Kuliner

Bukan Wisata Kuliner Biasa

Femina Travel & Food Blogger Competition
Femina Foodlovers Blog Competition

Bagi beberapa pelancong menikmati makanan lokal dalam balutan tradisi merupakan kewajiban  tidak bisa ditawar. Mereka berargumen kuliner salah satu cara mengenal budaya setempat.

menikmati jajanan di Pasar Situmage, Flores

Proses pembuatan dan penyajian masakan tradisional mengandung makna filosofis. Bubur Sengkolo Merah Putih contohnya, merupakan ungkapan doa ‘penyerahan diri’ kepada Tuhan untuk memohon keselamatan dan keberkahan ,  meyakini bahwa pada dasarnya manusia tidak mempunyai daya kekuatan apa-apa, hanya sebentuk darah merah dan putih.

Pelancong berkocek tipis alias backpacker  menjadikan jajanan kaki lima atau street food tempat menikmati makanan tradisional. Selain murah , jajanan kaki lima memiliki banyak varian dan pilihan. Apalagi jika mengunjungi Pujasera, Pusat Jajanan Selera Rakyat sebagai one stop culinary. Pesan satu porsi bisa dinikmati bersama  teman seperjalanan. Super hemat bukan.

beragam sate khas jajanan kaki lima
beragam sate khas jajanan kaki lima

Konsumen melihat jajanan kaki lima hanya sederetan gerobak di pinggir jalan tempat menuntaskan rasa lapar atau dahaga. Namun banyak hal menarik bisa kita gali dari jajanan pinggir jalan atau street food yang berhubungan dengan nilai sosial ekonomi dan budaya.

Menjangkau Semua Kalangan
Semua orang ingin makan enak tapi tidak semua harga makanan terjangkau terutama di kafe atau restoran. Kehadiran jajanan kaki lima memberikan kesempatan tiap orang menikmati sajian dengan harga terjangkau.  Agar lebih membumi makanan ala resto diusung menjadi jajanan kaki lima . Istilah gaulnya rasa maksi  harga mini atau bikin lidah goyang tapi tidak bikin kantong bolong.

Melestarikan Budaya
Kuliner merupakan bagian dari budaya. Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dari Sabang sampai Merauke. Bayangkan ada berapa ratus jenis makanan di nusantara. Kita wajib bersyukur makanan khas daerah tertentu bisa kita jumpai di daerah lain . Mie Aceh dengan mudah bisa kita jumpai di pedagang kaki lima Jakarta, begitu pula sebaliknya. Secara nyata  pedagang  jajanan kaki lima turut berperan aktif melestarikan kekayaan kuliner nusantara.

Kearifan Lokal
Jajanan kaki lima merupakan tempat berkumpul orang berbagai kalangan.  Pengunjung tidak hanya makan atau minum tapi melakukan interaksi sosial. Warung kopi di Aceh dan Belitung menjadi tempat warga mengobrol atau berniaga. Angkringan di Jogjakarta tempat mahasiswa dan warga duduk santai lesehan dalam suasana kekeluargaan. Terbatasnya tempat duduk membuat pengunjung berbagi tempat atau bergantian , memberi kesempatan pengunjung lain. Hal-hal seperti ini terlihat sepele namun ini bentuk kearifan lokal . Menghadirkan toleransi dan tepo seliro dalam budaya kuliner di warung kaki lima.

Menghargai Perbedaan
Pengalaman menarik ketika mengajak rekan ke warung kaki lima yang menyediakan makanan khas Lampung. Untuk menjawab rasa penasaran dia mencoba pepes tempoyak. Tempoyak berasal dari durian yang difermentasi, rasanya asam dengan aroma menyengat. Setelah mencicipi rasanya  cukup aneh bagi lidah orang jawa. Rekan saya menolak dengan halus ketika dipersilakan mencicipi ulang. Terkadang makanan lokal suatu daerah tidak sesuai dengan selera kita. Namun sejogjanya tidak menolak dengan ekstrim, seperti memuntahkan atau mengeluarkan dari  mulut. Ingat, warung kaki lima merupakan ruang publik , kita harus menghormati orang di sana. Warung kaki lima merupakan tempat belajar menghargai perbedaan, termasuk perbedaan selera cita rasa.

Pusat Informasi
Cara paling mudah memperoleh informasi transportasi, akomodasi dan tempat wisata bertanya dengan penduduk lokal. Warung kaki lima adalah tempat paling tepat. Sambil menikmati makanan dan minuman kita dapat bertanya dengan penjual dan pengunjung. Dalam suasana santai  biasanya informasi yang didapatkan lebih akurat. Terkadang warung kaki lima modern juga menyediakan wifi bagi pengunjung, memudahkan pelancong mencari informasi melalui jaringan internet.

Alkuturasi Budaya
Kuliner merupakan bentuk alkuturasi budaya yang  memperkaya khasanah kuliner nusantara. Empek-empek makanan asal Palembang merupakan bentuk alkuturasi budaya setempat dengan cina. Berdasarkan cerita rakyat tahun 1617 seorang lelaki tua – biasa dipanggil Apek atau Engkoh – dari tepian Sungai Musi berinisiatif mengolah ikan yang jumlahnya melimpah. Ikan yang sudah digiling dicampur dengan tepung tapioka lalu terciptalah makanan baru. Lelaki tua itu biasa menjajakan makananya dengan keliling bersepeda. Para pembeli biasa memanggil dengan apek-apek. Akhirnya makanan yang ia jual disebut empek-empek. Untuk melengkapi cita rasa lokal  pedas dan asam. Empek-empek disajikan bersama saus disebut cuko terbuat dari air air yang dididihkan, kemudian ditambah gula merah, udang ebi dan cabe rawit tumbuk, bawang putih, dan garam. Dan hingga kini empek-empek menjadi bagian kuliner Indonesia dan mudah dijumpai sebagai jajanan pinggir jalan.

Berkreasi dan Berbagi
Kehadiran pemusik jalanan di tempat jajanan kaki lima terkadang  mengganggu. Namun di beberapa tempat kehadiran mereka  justru memberikan nilai lebih. Menikmati makanan kaki lima sambil mendengarkan live music musisi jalanan bertalenta. Kerjasama simbiosis mutalisme antara musisi jalanan dan pedagang jajanan kaki lima. Memberikan ruang kepada  anak muda untuk berkreasi  menunjukan bakatnya di depan umum sekaligus berbagi dengan menyisihkan uang kecil untuk mereka.

Penggerak Ekonomi
Bisnis kuliner tidak ada habisnya. Banyak pengusaha warung tegal atau pedagang bakso  meraih sukses  dengan berjualan makanan. Omsetnya per hari bisa sampai jutaan rupiah. Betapa besar kontribusi kuliner menggerakan roda perekonomian . Meskipun retail makanan cepat saji  mancanegara hadir tapi jajanan kaki lima tidak kehilangan penggemar. Namun sayang kehadiran jajanan kaki lima terkadang dianggap mengganggu ketertiban dan keindahan kota. Pedagang yang tidak memiliki tempat harus kucing-kucingan dengan petugas keamanan dan ketertiban. Membuat konsumen bingung ketika jajanan kaki lima favoritnya berpindah tempat.

Sebaiknya pemerintah daerah menyediakan tempat  pedagang jajanan kaki lima , seperti Pusat Jajanan Rakyat. Mengumpulkan pedagang dalam satu lokasi yang dilengkapi sarana  sanitasi memadai. Bayangkan jika setiap kota besar di Indonesia memiliki pusat jajanan rakyat dan menjadi destinasi wisata andalan. Dijamin industri pariwisata negeri ini akan makin bergairah.

Apakah semua tempat di nusantara memiliki jajanan kaki lima? Ketika backpacking ke Flores sulit menjumpai jajanan kaki lima di desa-desa terpencil. Alternatifnya  berburu jajanan kaki lima atau street food di pasar tradisional. Ternyata aktivitas ini tidak kalah seru berburu makanan di jalanan kota. Menyusuri   pasar tradisional  berbaur dengan warga lokal lalu mencicipi kuliner sambil bercengkrama.   Sensasinya jelas  luar biasa karena ini bukan wisata kuliner biasa. Terkadang ada jenis makanan ekstrim membangkitkan rasa jijik atau ngeri. Berani mencoba?


sebelum berpetualang blusukan ke Pasar Situmage, Flores
 

Satu tanggapan untuk “Bukan Wisata Kuliner Biasa”

  1. Saya tertarik dengan informasi mengenai wisata kuliner diatas. Indonesia memang Negeri yang memiliki banyak daerah yang memiliki ciri khas kuliner masing-masing. Selain itu, tulisan diatas sangat menarik untuk dibaca untuk menambah pengetahuan mengenai wisata kuliner di lndonesia. Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai wisata kuliner yang bisa anda kunjungi di Explore Indonesia

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar