Aceh - Bumi Serambi Mekah Nan Elok, Travelling

Jelajah Aceh 2011 (part 3) : Uji Nyali dan Dingin.. Brrrr

Waktu menunjukan pukul dua dini hari. Panggilan alam membangunkan saya untuk bergegas mencari “tempat pembuangan terakhir” hasil metabolisme tubuh. Semenjak kerja shift jam  tubuh jadi berubah total. Walhasil setelah “beraktivitas” sayapun tidak bisa langsung tidur. Sayapun berjalan menyusuri tepi danau , mencari sudut terindah di malam kelam. Kalo dipikir-pikir malem-malem jalan ga jelas tanpa membawa penerangan mirip peserta uji nyali.  Akhirnya sayapun beringsut tidur di tepi danau dengan sleeping bag sambil memandang langit. Kira-kira kapan ya terakhir saya tidur di alam terbuka seperti ini? Mungkin ketika SMP waktu aktif di pramuka. Tak terasa rayuan angin dan kiluan bintang di langit  membawa saya bermimpi kembali.

Suara burung dan adzan subuh membangunkan mimpi indah. Meskipun masih jam 6 pagi tapi suasana di Takengon masih gelap. Satu persatu rekan bangun menyiapkan sarapan. Pagi ini kami harus bergegas untuk pindah lokasi.

Niatnya sih hari ini tidak mandi, karena cuaca di Takengon cukup dingin. Asal pake banyak deodorant dijamin ga bakal bau. Maklumlah ketinggian di sini lebih dari 1200 DPL, jadi keringat ga bakalan keluar. Tapi sayang juga udah jauh-jauh dari Lampung tidak merasakan air Danau Lut Tawar, yang konon dapat membersihkan kulit. Mungkin saja saya bisa jadi tambah ganteng setelah berendam di sini.

Dinginnya air danau tidak menyurutkan  untuk bernarsis ria, sambil bermain air kamipun berfoto ria . Berenang di danau agak sedikit berat dibangdingkan di laut. Itulah yang membuat kami tidak jauh-jauh dari bagan. Karena terlalu asik bermain danau , jadwal packing menjadi sedikit molor.

Menjelang pukul 10 pagi kami meninggalkan Atu Tamun menuju Ujung Nunang. Seperti perjanjian di awal perjalanan dimulai dengan jalan kaki sampai menemukan labi-labi. Setelah berjalan sekitar satu jam tak ada labi-labi yang lewat. Ternyata di hari libur seperti ini bakal jarang angkutan yang beroperasi. Jadi solusinya kamipun menumpang becak motor menuju pasar inpres untuk mencari labi-labi.

Sesampai di pasar inpres hanya ada satu labi labi menuju Ujung Nunang untuk hari ini. Para penumpang juga sudah menunggu sejak pagi. Mau tidak mau beberapa dari kami harus naik di atap labi labi agar sampai  tujuan. Benar benar perjalanan “uji nyali”.

Di dalam labi-labi kamu berjumpa dengan istri pemilik Ujung Nunang. Setelah mengobrol dengan beliau kami mendapatkan ijin untuk bermalam di sana. Sesampainya di tujuan kamipun berkenalan dengan pemilik Ujung Nunang, pak Iwan. Sebetulnya Ujung Nunan bukanlah kawasan komersil wisata seperti Atu Tamun tapi tanah luasnya sering menjadi tujuan camping.  Kawasan yang terletak di sebelah selatan danau Lut Tawar memiliki view terbuka.

Di sini ada satu bukit yang menjorok ke danau. Awalnya kami ingin mendirikan tenda di sana tapi karena angin berhembus agak kencang tenda kami bangun di belakang pondok pak Iwan. Pak Iwan merupakan sosok pria yang menyenangkan. Pria paruh baya ini banyak bercerita tentang pengalaman hidupnya.

Setelah makan malam kami bergegas ke bukit di dekat danau. Wow pemandangan di sini benar-benar menakjubkan. Malam semakin sempurna ketika ribuan bintang bertaburan di angkasa. Kami duduk berjajar memanjang di pinggir bukit. Saya pikir formasi ini mirip adegan drama  korea “Meteor Garden”. Berharap satu bintang jatuh di danau dan “make a wish”.

Karena malam semakin dingin satu persatu kami kembali ke posisi tenda menghangatkan diri di depan perapian. Tiba-tiba datang sebuah motor, lampunya yang terang menyorot ke arah rekan kami Oki dan Ria yang berada di pinggir danau. Seoarang polisi Syariah atau yang dikenal WH sempat menginterogasi mereka berdua. Kamipun sempat tegang , tapi untung pak Iwan datang dan menjelaskan kepada WH, bahwa aktivitas kami di sini atas seijin dan pengawasan beliau.

Hari ini kami dapat satu pelajaran berharga. Seandainya ingin membangun tenda tetap harus minta ijin aparat setempat meskipun pemilik lahan sudah mengijinkan. Karena ini adalah Aceh dimana Syariah Islam benar-benar diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Beruntung pak Iwan malam ini tidak pulang dan menginap di pondoknya.

Terimakasih banyak buat Pak Iwan atas bantuannya. Jika tidak ada beliau mungkin malam ini kami benar-benar akan menghadapi “Uji Nyali” di malam “Dingin”.

Jelajah Aceh 2011 (part 1): Awal Yang Tak Selalu Indah

Jelajah Aceh 2011 (part 2) : Lut Tawar Begitu Menggoda

Jelajah Aceh 2011 (part 3) : Uji Nyali dan Dingin.. Brrrr

Jelajah Aceh 2011 (part 4) : Ayo Bergaya ke Burgayo

Jelajah Aceh 2011 (part 5): Labi-Labi Berjodoh

Jelajah Aceh 2011 (part 6): Kenangan 7 Tahun Bencana Tsunami

Jelajah Aceh 2011 (part 7) : Tidur Dimana?

Jelajah Aceh 2011 (part 8): Berlayar ke Ujung Barat Indonesia

Jelajah Aceh 2011 (part 9) : Santai di Pantai, Slow di Pulauuuu

Jelajah Aceh 2011 (part 10) : Keheningan Iboih

Jelajah Aceh 2011 (part 11): Check Out!

Jelajah Aceh 2011 (part 12) : Pengelana Senja

Jelajah Aceh 2011 (part 13) : Bukan Wisata Kuliner Biasa

Jelajah Aceh 2011 (part 14): Memburu Sunrise Benteng Jepang.

Jelajah Aceh 2011 (part 15) : Pantai di Kota Sabang

Jelajah Aceh 2011 (part 16) : Dari Off Road Sampai Nol Kilometer

Jelajah Aceh 2011 (part 17): Sabang, Happy New Year!!!

Jelajah Aceh 2011 (part 18) : Pulang dan Berpisah

Jelajah Aceh 2011 (part 19) : Yang Unik Dari Sabang

 

Simak Yuk Serunya #NekadTraveler

3 tanggapan untuk “Jelajah Aceh 2011 (part 3) : Uji Nyali dan Dingin.. Brrrr”

  1. Gue malah mbayanginnya bukan seperti meteor garden, tapi lebih ngayalin cerita 5 sekawan yang sering liburan n mlancong ke danau, bukit, sungai dll tp endingnya nemu’in harta karun… ^v^

    Suka

Pembaca kece selalu meninggalkan jejak berupa komentar