dua kamar yang berhadapan langsung dengan ruang tengah. Satu persatu ruangan saya masuki, yang tersisa hanya barang rongsokan yang bertebaran. Lantai ubinnya kusam bertahun-tahun tidak disapu, apalagi disemir lantai.

Di belakang rumah terdapat sebuah paviliun yang dihubungkan dengan koridor. Sekarang paviliun ini difungsikan sebagai dapur dan kamar mandi. Rekan @lampungheritage mengajak saya ke sumur di belakang paviliun. “Berani tidak uji nyali  , malam-malam ke sini”, seraya menunjukan sumur tua di bawah pohon nangka. Jujur yang saya  takutkan bukan hantu tapi nyamuk kebun kelaparan , mungkin tidak pernah melihat manusia.

Pak Jasim berkata bahwa rumah ini sudah tidak dialiri listrik sejak beberapa tahun yang lalu. Tidak terbayangkan betapa menyeramkannya rumah ini di malam hari. Penasaran saya bertanya untuk apa tulisan arab tertempel di pintu belakang. ” Ooo itu kerjaan anak buah saya, mungkin untuk mengusir hantu”, Pak Jasim tersenyum. Tiba-tiba buluk kuduk saya berdiri.

Keramahan Pak Jisam memudarkan kesan seram rumah tua daswati. Apalagi melihat peliharaannya, sepasang ayam kate dan kucing. Binatang ini bebas bermain ke sertiap sudut rumah. Seandainya rumah ini terawat dengan baik akan nyaman untuk didiami.

Kabarnya rumah yang menempati tanah kurang lebih 1000 meter persegi akan digusur. “Harga tanah di sini mahal bisa sampai 6 milyar. Padahal dua tahun lalu  satu koma enam. Mungkin akan kembali di jual oleh pemiliknya”, ujar pria yang menumpang rumah sejak tahun 2006.

Sayang rasanya melihat bangunan bersejarah di kota Bandar Lampung akan hilang begitu saja tergilas  pembangunan dan terlupakan jaman. Mengapa tidak ada yang berniat merenovasi rumah menjadi kafe sekaligus museum.

Ironis melihat kondisi rumah Daswati. Di tengah kesibukan pemerintah membangun monumen “leluhur” dan taman kota , bangunan bernilai sejarah terabaikan. #SaveDaswati

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

29 tanggapan untuk “Rumah Daswati – Sejarah Lampung Terlupakan”

  1. Wah, sayang bgt ya om klo rumah bersejarah kayak gini harus digusur, pemerintah harus melestarikan yang seperti ini, bisa jd daya tarik wisatawan, sy suka bgt loh rumah2 desain kek gini, khas kolonial, di lampung sebenernya masih banyak rumah2 kek gini, tp kurang terurus ya, kecuali rumah yg memang ditinggalin pemilik aslinya.

    Suka

  2. Ya ampun Om. Makasih banget sudah berbagi ceritanya. Jadi sedikit lebih paham tentang Lampung dan langaung kangen sama kota eh propinsi yang pernah dua tahun jadi rumah saya itu. Makasih Om.

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar