Papua, Travelling

Dari Gunung Tujuh ke Habema

Danau Habema
Danau Habema

Anomali Juni. Rasanya tidak mungkin di bulan yang sama menyambangi danau vulkanik tertinggi dan danau tertinggi di Indonesia.

(12/6/2013) Sepulang dari Danau Gunung Tujuh , Kerinci . Panitia Jelajah Bumi Papua @AdiraFOI mengabarkan tulisan “Firasat Wae Rebo” memenangkan lomba kisah wisata dan berkesempatan menyambangi danau Habema di Wamena. Apakah ini firasat atau kebetulan?, batin saya berujar. Awal bulan Juni mengunjungi  danau vulkanik tertinggi Asia Tenggara, Gunung Tujuh (1900 mdpl) dan penghujung Juni mendatangi danau tertinggi di Indonesia Habema (3200 mdpl).

(21/6/2013) Pukul 03:00 – Morning call panitia Jelajah Bumi Papua. Meskipun lelah mendera sepulang trekking dari Kilise kami tetap bersemangat. Mitsubishi Strada yang kami kendarai melaju dalam hujan tanpa hambatan. Namun hati menciut khawatir tidak dapat melihat sunrise dan puncak Trikora terutup awan mendung.

Satu jam kemudian jalanan menanjak dan terjal  , tak masalah bagi mobil berkekuatan mesin 2800 cc dilengkapi four-wheel drive. Teknologi independent wishbone meredam guncangan membuat penumpang nyaman di dalamnya. Apakah benar-benar nyaman. Ternyata penumpang di samping kanan (nama disamarkan) berkali-kali muntah. Dinginnya angin malam dan minimnya waktu istirahat menurunkan stamina.
Di timur hanya terlihat semburat jingga tidak ada rona mentari. Udara semakin dingin mengigit , penumpang di sebelah kiri (nama disamarkan juga) enggan keluar mobil. Tangan langsung terasa kaku beku . Mobil kami bergerak ke arah timur menuju tempat terbaik melihat puncak Trikora (4.370mdpl).

Melewati satu tikungan tajam akhirnya kami bisa melihat danau Habema dan puncak Trikora dengan leluasa. Butiran air hujan jatuh seolah menyambut, tak terlalu deras tapi cukup membuat tubuh mengigil. Tidak ingin  kehilangan momen , kami tetap tak beranjak terbalut dalam wind breaker dilapisi jas hujan . Kamera dilindungi kantung plastik  dan tripod direntangkan untuk menghasilkan gambar tanpa blur. Pake Edison berkata, jika kami ke sini 5 tahun yang lalu yang jatuh butiran es bukan air.  Pemanasan global menyebabkan es di puncak Jaya mencair, diperkirakan dalam 20 tahun mendatang es di puncak Trikora akan menghilang.
Keajaiban terjadi , tiba-tiba angin menyapu  awan di puncak Trikora. Sinar mentari pagi mempertegas kontur bukit di sekelilingnya. Fujisan – penghobi fotografi asal Jepang – berujar, hari ini pemandangan terindah danau Habema. Selama 3 tahun berada di Wamena dirinya baru kali ini mendapatkan foto landscape sempurna . Great picture!

Habema diambil dari nama perwira militer Belanda , Letnan D Habbema yang mengawal ekpedisi HA Lorentz pada tahun 1903. Ekpedisi tersebut bertujuan mencapai puncak Trikora atau disebut puncak Wilhelmina yang selalu tertutup salju meskipun di daerah tropis.

Kami harus menuruni tebing  terjal menuju danau seluas 224,35 hektar. Sabana luas di tepi danau bagai jebakan  daratan kombinasi rawa. Salah menempatkan pijakan terperosok ke dalam lumpur.
Vegatasi danau Yuginipo – dalam bahasa setempat – unik,  berbeda dengan di Gunung Tujuh Kerinci. Edelweis (Leontopodium alpinum) berwarna pucat tumbuh subur di lereng bukit. Beragam jenis lumut tumbuh di bebatuan dan rawa-rawa mengingatkan jaman purba film Jurrasic Park.

Meskipun berada dalam kawasan Taman Nasional Lorentz  yang dilindungi, populasi endemik hewan terus berkurang. Pembalakan liar dan pemanasan global mengancam keberadaan hewan seperti bebek Liar (Anas platyrhynchos), burung puyuh salju (Anurophasis Monothornyx), kangguru pohon (Dendrolagus sp) dan Cendrawasih (Macgregoria pulchra).
Berkali-kali langkah saya terhenti mengamati tumbuhan dan mahluk kecil di sabana dekat Danau. Beberapa rekan sudah sampai di tepi danau, saya masih mengulik semak belukar dan rawa. Keindahan panorama Habema mengingatkan sebuah kota kecil Pokhara di Nepal. Kota wisata terbesar nomor dua setelah Kathmandu terdapat danau Phewa . Dari bukit  Nagarkot dapat terlihat danau Phewa dan puncak Himalaya bersalju.

Rasa penasaran makin membuncah, mendengarkan beragam kicu burung tapi tidak satupun dari mereka terabadikan melalui lensa kamera. Perlu kesabaran dan kerja keras untuk mengamati aktivitas mereka. Seperti beberapa wisatawan mancanagera yang kami jumpai, berhari-hari berkemah di tepi danau. Tidak dapat terbayangkan tidur dalam suhu di bawah 8 derajat celcius.
Matahari semakin tinggi kami bergegas meninggalkan Habema, ada perasaan enggan ketika menoleh. Saya akan merindukan tempat ini terutama puncak bersalju Trikora. Semoga seuntai firasat membawa saya kesana…

Catatan
– Transportasi : penerbangan Jakarta-Jayapura 5 jam – penerbangan Jayapura Wamena 1 jam – jalur darat mobil 4WD 3 jam
– Agar mendapatkan momen sunrise berangkat jam 3 dinihari dari kota Wamena
– Suhu di sekitar danau bisa mencapai 8 derajat , kenakan pakaian tebal dan siapkan  jas hujan
– Jika ingin trekking ke tepi danau gunakan sepatu dan berhati-hati , karena banyak rawa yang sekilas terlihat seperti sabana
– Jangan datang sendirian, untuk memudahkan perjalanan bisa menggunakan operator tour and travel seperti Putra Papua Tours
– Penghobi fotografi siapkan lensa makro dan tele anda, selain  pemandangan indah, danau Habema memiliki keunikan flora dan fauna.

Petualangan Menuju Danau Habra

Flora dan Fauna Habema

RELATED STORIES
Selamat Pagi Wamena
Kurima, Jalur Trekking Terbaik
Kehangatan Kilise
Teatrikal Lembah Baliem
Dari Gunung Tujuh ke Habema
Candid Distrik Kurulu
Euphoria Danau Sentani 2013
Napak Tilas Gereja Tua Assei
Ifar Gunung – Napak Tilas Sang Jendral Amerika
Kuliner Papua, Ekstrim Sampai Lezat

Baliem Pilamo Hotel, Wamena
Travellers Hotel Sentani

26 tanggapan untuk “Dari Gunung Tujuh ke Habema”

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar